Temuan ini mengisyaratkan bahwa
terbentuknya benua-benua mikro seperti ini boleh jadi terjadi lebih sering dari yang
diperkirakan sebelumnya, kata para ilmuwan yang melakukan penelitian tersebut,
seperti yang dirinci dalam jurnal Nature tanggal
24 Februari.
Para peneliti menganalisis
pasir-pasir yang berasal dari pulau Mauritus di Samudera India sebelah barat. Mauritius
adalah bagian dari rangkaian vulkanik yang, anehnya, berada jauh dari ujung-ujung
lempeng tektonik-nya sendiri. Sebaliknya, kebanyakan gunung berapi ditemukan di
perbatasan lempengan-lempengan tektonik yang membentuk permukaan Bumi.
Para investigator mengisyaratkan
bahwa rangkaian vulkanik yang berada di tengah-tengah lempeng-lempeng tektonik,
seperti Kepulauan Hawaii, terbentuk dari pilar-pilar raksasa yang terbentuk
dari bebatuan panas yang meleleh yang dikenal sebagai mantle plumes. Bebatuan panas ini keluar dari dekat inti pusat
Bumi, kemudian menembus lapisan di atasnya seperti sebuah obor las. [What Is Earth Made Of?]
Mantle plumes tampaknya
bisa memicu terpecah-pecahnya benua (continental breakups), melunakkan lempeng-lempeng
tektonik dari bawah hingga lempeng-lempeng tektonik tersebut pecah—beginilah
cara benua Eastern Gondwana menghilang sekitar 170 tahun juta yang lalu,
seperti yang diisyaratkan dalam penelitian terdahulu. Sebuah plume (pilar magma panas) kini berada di
dekat Mauritius dan pulau-pulau lainnya, dan para peneliti ingin melihat apakah
mereka bisa menemukan pecahan-pecahan dari benua-benua kuno dari pecahan benua
yang yang ditemukan di sana.
Menggali pasir
Pasir-pasir pantai di Mauritius
adalah sisa-sisa dari bebatuan vulkanik yang terkikis yang timbul oleh
letusan-letusan gunung berapi 9 juta tahun yang lalu. Mengumpulkan pasir-pasir
ini “sebenarnya cukup menyenangkan,” kata peneliti Ebbe Hartz, seorang ahli
geologi di Universitas Oslo di Norwegia. Dia menggambarkan bagaimana dia berjalan-jalan
di sebuah pantai tropis, “mungkin dengan sebuah Coke dan sebuah kotak es, dan
Anda menyelam ke bawah air mendekati bukit-bukit pasir ketika pasang sedang surut.”
Di dalam pasir-pasir ini, para
investigator menemukan sekitar 20 biji zirkon kuno (sejenis mineral) yang
berusia antara 660 juta hingga 1.970 juta tahun. Untuk mempelajari lebih lanjut
tentang sumber-sumber dari zirkon kuno ini, para ilmuwan menginvestigasi peta
satelit tentang ladang gravitasi Bumi. Kekuatan medan-medan gravitasi tersebut
tergantung pada massa Bumi, dan karena massa planet tidak menyebar secara
merata, maka medan gravitasinya lebih kuat di beberapa tempat di permukaan
planet ini dan lebih lemah pada bagian-bagian lainnya.
[Slideshow: Ancient
pyramids found in Sudan]
Para peneliti menemukan bahwa
Mauritius merupakan bagian dari sebuah blok lapisan Bumi yang berdampingan yang
luar biasa tebal yang membentang membantuk sebuah lengkungan ke arah utara
kepulauan Seychelles. Temuan ini mengisyaratkan bahwa Mauritius dan wilayah di
sekitarnya terletak di atas sebuah mikro-kontinen kuno yang disebut Mauritia.
Zirkon-zirkon kuno tersebut yang berhasil digali merupakan pecahan-pecahan dari
Mauritia yang hilang.
Para peneliti telah bertindak dengan
sangat cermat untuk menepis segala kemungkinan bahwa biji-bijian kuno tersebut
merupakan kontaminan dari tempat lain.
“Zirkon adalah mineral berat, dan elemen-elemen
uranium dan timbal yang digunakan untuk mengetahui usia dari zirkon-zirkon ini
sangat-sangatlah berat, sehingga biji-bijian ini tidak bisa berpindah dengan
mudah—zirkon bukan berasal dari badai pasir di Afrika yang terbang ke
Mauritius,” kata Hartz pada OurAmazingPlanet.
“Kami juga memilih sebuah pantai di
mana tidak ada konstruksi bangunan sama sekali—sehingga biji-bijian ini bukan
berasal dari semen di manapun,” kata Hartz menambahkan. “Kami juga berhati-hati
agar semua peralatan yang kami gunakan untuk mengumpulkan mineral-mineral
tersebut adalah peralatan baru, yang baru pertama kali digunakan, yang tidak
ada batu-batuan apapun menempel di dalamnya.”
Mengupas pecahan-pecahan benua
Setelah menganalisis zona-zona fraktur
kelautan (marine fracture) dan
anomali magnetik lautan, para investigator mengisyaratkan bahwa Mauritia
terpisah dari Madagaskar, terbelah dan buyar ketika basin Samudera Hindia bertumbuh
antara 61 juta hingga 83,5 juta tahun yang lalu. Sejak itu, aktivitas vulkanik
telah mengubur Mauritia di bawah lava, dan boleh jadi kejadian yang sama juga
terjadi pada pecahan-pecahan benua lain.
“Ada serpihan-serpihan benua yang
boleh jadi terkelupas dari beberapa benua ketika gumpalan-gumpalan magma panas
dari sebuah mantle plume lewat di bawah benua-benua itu,” kata Hartz. “Mengapa
ini terjadi masih menjadi tanda tanya. Mengapa, setelah sesuatu terpecah, akan terpecah
kembali?”
Pencarian bukti-bukti kuno tentang
benua-benua yang hilang adalah pekerjaan yang melelahkan yang melibatkan
menghancurkan dan memilah-milah bebatuan vulkanik, kata Hartz menjelaskan. Para
peneliti sebenarnya membiarkan alam melakukan proses penghancuran bebatuan
tersebut dengan cara meneliti pasirnya
“Kami menyarankan agar banyak
ilmuwan mencoba teknik ini pada gunung berapi kesukaan mereka,” kata Hartz. (By Charles Q. Choi, OurAmazingPlanet Contributor | LiveScience.com – Mon,
Feb 25, 2013)
Follow OurAmazingPlanet for the
latest in Earth science and exploration news on Twitter @OAPlanet. We're also on Facebook
& Google+.
- World's Weirdest Geological Formations
- Earth Quiz: Mysteries of the Blue Marble
- 50 Interesting Facts About The Earth
Copyright
2013 LiveScience,
a TechMediaNetwork company. All rights reserved. This material may not be
published, broadcast, rewritten or redistributed.
http://news.yahoo.com/ancient-micro-continent-found-under-indian-ocean-194239722.html
0 comments:
Post a Comment