Photo: jemsweb/Flickr |
Mencatat di dalam kelas ketika pelajaran sedang berlangsung? Belajar fokus pada topik? Lingkungan belajar yang konsisten? Semuanya ternyata bertentangan dengan strategi terbaik dalam belajar.
Saya baru-baru ini beruntung mempunyai kesempatan untuk mewawancarai Robert Bjork, direktur Learning and Forgetting Lab di UCLA, seorang profesor psikologi terkemuka, dan seorang ahli ternama dalam bidang menjejalkan sesuatu ke dalam otak dengan cara yang sedemikian rupa sehingga tidak bisa keluar lagi.
Terbukti bahwa segala sesuatu yang saya kira
saya tahu tentang belajar ternyata salah.
Pertama-tama, dia mengatakan pada saya,
pikirkan cara bagaimana Anda menyerang setumpuk bahan pelajaran yang akan Anda
pelajari.
“Orang cenderung belajar dalam tahap demi tahap,”
kata Bjork. “Menguasai sesuatu terlebih dahulu sebelum pindah ke sesuatu yang
lain.”
Daripada melakukan itu, Bjork merekomendasikan
metode belajar interleaving, yaitu
belajar secara bertumpang tindih, tidak sambung menyambung dari satu
bagian ke bagian yang lain. Strategi tersebut mengisyaratkan bahwa daripada
menghabiskan waktu selama satu jam untuk belajar melakukan servis dalam
permainan tennis misalnya, lebih baik Anda menggabungkan serangkaian keterampilan
seperti backhands, volleys, smash
atas kepala, dan footwork secara
sekaligus.
“Belajar tahap demi tahap akan menimbulkan rasa
sukar,” kata Bjork. “Dan mereka cenderung tidak mendapatkan hasil belajar
secara langsung.”
Bukannya
membuat sebuah kemajuan besar dalam kemampuan servis Anda setelah selesai satu
sesi latihan secara terfokus, interleaving
memungkinkan Anda membuat kemajuan-kemajuan kecil sekaligus dalam banyak hal yang hampir tidak
Anda sadari. Namun seiring waktu, gabungan dari kemajuan-kemajuan kecil ini
akan jauh lebih hebat daripada jumlah kemajuan-kemajuan besar yang mungkin Anda
capai jika Anda belajar tahap demi tahap dalam jangka waktu yang sama.
Bjork menjelaskan bahwa interleaving yang berhasil memungkinkan Anda men“duduk”-kan masing-masing skill
di antara skill-skill yang lainnya. “Jika informasi dipelajari sedemikian rupa sehingga
dia bisa diinterpretasikan dalam hubungannya dengan hal-hal lain dalam memori,
maka belajar akan menjadi lebih berdaya guna,” katanya. Namun ada satu catatan
penting: Pastikan skill-skill kecil yang Anda gabungkan tersebut berhubungan satu
sama lain dalam urutan dari sulit ke sukar. Jika Anda mencoba mempelajari
tennis, maka Anda perlu menggabung-gabungkan skill dalam melakukan servis, backhands, volleys, smashes, dan footwork—bukannya skill dalam melakukan servis, kemudian skill dalam renang indah, kemampuan menghapal ibukota negara-negara Eropa,
dan pemrograman Java, misalnya.
Serupa, belajar di hanya satu lokasi adalah
bagus selama Anda hanya akan diminta mengingat-ingat informasi di lokasi ynag
sama. Jika Anda ingin informasi menjadi accessible
(mudah didapat) di luar kamar asrama Anda, atau kantor Anda, atau
celah-celah di lantai dua perpustakaan, Bjork merekomendasikan agar Anda
mengubah-ubah lokasi belajar Anda.
Intelrleaving
dan memvariasikan lokasi belajar akan membantu tidak peduli apakah
Anda sedang belajar matematika, bahasa Perancis, atau sedang mencoba belajar
menari. Sebuah fenomena yang agak berkaitan—efek ruang, yang pertama-tama
digambarkan oleh Hermann Ebbinghaus pada tahun 1885—juga bisa membantu.
“Jika Anda belajar dan kemudian menunggu, test membuktikan bahwa semakin lama Anda
menunggu, semakin banyak yang akan Anda lupa,” kata Bjork..
Tapi ada bagian enaknya: Jika Anda belajar,
menunggu, dan kemudian belajar lagi, maka semakin lama Anda menunggu, semakin
banyak yang Anda akan pelajari setelah sesi yang kedua ini. Bjork menjelaskan
hal itu seperti ini: “Ketika kita mengakses sesuatu dari memori kita, yang kita
lakukan adalah lebih dari sekedar mengeluarkannya dari sana . Hal itu tidak sama dengan sebuah playback. Apa yang kita ingat saat ini Akan
menjadi lebih kita ingat di masa yang akan datang. Jika proses pengingatan itu
berhasil, maka semakin sulit dan semakin menantang sebuah proses mengingat, akan
semakin menguntungkan.”
Ingat bahwa ada sebuah trik yang terlibat dalam
“jika proses pengingatan itu berhasil.” Anda harus memberi jarak bagi sesi
belajar Anda sehingga informasi-informasi yang Anda pelajari dalam sesi pertama
akan bisa tetap Anda ingat. Kemudian, semakin banyak Anda harus berjuang untuk
menarik informasi itu dari dalam pikiran Anda, semakin banyak sesi belajar yang
kedua ini menguatkan pelajaran Anda. Jika Anda belajar lagi secepatnya,
maka itu akan jadi terlalu mudah bagi Anda.
Sejalan dengan ini, Bjork juga merekomendasikan
agar Anda mencatat setelah pelajaran berakhir, bukannya selama pelajaran
berlangsung—memaksa diri Anda mengingat informasi yang disampaikan di dalam
kelas adalah lebih efektif daripada hanya mencatat dari papan tulis. Anda harus
bekerja untuk itu. Semakin banyak Anda bekerja, semakin banyak yang Anda
pelajari, dan semakin banyak yang Anda pelajari, akan semakin hebat kemampuan Anda.
“Lupakan masalah lupa,” kata Bjork.
“orang-orang cenderung berpikir bahwa belajar adalah membangun sesuatu di dalam
memori Anda dan melupakan adalah kehilangan sesuatu yang Anda bangun. Tapi
dalam beberapa hal berlaku kebalikannya.”
Ingat,
begitu Anda mempelajari sesuatu, sebenarnya Anda tidak pernah melupakannya.
Ingatkah Anda akan nomer telepon teman masa kanak-kanak Anda? Tidak? Well, Bjork menunjukkan bahwa jika Anda
mengingat sesuatu (reminded), maka
Anda akan menyimpan sesuatu itu dengan jauh lebih cepat dan lebih kuat daripada
jika Anda diminta untuk menghapal sebuah nomer baru yang terdiri dari tujuh
angka. Jadi nomer telepon lama ini tidak terlupakan—dia tetap ada di suatu
tempat di dalam pikiran Anda—tapi mengingatnya boleh jadi menjadi lebih sulit.
Dan jika kita menganggap lupa itu merupakan musuh sejati dari belajar, dalam beberapa hal itu juga
salah. Belajar dan lupa adalah sejenis simbiosis di mana lupa itu sebenarnya
membantu kita mengingat.
“Karena manusia mempunyai kapasitas penyimpanan yang tak
terbatas, maka mengingat semuanya secara total akan merupakan hal yang sulit,”
kata Bjork. “Bayangkan Anda mengingat semua nomer telepon dari semua rumah
yang pernah Anda tinggali. Ketika seseorang menanyakan nomer telepon rumah Anda
saat ini, maka Anda harus memilah-milahnya dari daftar yang panjang yang ada di
dalam otak Anda.” Sebagai gantinya, kita lupakan nomer-nomer telepon lama kita
itu, atau sekurangnya mengubur nomer-nomer tersebut hingga berada jauh di bawah kemudahan mengingat
yang kita berikan bagi nomer telepon yang baru. Apa yang Anda kira sebagai musuh
sejati sebenarnya adalah kolaborator tak langsung.
Home
Page Photo: ‘Study carrel and student in the M.D. Anderson Library,’ by D
Services/Flickr. Used with gratitude via a Creative Commons license.
0 comments:
Post a Comment