Image via PARC |
Sebuah proses manufaktur baru yang dikembangkan oleh Xerox's Palo Alto Research Center (PARC) akan menambah energi yang bisa disimpan oleh baterai lithium-ion sebanyak 40%. Teknologinya mirip dengan teknologi sel-sel penyimpan tenaga matahari tercetak (printed solar cells).
Sebuah baterai, seperti yang Anda mungkin ketahui, mempunyai dua komponen utama: elektroda dan elektrolit. Dalam baterai lithium-ion, elekrodanya berfungsi ganda—sebagai anoda atau katoda—sehingga membuat baterai ini bisa di-charge ulang. Dan dengan kemajuan teknologi dewasa ini, belum ditemukan cara lain lagi untuk memeras lebih banyak jus dari baterai ini. Pertama, karena setengah dari baterai ini dipenuhi oleh material-material yang tidak bisa menampung charge—polymers dan foils. Kedua, elektroda menyusut (tap out) sekitar 100um. Menggunakan baterai yang lebih besar hanya akan mengurangi rata-rata di mana lithium-ions terserap dan pada akhirnya mengurangi kemampuan baterai itu sendiri.
Rechargeable battery cell. Image via Wikimedia Commons |
Scott Elrod mengatakan pada saya tentang tujuan mereka sejauh ini dan dia mengatakan, “Kami (PARC) harus bisa menghasilkan ketebalan elektroda hingga mencapai 500um.” Dia adalah direktur Cleantech Innovation Program dari PARC. Pendekatan mereka ini bekerja dengan cara mencetak elektroda secara parallel dengan membrane konduktif tinggi (dan sangat rahasia!).
“Dengan meng-interleaving (memisah) lapisan-lapisan material katoda dengan lapisan-lapisan material berpori lainnya untuk menyediakan jalan bagi Li ions, kami bisa membuat elektroda tersebut menjadi lebih tebal secara substansial—tanpa harus meningkatkan resistensi Li ions untuk mendapat volume katoda penuh. Hal ini akan meningkatkan kepadatan penyimpanan, mengurangi penyusutan (yield loss) disebabkan korslet (shorting), mengurangi masa produksi, dan keuntungan-keuntungan lainnya,” katanya.
Akan tetapi, masih ada beberapa kendala yang harus dihadapi. Sebagai contoh, apakah kanalnya (conduit-nya) compatible dengan elektroda dan elektrolit-nya? Apakah efeknya terhadap usia baterai? Namun teknologi ini bisa menjadi langkah besar dalam bidang kelistrikan.
Departemen Energi AS mempunyai tujuan mengurangi biaya baterai mobil elektrik hingga 70% pada tahun 2014 akan tetapi diragukan apakah hasil temuan ini akan membantu. DOE mengatakan titik kritis (tipping point) dalam adopsi kendaraan elektrik mainstream adalah ketika biaya untuk baterainya sekitar $320 kWh. Yang tampaknya belum tercapai malam ini mengingat semua jenis mobil Nissan Leaf elektrik biaya baterainya masih sekitar $1.000 per KWh. Nissan menolak mengatakan berapa biaya baterai mobil mereka yang sebenarnya selain mengatakan biaya untuk itu masih cukup tinggi.
Pemerintah dan investor swasta telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk membiayai penelitian-penelitian tentang ilmu material (materials science) dengan harapan hal itu akan mengurangi biaya elektroda akan tetapi biaya untuk material aktif hanyalah 20% dari total biaya baterai secara keseluruhan (biaya ini lebih sedikit dalam teknologi hybrid). “Biayanya bisa jadi sangat serupa, kecuali terjadi peningkatan material katoda,” kata Scott meyakinkan.
Tampaknya hadiah gratis dari pembelian ini tidak akan mengurangi biaya melainkan akan menambah lagi persyaratan-persyaratan mobil untuk memenuhi kebutuhan yang kita anggap layak. Seperti para pengemudi Chevy Volt yang pernah mengatakan bahwa bahan bakar mobil tersebut bisa mencapai 1.000 mil per tank, kiranya menarik untuk menyaksikan apakah PARC bisa mengubah industri mobil elektrik seperti yang mereka lakukan pada mobil bertenaga matahari (solar). (by Jerry James Stone, San Francisco, CA)
Source: Technology Review
Follow @jerryjamesstone on Twitter or friend him on Facebook.
Untuk lebih jelasnya, silakan baca artikel aslinya di:
0 comments:
Post a Comment