http://www.advancedanime.com |
Perempuan pekerja, terutama pekerja kantor,
jaman sekarang hampir rata-rata berjilbab. Beda dengan jaman dahulu, tahun
70-an, kini wanita pekerja yang tidak berjilbab sudah menjadi barang langka. Lain
halnya dengan perempuan rumahan atau ibu rumah tangga. Perempuan ibu rumah
tangga, atau perempuan pekerja yang non-kantor masih banyak yang tidak berjilbab.
Inilah keuntungan Tanti. Kalau di tempat kerja dia merasa seperti perempuan
asing, di tengah-tengah komunitas yang unik, tapi ketika berada di rumah dia
merasa lega, sama dengan perempuan kebanyakan lainnya.
Entah mengapa Tanti masih enggan mengenakan jilbab. Mungkin
dia berprinsip tidak ada gunanya mengenakan jilbab jika sekedar ikut-ikutan,
jika tidak dihayati maknanya, jika tidak diamalkan luar dalam. Mungkin dia
ingin bebas. Mungkin baginya jilbab hanyalah sekedar simbol dari keimanan,
bukan keimanan yang hakiki. Keimanan yang sebenarnya ada di hati. Mengenakan
jilbab hanya sekedar ikut-ikutan ibarat burung beo yang berkata-kata tapi dia
sendiri tidak tahu artinya, begitu mungkin pikir Tanti. Ada benarnya juga. Toh, orang yang mengenakan jilbab tidak selalu berakhlaq mulia.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak terlihat dan terdengar perempuan berjilbab
yang kelakuannya sama sekali tidak patut, hamil di luar nikah, misalnya.
Tapi masalahnya bagi Tanti mungkin mungkin lebih kompleks karena
menurut Asti ,
teman sekosnya, dia juga tidak punya mukena. Bagi orang daerah seperti tempat
Tanti tinggal, perempuan dewasa yang tidak punya mukena adalah sebuah aib,
sesuatu yang busuk dan mesti dirahasiakan, sesuatu yang tidak pantas, dan
memalukan. Biasanya perempuan yang tidak punya mukena dipandang rendah oleh
lingkungannya.
Perempuan yang tidak punya mukena biasanya akan menjadi
gunjingan, santapan omongan orang-orang yang kurang kerjaan, yang sukanya
mencari-cari kesalahan orang lain. Begitu pula halnya dengan Tanti. Dari
omongan Asti
itu semua orang jadi tahu. Kini lengkap sudah kealpaannya, dan semakin banyak
bahan yang bisa dijadikan gunjingan tentangnya. Tadinya rekan-rekan kerjanya
tidak ada yang tahu kalau dia tidak punya mukena. Mereka mengira dia hanya
enggan menggunakan jilbab.
“Tahu nggak kemarin dia jalan dengan siapa?” bisik Nur
lirih, sambil matanya mengawasi sekeliling, kalau-kalau orang yang dimaksud ada
di sekitarnya.
Dari dulu Tanti merupakan bahan gunjingan nomer satu oleh guru-guru
di sekolah itu, nomer duanya adalah Winar, salah seorang guru di sekolah itu
yang mengaku beragama Islam tapi menikah di gereja, mengikuti agama suaminya. Tingkah
polah Winar sehubungan dengan agama dan kepercayaannya selalu menjadi bahan
pembicaraan yang tak pernah habis. Setiap ada kesempatan, setiap ada jam kosong
mengajar, setiap kali mereka bertemu, Tanti dan Winarlah yang mereka bicarakan.
Bukan hanya ketika mereka tidak masuk sekolah, ketika mereka masukpun mereka
curi-curi kesempatan menggunjingkannya. Tak jarang pergunjingan itu berakhir
dengan perselisihan, jika ada yang iseng menyampaikan pada mereka apa yang
mereka bicarakan. Dan kejadian itu bukan hanya sekali dua kali.
Tanti orangnya berani, berani tampil beda, berani ngomong,
dan berani ribut. Kalau dia ngomong tanpa tedeng aling-aling. Dia tumpahkan
semua apa yang ada di hatinya. Dan kalau ribut dia tak segan-segan memukul,
mendorong, dan menjambak rambut lawannya. Sudah cukup banyak guru di sekolah
itu yang berselisih dengannya, bahkan bentrok fisik. Bahkan bukan hanya dengan
guru-guru, dengan kepala sekolahpun dia pernah ribut, tapi dasar Tanti memang
pandai mengambil hati dan melupakan masalah, dia akhirnya bisa menyelesaikan
masalahnya dengan sang kepala sekolah dengan sangat cantik, bahkan kemudian
keduanya menjalin sebuah kolaborasi yang sangat harmonis. Dengan kepandaiannya
di bidang seni, dia akhirnya menjadi andalan kepala sekolah setiap kali ada
acara atau lomba. Bahkan murid binaannya sempat mengharumkan nama sekolah
dengan memenangkan salah satu lomba bidang seni.
Dengan kepandaiannya bergaul, Tanti tidak pernah mempunyai
musuh yang abadi. Di antara teman-temannya yang pernah dia ajak ribut, tidak
ada yang berakhir menjadi musuh permanen. Hanya sehari dua hari kemudian mereka
sudah menjadi teman kembali, seperti tidak pernah terjadi apa-apa, dan rujuk
itu selalu Tanti yang memulai. Dia yang memulai keributan, dia pula yang
memulai rekonsiliasi. Dia memang pandai melupakan apa yang terjadi. Bahkan
orang yang pernah menjadi musuhnya tak jarang berubah menjadi menyukainya.
Tanti orangnya supel luar biasa, mudah berteman, dan pandai
bergaul. Sekali sudah kenal, maka pasti dia yang akan menegur duluan dengan
ramah. Di samping itu, dia juga pandai menyanyi dan menari, bukan hanya tarian
tradisional, tarian disko pun dia pandai, bukan hanya lagu-lagu wajib nasional,
lagu dangdut semacam Cucakrowo dan Goyang Dombret-pun bisa dia nyanyikan
dengan fasih.
Dengan modal bisa menyanyi dan pandai menari itu, Tanti
sering tampil di tempat-tempat pesta. Dari pesta-pesta seperti itulah namanya
jadi terkenal. Bukan terkenal sebagai guru, tapi terkenal sebagai bintang
pesta. Meski tidak seterkenal Dewi Persik atau Ayu Tingting, tapi penduduk kota kecil itu nyaris
sudah kenal semua dengan Tanti.
Dan bukan hanya sebagai bintang pesta, Tanti juga terkenal
karena suka pelesiran ke sana
ke mari. Kenyataan bahwa dia berada jauh dari suaminya membuat dia bebas
melakukan itu kapan dia mau. Dan cerita tentang pelesiran inilah yang justru
membuatnya lebih terkenal terutama di kalangan guru dan pegawai di kota kecil itu. Tinggal di
sebuah kota
kecil memang memungkinkan berita apa saja cepat merebak. Dan sialnya berita
tentang kemalangan dan aib adalah yang paling cepat menyebar.
“Emang dengan siapa?” sambar Lela penasaran. Mukanya penuh
garis kecurigaan dan selidik, pertanda dia ingin sekali mengetahui jawabannya.
“Sttt …. Jangan keras-keras,” balas Nur sambil membisikkan
sebuah nama. Suaranya nyaris tak keluar, tapi mereka yang berkerubung cukup
bisa membaca gerak bibir Nur yang mengisyaratkan sebuah nama. Segerombol guru
SMPN Ngupok itu terhenyak dan saling pandang seolah tak percaya.
Selama ini mereka memang sudah cukup sering mendengar desas-desus
Tanti berpergian dengan laki-laki lain yang bukan suaminya, tapi mereka tidak
pernah mendengar dia berpergian dengan laki-laki yang baru saja disebutkan
namanya oleh Nur.
Tapi bukan kenyataan itu yang membuat mereka kaget,
melainkan kedekatan mereka dengan laki-laki itu. Mereka mengenal laki-laki itu
sebagai pegawai negeri yang sering berhubungan dengan guru. Laki-laki itu memang
sudah cukup sering terdengar beritanya main perempuan, tapi mereka tidak pernah
melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri. Mereka mengenal laki-laki itu
sebagai seorang tokoh masyarakat yang cukup disegani dan cukup dikenal terutama
oleh guru-guru. Laki-laki itu berteman dengan guru-guru SMPN Ngupok, juga
dengan guru-guru lain. Lain halnya dengan Tanti, mereka sudah beberapa kali
memergokinya sedang bersama laki-laki yang bukan suaminya.
“Dan tahu nggak ceritanya yang lebih seru lagi?” pancing Nur
setelah menyadari situasi aman. Rupanya Tanti tidak masuk hari itu. Sepucuk surat datang mengabarkan
dia sakit dan tidak bisa masuk sekolah pada hari itu.
Nur lalu menceritakan segalanya. Segala yang dia dengar
tentang peristiwa kecelakaan itu. Dia sebenarnya tidak tahu pasti kejadian yang
sebenarnya karena dia hanya mendapatkan kabar itu dari orang lain. Tapi dengan
kepandaiannya bercerita, dengan dibumbui di sana sini, Nur berhasil membuat kisah itu
menjadi sebuah drama yang memukau, yang membuat pemirsanya terpaku dan
ternganga.
“Ah, masa sih?” kata Ida tidak percaya.
“Ya, lihat aja nanti,” jawab Nur. “Mungkin beritanya masuk
koran besok.”
“Ya, kalau mereka tidak memblok wartawannya,” sela Nining.
Biasanya orang yang berpengaruh kenal dengan wartawan koran lokal, dan mereka
tidak suka berita tentang aib mereka dimasukkan di surat kabar, untuk itu mereka menghubungi
wartawan koran yang bersangkutan untuk mencegahnya menulis berita. Buktinya,
sering kali berita-berita tentang aib para pejabat tidak dimasukkan di koran,
beda dengan aib orang kecil yang sedikit saja bisa menjadi santapan empuk surat kabar lokal.
Dan benar saja keesokan harinya tidak ada berita yang
dimaksud. Tapi cerita dari mulut ke mulut sudah menyebar luas melebihi surat kabar. Kini semua
orang sudah tahu bahwa Tanti, perempuan tanpa mukena itu, kemarin sore
mengalami kecelakaan mobil bersama pak Imran, salah seorang pejabat di Dinas
Pendidikan setempat, hingga menyebabkan keduanya cedera dan harus dirawat di
rumah sakit. Dilihat dari kerusakan mobil itu, kemungkinan besar keduanya
cedera cukup parah.***
Catatan: Cerita di
atas hanyalah fiksi semata. Kalau ada kesamaan nama dan peristiwa itu hanyalah
kebetulan semata.
0 comments:
Post a Comment