Irisan vertikal dari otak pasien Alzheimer, kiri, dibandingkan dengan otak normal, kanan. Photograph: Alfred Pasieka/Science Photo Library |
Berpuasa secara teratur bisa membantu
melindungi otak dari penyakit-penyakit degeneratif, menurut para ilmuwan AS.
Para
peneliti di Institut Nasional bidang Penuaan Usia (National Institute on Ageing)
di Baltimore mengatakan mereka telah menemukan bukti-bukti yang menunjukkan
bahwa masa menghentikan semua makanan secara praktis selama satu atau dua hari dalam
seminggu bisa melindungi otak dari sebagian dari efek penyakit Alzheimer's,
Parkinson, dan penyakit-penyakit lain.
“Mengurangi asupan kalori bisa membantu otak
Anda, tapi mengurangi asupan makanan tampaknya bukanlah cara yang terbaik untuk
melindungi otak Anda. Cara terbaik adalah dengan berpuasa secara berselang-seling,
artinya Anda hanya makan sedikit sekali selama dua hari dalam seminggu, dan
kemudian makan lagi sebagaimana biasa di lima
hari berikutnya,” kata Profesor Mark Mattson, kepala laboratorium neurosains
pada institut tersebut.
“Dengan kata lain, pengaturan waktu (timing) tampaknya merupakan bagian
penting dari proses ini,” kata Mattson dalam pertemuan tahunan dari American Association for the Advancement of
Science di Vancouver.
Mengurangi
asupan makanan harian hingga sekitar 500 kalori—jumlah yang setara dengan sedikit
sayuran dan sedikit minuman teh—selama dua hari seminggu mempunyai efek
menguntungkan yang jelas dalam penelitian-penelitian yang mereka lakukan, kata
mattson, yang juga seorang professor bidang neurosains
(neuroscience)
pada Jurusan Kesehatan Universitas John
Hopkins di Baltimore.
Dia dan para koleganya juga telah meneliti
mekanisme spesifik yang bisa mempengaruhi pertumbuhan neuron di dalam otak dengan cara mengurangi asupan energi. Jumlah
dari dua dua zat kimia pembawa pesan seluler di dalam otak meningkat ketika asupan kalori
dikurangi secara tajam, kata Mattson. Pembawa pesan kimia ini memainkan peran
penting dalam meningkatkan pertumbuhan neuron
di dalam otak, sebuah proses yang bisa menetralkan dampak dari penyakit Alzheimer dan Parkinson.
“Sel-sel di dalam otak mengalami stress yang
lunak yang serupa dengan dampak dari latihan terhadap sel-sel otot,” kata
Mattson. “Dampaknya secara keseluruhan menguntungkan.”
Hubungan (link)
antara pengurangan asupan energi dan pengingkatan dalam pertumbuhan sel di
dalam otak tampaknya kecil kemungkinan terjadi, namun Mattson mendesak bahwa
ada alasan-alasan evolusioner yang masuk akal untuk kita percayai. “Ketika
sumber-sumber makanan menjadi langka, para nenek moyang kita mulai mengais-ngais
makanan,” kata Mattson. “Mereka yang otaknya merespon paling baik—yang bisa
mengingat-ingat tempat-tempat di mana bisa ditemukan sumber makanan atau
mengingat bagaimana cara menghindari predator—akan berhasil mendapatkan
makanan. Dengan demikian mekanisme yang menghubungkan periode kelaparan dengan
pertumbuhan neuron (neural growth) telah mengalami evolusi.
Model ini telah dikembangkan dengan menggunakan
penelitian-penelitian tentang puasa pada manusia dan dampaknya terhadap kesehatan
mereka secara umum—bahkan mereka yang menderita astma juga telah menunjukkan
adanya keuntungan, kata Mattson—dan dari percobaan-percobaan tentang dampak puasa terhadap otak hewan, yaitu hewan pengerat, yang setara dengan
dampak dari Alzheimer dan Parkinson. Kini tim Mattson sedang menyiapkan
penelitian tentang dampak dari puasa terhadap otak dengan cara menggunakan MRI scans dan teknik-teknik lainnya.
Jika link
akhir ini bisa ditemukan, Mattson mengatakan bahwa seseorang bisa mengoptimalkan
fungsi otaknya dengan cara menjalankan “pembatasan energi secara berkala”.
Dengan kata lain, mereka bisa mengurangi asupan makanan mereka hingga minimum
selama dua hari dalam seminggu, dan tetap bisa makan enak selama lima hari lainnya. “Kami
telah menemukan bahwa dari sudut pandang psikologis hal itu berjalan cukup
baik. Anda bisa tahan dengan hanya makan sedikit selama dua sehari jika Anda
tahu Anda tetap bisa makan enak pada lima
hari berikutnya.
0 comments:
Post a Comment