Ada satu yang menjadi unek-unek dan menganjal dalam pikiran saya sehubungan dengan visi dan misi Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung, yang saya cintai ini, yaitu penggunaan tag line atau semboyan Negeri Para Sai Batin dan Ulama. Semboyan atau tag line ini pasif alias tidak produktif, dan bisa menimbulkan interpretasi yang tidak menguntungkan bagi perkembangan kabupaten ini ke depannya.
Entah apa yang terjadi. Ketika saya search di Google, kabupaten ini masih menggunakan semboyan lama yaitu, Helauni Kik Baghong (Lebih indah jika bersama). Tapi, tiba-tiba, dalam promosi dan propagandanya di media sosial dan media cetak belakangan ini, mereka menggunakan semboyan Negeri Para Sai batin dan Ulama seperti di atas.
Jika dibandingkan dengan semboyan Kabupaten Lampung Barat, induk dari kabupaten ini, yang berbunyi Beguwai Jejama (Bekerja bersama), jelas perbedaannya seratus delapan puluh derajat. Semboyan Kabupaten Lampung Barat jelas mencerminkan filosopi kerja, cara bekerja atau semangat kerja bagi masyarakatnya, sedangkan semboyan Kabupaten Pesisir Barat sama sekali tidak mencerminkan semangat kerja. Alih-alih menimbulkan semangat kerja, semboyan Kabupaten Pesisir Barat seolah-olah merupakan sebuah peringatan, atau wanti-wanti, atau hanya label, atau pemberitahuan semata tentang karakter masyarakat derah ini, yang taat beribadah. Bagi masyarakat luar Pesisir Barat, semboyan ini bisa jadi merupakan sebuah peringatan.
Dalam perspektif Pemerintah Jokowi, semboyan Kabupatn Pesisir Barat ini jelas kontraproduktif. Dengan tag line yang sangat terkenal, Kerja, Kerja, Kerja, Pemerintah Jokowi jelas-jelas ingin membangkitkan semangat rakyat untuk bekerja, jangan hanya ngomong semata, sedangkan semboyan Kabupaten Pesisir Barat ini terkesan sebaliknya.
Semboyan sebuah kabupaten semestinya merupakan sesuatu yang memberi inspirasi atau semangat kerja bagi penduduknya, bukan hanya menunjukkan ciri khas wilayah tersebut karena sebuah semboyan sekalipun bisa menimbulkan dampak yang luas jika dibaca dan dihayati secara terus menerus (negeri kita bisa merdeka dari penjajah tentunya sedikit banyak tercapai berkat semboyan Merdeka atau Mati yang mengebu-gebu itu), apalagi Kabupaten Pesisir Barat masih tergolong sebagai daerah tertinggal, yang tentunya masih memerlukan penyemangat, pendorong, dan pemantik untuk kerja keras.
Selain itu, semboyan Negeri Para Sai Batin dan Ulama ini juga bisa jadi kurang menguntungkan bagi pengembangan industri wisata kabupaten ini—wisata merupakan salah satu sektor andalan Kabupaten Pesisir Barat. Sektor wisata, jika dikelola dengan benar, bisa mendatangkan revenue yang yang tidak sedikit, yang bisa dijadikan andalan bagi pendapatan asli daerah ini. Namun semboyan tersebut bisa menimbulkan kesan bahwa kabupaten ini memperlakukan wisatawan dengan cara yang sama dengan yang dilaksanakan di Aceh. Semboyan Negeri Para Sai Batin dan Ulama ini, mau tidak mau, memberi kesan bahwa ulama turut serta mengendalikan pemerintahan di kabupaten ini, dan mengawasi setiap gerak-gerik wisatawan yang masuk ke wilayah ini. Tabik.
0 comments:
Post a Comment