I
Pak Marwan tetangga saya bercerita. Pada suatu hari dia melakukan perjalanan dengan sepedamotor dari Krui ke Liwa. Jarak dari Krui ke Liwa sebenarnya hanya 32 kilo meter. Tetapi karena jalan yang menanjak, berkelok-kelok, dan mendaki bukit, perjalanan bisa memakan waktu yang agak lama. Sesampainya di Liwa, alangkah jengkel dan kecewanya dia, karena didapatinya tas yang dia dia ikatkan di jok belakang sudah tidak ada. Mengingat betapa pentingnya isi tas tersebut, pak Marwan segera kembali menelusuri jalan yang tadi dia lewati dengan harapan dia akan menemukan kembali tas miliknya tersebut, siapa tahu masih tercecer di pinggir jalan, dan tidak ada yang melihatnya, pikirnya.
Tetapi, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, bukannya tas yang hilang dia temukan, malah ban sepedamotornya kempes. Menyadari bahwa tidak ada tempat tambal ban di tengah hutan seperti itu, sedangkan untuk mengendarai sepedamotor dengan ban yang kempes juga tidak mungkin, dan menunggu kendaraan yang bisa mengangkut sepeda motornya lewat akan memakan waktu lama, di samping merepotkan, sedangkan dia harus buru-buru karena ada urusan penting, akhirnya, dia giring sepedamotornya untuk dititipkan di sebuah rumah yang kebetulan ada di dekat situ. Kemudian, dengan menumpang kendaraan umum, dia kembali ke Liwa.
Setibanya di Liwa, hanya satu yang menjadi pikiran utamanya, yaitu menemui seorang pintar yang dia dengar-dengar bias membantu mencari barang yang hilang. Setelah pak Marwan mengutarakan permasalahannya, si dukun tersebut mennunjukkan sebuah tempat di mana pak Marwan bisa menemukan kembali tas miliknya. “Pergilah ke sana. Cari tasmu di tempat itu. Tas itu masih ada di sana. Kamu pasti menemuinya”, katanya menunjukkan sebuah tempat.
Karena tidak memiliki banyak waktu lagi, pak Marwan langsung berangkat ke tempat yang ditunjuk oleh si dukun, dengan menumpang kendaraan umum. Setibanya di tempat di mana kendaraan umum biasa mangkal, dia temukan ternyata jumlah penumpang yang akan berangkat ke Krui masih sangat sedikit, berarti dia harus menunggu beberapa saat lagi hingga penumpang memenuhi jumlah yang cukup untuk berangkat.
Menyadari kegelisahan pak Marwan, seorang calon penumpang yang sedari tadi duduk di dekatnya, mencoba bertanya. “Ada apa, Pak? Kok sepertinya gelisah sekali?”, tanyanya ingin tahu. “Iya. Tas saya hilang, tercecer di pinggir jalan. Saya harus kembali untuk mencarinya”, jawab pak Marwan. “O, kebetulan sekali, Pak. Sayalah yang menemukan tas itu. Tadinya tas itu mau saya ambil, tapi saya ragu. Akhirnya saya sembunyikan di semak-semak, di dekat tempat saya menemukannya tadi. Entah mengapa, sesampainya di rumah, saya merasa gelisah, dan timbul dorongan yang kuat sekali untuk mengembalikan tas itu pada pemiliknya. Rencana saya, tas itu mau saya ambil, mau saya serahkan pada polisi”, katanya.
II
Kisah ini terjadi pada waktu saya masih duduk di bangku kelas 5 SD. Pada suatu hari saya terburu-buru berangkat ke sekolah, karena waktu sudah mepet. Jarak antara rumah saya dengan sekolah sebenarnya cukup dekat, hanya sekitar 150 meter. Tetapi karena bel masuk hampir tiba, saya bergegas.
Setibanya di sekolah, saya menyadari, pulpen satu-satunya yang saya miliki hilang. Saya langsung putar haluan, kembali menelusuri jalan yang tadi saya lewati, untuk mengecek kalau-kalau pulpen itu ada tercecer di pinggir jalan. Tapi sia-sia, hingga saya tiba kembali di rumah, pulpen tidak saya temukan. Dengan perasaan dongkol, jengkel, dan kecewa, saya terburu-buru kembali ke sekolah.
Pas lewat di rumah Asep adik kelas saya yang masih duduk di kelas 3, terdengar suara Asep menjerit, memanggil nama saya dari dalam rumahnya. “Bang, tunggu! Kita berangkat bareng!”, jeritnya. Karena masih diliputi perasaan dongkol, saya tidak tertarik menunggunya, saya pun menjawab ogah-ogahan. “Pupen saya hilang”, kataku datar, sambil terus bergegas. “Pulpen yang ini ya?”, Tanya Asep kemudian, menyorongkan sebuah pupen berwarna merah, sambil bergegas mengejarku dari belakang. Ku tengok pulpen di tangan Asep, tak salah lagi, itulah pulpenku. Aneh, pikirku dalam hati. Saya sama sekali tidak menduga Asep yang menemukan pulpen saya. Waktu saya mengatakan pulpen saya hilang, saya tidak punya maksud bertanya dengannya. Lebih aneh lagi, tak biasanya Asep mengembalikan barang yang dia temukan pada pemiliknya.
0 comments:
Post a Comment