Bebat adalah sejenis keladi, atau keladi itu sendiri, saya kurang tahu pasti. Untuk pastinya lihat saja gambar di atas. Batang bebat menyerupai talas, tetapi tidak mempunyai umbi, dan pertumbuhannya tidak sebesar talas. Bebat umumnya tumbuh di tanah yang basah, di rawa-rawa, di pinggir sungai, di tempat-tempat yang tanahnya gembur. Ciri khas dari tumbuhan ini adalah daunnya yang tidak basah terkena air. (Ingat syair lagu, “Ibarat air di daun keladi, walaupun tergenang tetapi tak meninggalkan bekas ….)
Daun bebat atau keladi ini merupakan salah satu bahan sayuran yang biasa dijadikan masakan oleh masyarakat Krui, baik dimasak sebagai gulai, yang dikenal sebagai gulai bebat, maupun dibuat sejenis pepesan yang dikenal sebagai pandap.
Gulai bebat dibuat dari daun bebat yang masih kuncup (lihat gambar), sedangkan pandap terbuat dari daun bebat yang masih muda yang sudah mekar. Daun bebat yang masih kuncup bertekstur lembut sehingga mudah hancur atau robek, sedangkan daun bebat yang sudah mekar menjadi agak agak kenyal, dan tidak mudah robek. Itulah sebabnya daun bebat yang digulai hancur lebur menyerupai bubur, tidak lagi berbentuk daun.
Untuk membuat gulai bebat diperlukan bumbu-bumbu seperti cabe, garam, kunyit, jahe, dsb dan tentu saja santan kelapa untuk membuat kuahnya. Gulai bebat paling tepat dicampur dengan petai, dan dibubuhi (bahasa Lampung, tighancah, ikan kering (bahasa Krui, iwa nyangu). Gulai bebat bisa tahan dua hingga tiga hari asal dipanaskan dengan baik, dan cenderung semakin lama semakin enak terasa. Sebagian orang mengatakan gulai bebat yang dipanaskan kembali (gulai bebat tangandop) terasa lebih sedap.
Karena bentuknya yang tidak membangkitkan selera, dan menyerupai ... banyak orang yang tidak menyukai gulai yang sangat tradisional Krui ini, termasuk orang Krui sendiri.
0 comments:
Post a Comment