Keakraban (familiarity)
bukan hanya bisa menimbulkan pelecehan (contempt).
Lebih dari itu, keakraban juga bisa menimbulkan kekacauan komunikasi (communication snafus).
Hubungan yang akrab (close knit-ties), diduga banyak membantu dalam komunikasi karena para
pembicara berada dalam konteks yang sama, tapi sebenarnya malah memperbesar
peluang terjadinya kesimpangsiuran dibandingkan dengan pembicaraan dengan orang
yang asing dalam beberapa hal, menurut sebuah penelitian.
Karena kolega dekat dan teman-teman mempunyai
begitu banyak hal yang sama-sama diketahui, mereka sering menggunakan pesan-pesan
yang pendek dan ambigius. Pembicaraan yang maknanya tidak jelas (vague) dan kadang-kadang penuh dengan
jargon-jargon bisa menciptakan salah pengertian.
“Kita sangat terbiasa berbicara dengan
orang-orang yang memang sering berbagi informasi dengan kita, sehingga ketika
kita mempunyai sesuatu yang benar-benar baru untuk dibagi (diceritakan), kita
sering menyampaikannya dengan cara yang kita anggap lawan bicara kita, teman-teman
kita itu, sudah sama-sama tahu,” kata anggota tim studi tersebut Boaz Keyzar,
seorang prikolog pada Universitas Chicago.
Games
komunikasi
Keyzar dan seorang mahasiswa pascasarjananya,
Shali Wu, melatih 40 orang mahasiswa S1 untuk menghapalkan nama-nama buatan dan
deskripsi dari bentuk-bentuk (shapes)
yang aneh. Pada masing-masing pasangan, ditunjuk seorang “direktur” yang harus
mengkomunikasikan identitas dari salah satu dari 24 bentuk (shapes) tersebut. “Lawan bicaranya” atau
orang yang diberitahu tersebut diharuskan menggunakan informasi tersebut untuk
memilih bentuk yang tepat dari tiga gambar yang ada dalam monitor komputer.
Separuh dari lawan bicara hanya mampu mempelajari
enam gambar yang pertama, sedangkan yang lainnya mampu mempelajari 18 gambar
yang pertama. Para pengarah (direktur), yang
telah menghapal semua bentuk gambar, telah mengetahui level pengetahuan dari
pasangan mereka.
Pada pasangan yang akrab, yang paling banyak
berbagi pengetahuan, bercerita, para direkturnya lebih cenderung mengucapkan nama-nama
dan bentuk-bentuk tersebut dengan sekilas dibandingkan dengan pasangan yang
hanya sedikit berbagi pengetahuan, bercerita, di mana para direkturnya
menggambarkan bentuk-bentuk (shapes)
tersebut dengan rinci, secara aktual.
Penggunaan dari label-label esoterik
(istilah-istilah khusus) bisa mengarah pada kebingungan dan memperlambat
komunikasi karena lawan bicara tidak selalu mengenali nama-nama yang kita
ucapkan. Para peserta yang lebih banyak berbagi
pengetahuan, bercerita, dua kali lebih besar kemungkinannya untuk meminta
klarifikasi dibandingkan dengan mereka yang hanya sedkit berbagi pengetahuan,
bercerita.
Keterbatasan bahasa
Bahasa itu sendiri bisa jadi membingungkan.
“Alasan mengapa ini terjadi adalah bahwa bahasa pada umumnya memang mempunyai
sifat ambigius yang melekat,” kata Keyzar pada LiveScience.
Dia mengingatkan sebuah billboard yang ambigius yang berada di dekat sebuah stadion yang
tengah menyelenggarakan konser Rolling Stone malam itu. Billboard tersebut berbunyi, “Hindari LSD malam ini.”
Hmmm? “Mereka sebenarnya sedang berbicara tentang
Lake Shore Drive ,
dan saya yakin si penulis billboard
tersebut tidak menyadari bahwa ini sangat ambigius,” kata Keyzar.
Meskipun miskomunikasi mempunyai konsekuensi
profesional seperti ketinggalan mengikuti rapat atau tidak bisa memenuhi deadline, namun orang-orang tetap tidak
menyadari bahasa mereka yang tidak jelas tersebut, kata Keyzar. “Kita tidak
menyadari bahwa kita mengatakan sesuatu yang ambigius,” katanya, “dan itulah
masalahnya.”
Studi tersebut dirinci dalam jurnal Cognitive Science tertian terbaru. (By
Jeanna Bryner/ Date 01 March 2007, TIME: 03:54 AM ET)
0 comments:
Post a Comment