Ribuan orang memadati lapangan sepakbola di pantai Labuhan
Jukung, Krui, Lampung Barat, pada malam tahun baru, 31 Desember 2011 untuk
menyaksikan acara pertunjukan musik dan untuk sekedar menikmati keramaian,
merayakan malam tahun baru.
Untuk memeriahkan acara penyambutan tahun baru 2012, di
pantai Labuhan Jukung diadakan acara live
musik yang disponsori salah satu merk sepedamotor. Pertunjukan musik pop dan
hip-hop tersebut ditingkahi dengan permainan kembang api di udara yang mendapat sambutan meriah dari masayarakat
Krui. Meski mereka tidak dapat sepenuhnya menikmati musik yang disuguhkan malam
itu—berbeda dengan pertunjukan musik
dangdut, misalnya—namun tak ayal penonton tetap membludak. Display kembang api di udara merupakan salah satu daya tarik tersendiri
yang tidak kalah dengan musik.
Di samping menikmati pertunjukan musik dan kembang api,
sebagian masyarakat lain, terutama anak-anak muda, asik dengan acara mereka
masing-masing, di pinggir pantai. Ada
yang membakar api unggun dan memanggan ikan, ada yang memainkan kembang api,
dan tentu saja ada yang hanya duduk-duduk saja di pinggir pantai menikmati
keramaian.
Rencananya, acara pentas musik tersebut akan diselenggarakan
mulai pukul 10.00 pagi, namun karena cuaca tidak memungkinkan, maka acara siang
hari ditiadakan. Beruntung pada malam harinya cuaca begitu cerah dan mendukung
sehingga acara bisa diselenggarakan dengan meriah sebagaimana mestinya.
Ini bukanlah kali pertamanya masyarakat Krui merayakan acara
menyambut tahun baru dengan begitu meriah. Jika cuaca mengijinkan, setiap tahun
masyarakat Krui selalu merayakan malam tahun baru dengan pelbagai acara yang
biasanya dipusatkan di pantai Labuhan Jukung.
Namun, seperti tahun-tahun sebelumnya pula, kemeriahan acara
malam tahun baru kali ini diwarnai dengan kontroversi, dengan adanya pendapat
sebagian orang yang tidak setuju dengan penyelenggaraan acara untuk memeriahkan
tahun baru Masehi. Sebagian orang melarang—bahkan ada pula yang mengatakan
haram—umat Islam memeriahkan acara tahun baru Masehi, dengan alasan bahwa umat
Islam mempunyai tahun barunya sendiri, yaitu 1 Muharam.
Kenyataan bahwa tahun baru 1 Muharam tidak disambut dengan
demikian meriah membuat sebagian pemuka umat Islam keki. Menurut mereka tidak
sepantasnya umat Islam merayakan tahun baru Masehi dengan demikian meriah dan
melupakan tahun baru Hijriah yang
merupakan acuan penganggalan umat Islam.
Tapi, dalam hal ini, tentu umat Islam tidak bermaksud
melupakan penanggalan Hijriah, tidak sama sekali. Perayaan tahun baru hijriah
(1 Muharam) masih tetap diselenggarakan setiap tahun, juga dengan meriah. Kalau
perayaan tahun baru Masehi terasa lebih meriah, ini adalah masalah proporsi
semata. Tidak bisa dipungkiri, dalam kehidupan kita sehari-hari, kita lebih
banyak menggunakan penanggalan Masehi daripada penanggalan Hijriah. Kita
mencatat tanggal kelahiran kita dengan penanggalan Masehi. Tanggal pernikahan
kita juga menggunakan tanggal Masehi. Tanggal kematian demikian pula. Tanggal
penerbitan KTP, SIM, Ijazah, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, Sertifikat Tanah,
Piagam, dll semuanya menggunakan penanggalan Masehi. Bahkan hari raya Idul
Fitri dan Idul Adha pun ditentukan dengan penanggalan Masehi. Penanggalan
Hijriah nyaris hanya digunakan selama bulan Ramadan saja.
0 comments:
Post a Comment