Tidak peduli berapa lebarpun senyum cerah ceria tanpa
gigi itu, berapa banyak pun mainan yang dijejalkan di ruang mainan di rumah
Anda, berapa sempurna pun foto-foto liburan keluarga itu kelihatannya, namun banyak
anak-anak yang mengalami sejenis stress ketika mereka sedang bertumbuh, yang
menurut seorang peneliti bisa mengendap berkepanjangan hingga usia dewasanya.
Related: Can kids "catch" your stress?
“Jika seorang anak mempunyai kepekaan terhadap penderitaan dalam masa kanak-kanaknya dengan alasan apapun, maka otaknya akan merespon penderitaan seperti itu dengan menjadi lebih peka terhadap stress,” kata Dr. Rajita Sinha, direkturYale Stress
Center , baru-baru ini
pada CNN.
Otak menjadi terprogram untuk bereaksi dengan cara yang lebih kuat, katanya, sehingga membuat orang yang bersangkutan cenderung mempunyai reaksi yang lebih peka terhadap stress dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat serupa itu.
Mengapa stress masa kanak-kanak begitu kuat sehingga mengendap di dalam otak selama berpuluh tahun? Penelitian menunjukkan rasa sakit, penyakit, dan cedera sebagai stressor utama bagi anak-anak. Namun level stress seorang anak bisa meningkat menjadi “parah” selama terjadinya konflik keluarga seperti perceraian, pelecehan, menyaksikan kekerasan, mengalami krisis keuangan, mengalami kematian orang yang dicintai, atau mempunyai orang tua yang kecanduan atau mengalami penyakit mental.
Meski kecemasan (anxiety) merupakan reaksi normal terhadap stress dan boleh jadi tidak apa-apa bagi anak-anak, menurut National Institute of Mental Health, sebagian orang mengalami level anxiety yang berlebihan. Satu dari delapan anak-anak terserang gangguan anxiety, menurut Anxiety Disorders Association of America, termasuk mereka yang dianggap mengalami gangguan stress pasca trauma.
Meski manusia merupakan “hewan yang adaptif,” namun kata Sinha banyak anak-anak yang mengalami stress sebelum kemampuan mereka menghadapi situasi seperti itu berkembang. Penderitaan yang mereka alami dalam masa kanak-kanak mereka membuat stress yang mereka alami ketika dewasa menjadi lebih besar.
Related: Can kids "catch" your stress?
“Jika seorang anak mempunyai kepekaan terhadap penderitaan dalam masa kanak-kanaknya dengan alasan apapun, maka otaknya akan merespon penderitaan seperti itu dengan menjadi lebih peka terhadap stress,” kata Dr. Rajita Sinha, direktur
Otak menjadi terprogram untuk bereaksi dengan cara yang lebih kuat, katanya, sehingga membuat orang yang bersangkutan cenderung mempunyai reaksi yang lebih peka terhadap stress dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat serupa itu.
Mengapa stress masa kanak-kanak begitu kuat sehingga mengendap di dalam otak selama berpuluh tahun? Penelitian menunjukkan rasa sakit, penyakit, dan cedera sebagai stressor utama bagi anak-anak. Namun level stress seorang anak bisa meningkat menjadi “parah” selama terjadinya konflik keluarga seperti perceraian, pelecehan, menyaksikan kekerasan, mengalami krisis keuangan, mengalami kematian orang yang dicintai, atau mempunyai orang tua yang kecanduan atau mengalami penyakit mental.
Meski kecemasan (anxiety) merupakan reaksi normal terhadap stress dan boleh jadi tidak apa-apa bagi anak-anak, menurut National Institute of Mental Health, sebagian orang mengalami level anxiety yang berlebihan. Satu dari delapan anak-anak terserang gangguan anxiety, menurut Anxiety Disorders Association of America, termasuk mereka yang dianggap mengalami gangguan stress pasca trauma.
Meski manusia merupakan “hewan yang adaptif,” namun kata Sinha banyak anak-anak yang mengalami stress sebelum kemampuan mereka menghadapi situasi seperti itu berkembang. Penderitaan yang mereka alami dalam masa kanak-kanak mereka membuat stress yang mereka alami ketika dewasa menjadi lebih besar.
“Jalur stress ini berkembang selama masa
kanak-kanak. Sistem stress memerlukan waktu untuk berkembang dan menjadi
berfungsi secara penuh,” kata Sinha.
Anak-anak kecil yang menderita stress perlu
mendapat perhatian, menurut penelitiannya. Namun dia juga memandang mereka yang
memasuki usia adolesen, yang lebih cenderung mengisolasi diri sendiri, sebagai
orang yang rentan secara khusus terhadap stress. Simptom stress pada remaja
boleh jadi bertingkat mulai dari gangguan tidur hingga makan berlebih hingga
membolos sekolah hingga mengkonsumsi obat-obat penghilang rasa sakit yang
sebenarnya tidak diperlukan.
Meski orang tua tidak mampu sepenuhnya melindungi
anak-anak dari stress—kehidupan anak-anak tersebut di rumah boleh jadi sangat
sempurna tapi boleh jadi mereka menghadapi gangguan di sekolah atau secara
tiba-tiba kakek mereka meninggal dunia karena kanker—namun Sinha mengatakan
para orang tua, guru-guru, dan para pembantu bisa memantu anak-anak membangun
pertahanan dan optimisme ketika anak-anak mengalami stress.
“Jika kemalangan menimpa. Keluarga-keluarga akan
mengalami kesulitan. Tapi jika para orang tua, dan para orang dewasa lainnya
membantu anak-anak mereka dengan cara mengajak mereka bicara tentang trauma
tersebut dan memberi mereka cara mengatasinya, maka anak-anak tersebut akan
lebih mendapat perlindungan dan ketahanan, menghadapi resiko stress.”
Bagaimana cara kita membantu melindungi anak-anak
kita agar tidak berkembang menjadi orang
dewasa yang mengalami stress berlebih?
1. Cari dukungan sosial. Sinha mengatakan bahwa interaksi dengan sesama dan dukungan keluarga adalah jalan utama untuk melindungi anak-anak kita dari resiko stress.
2. Dekati pendidikan dan tantangan intelektual. Anak-anak lebih cenderung bisa mengatasi hal-hal sulit yang mereka hadapi di lingkungan yang sehat seperti di sekolah, katanya dalam laporannya.Para
guru yang mendorong siswa-siswanya berpikir secara abstrak, sebagai contoh,
sebenarnya sedang membantu perkembangan otak anak-anak tersebut yang berguna
bagi anak-anak yang tengah mengalami stress ketika itu dan, mungkin, dalam
jangka panjang.
3. Kembangkan optimisme dan taktik untuk mengatasi emosi.Para orang tua dan orang dewasa lainnya yang terlibat
aktif di dalam kehidupan seorang anak boleh jadi mampu melindungi anak-anak
tersebut dari stress yang berkelanjutan secara signifikan. Sebuah studi di
Universitas Wisconsin -Madison mengungkap bahwa suara seorang ibu,
baik dalam sebuah percakapan langsung atau melalui telepon atau yang dibisikkan
dalam pelukan, bisa menimbulkan respon biokimia yang bisa melegakan anak-anak
yang sedang stress. Studi lainnya tentang 405 anak-anak yang tinggal di kota menunjukkan bahwa latihan
yoga bisa meningkatkan rasa percaya diri dan prestasi pada anak dan mengurangi masalah-masalah seputar tingkah
laku yang berhubungan dengan stress akibat kemiskinan di Los Angeles Tengah
bagian Selatan. Tidur cukup secara teratur juga telah terbukti bisa membantu
anak-anak mengatasi stress mereka secara lebih efektif. Sebagian orang bahkan
berkata bahwa sedikit canda ria dan gurau canda bisa membawa kebaikan bagi anak-anak (dan orang tua). (By Jessica Ashley, Senior Editor, Parenting | Parenting – Wed, Jan 4, 2012 11:50 AM EST)
Read more on Shine:
The most stressed out people in America are...
3 ways to alleviate school anxiety
What are your child's stress symptoms?
1. Cari dukungan sosial. Sinha mengatakan bahwa interaksi dengan sesama dan dukungan keluarga adalah jalan utama untuk melindungi anak-anak kita dari resiko stress.
2. Dekati pendidikan dan tantangan intelektual. Anak-anak lebih cenderung bisa mengatasi hal-hal sulit yang mereka hadapi di lingkungan yang sehat seperti di sekolah, katanya dalam laporannya.
3. Kembangkan optimisme dan taktik untuk mengatasi emosi.
Read more on Shine:
The most stressed out people in America are...
3 ways to alleviate school anxiety
What are your child's stress symptoms?
0 comments:
Post a Comment