Tersebutlah Sahab (45), warga Gunungbatin Baru, Terusan Nunyai, Lampung Tengah, seorang playboy kampung yang suka menghadiri-pesta-pesta, berjoget, nyawer, bersama biduan.
Suatu ketika Sahab menghadiri pesta yang pernikahan anak Rosadi di Dusun Sriagung, Kampung Gunung Menanti, kecamatan Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang Barat, sebuah tempat yang berada cukup jauh dari kampung halamannya, di kabupaten yang berbeda.
Di tempat pesta, Sahab bertemu Indri penyanyi organ tunggal yang merupakan hiburan pesta tersebut. Sahab menyuruh temannya memangil Indri, sementara dia menunggu di sebuah rumah, di samping rumah si empunya jahat, tetapi Indri tidak mememuhi panggilan Sahab. Indri takut karena di sana ada Aipda Avit. Indri takut dimarahi Aipda Avit.
Merasa jengkel karena panggilannya tidak dipenuhi, Sahab datang menghampiri Indri. Keduanya berbincang di samping panggung. Lama berbincang akhirnya keduanya cekcok. Tak lama kemudian Sahab pergi dari sana . Indri menyusul.
Kebetulan keduanya bertemu Aipda Avit. Indri masuk ke sebuah rumah, dan Sahab berbincang dengan Aipda Avit. Tak lama setelah bersalaman keduanya terlihat cekcok pula, dan saling tarik menarik.
Orang-orang yang menyaksikan datang melerai. Namun Aipda Avit memberontak, mengeluarkan senjata api, dan, Dorrr …!!!!! Sahab terjengkang meregang nyawa. Aipda Avit terpana, dia telah membunuh pesaingnya.
Begitulah sekelumit kisah persaingan Aipda Avit dan Sahab dalam memperebutkan Indri sang biduan, seperti yang dimuat di harian Lampung Post, Rabu, 27 April 2011. Aipda Avit rela mengorbankan karirnya sebagai polisi demi untuk mendapatkan cinta Indri. Dan Sahab, dia telah mengorbankan nyawanya.
Kesan apakah yang kita dapat dari Sahab dan Aipda Avit dari cerita di atas. Perbuatan Aipda Avit yang heroik tersebut bisa dimaklumi. Dia masih muda. Mungkin dia masih bujang, masih sendiri. Mungkin Indri adalah cinta sejatinya. Bukankah orang akan melakukan apa saja untuk mempertahankan cinta sejatinya. Tetapi membunuh pesaing dan mengorbankan karir yang sudah sedemikian lama dibina tentu bukanlah penyelesaian yang cerdas dalam menghadapi situasi serupa itu. Apalagi jika dia sudah mempunyai anak istri.
Yang konyol adalah Sahab. Pria beranak beristri yang sudah tidak lagi muda tersebut masih mau-maunya menyabung nyawa demi mendapatkan cinta perempuan yang bukan istrinya. Dan menelantarkan anak istrinya sendiri.
Cerita dari kampungku sendiri lain lagi. Sebutlah Rahmat seorang laki-laki berusia sekitar 48 tahun. Rahmat juga merupakan playboy kampung, alias tukang incar istri orang, atau janda. Reputasi Rahmat di kampungku sudah terkenal. Semua orang sudah tahu. Jika ada perempuan yang ditinggal suaminya, baik untuk sementara maupun untuk selamanya, Rahmat pasti mendekat. Dan sudah banyak perempuan yang terpikat.
Pada suatu ketika Rahmat ketiban sial. Janda yang dia incar terlihat sedang mengobrol dengan seorang laki-laki. Karena cemburu Rahmat mengamuk sejadi-jadinya. Laki-laki itu dihajarnya hingga babak belur. Tidak terima dianiaya, si laki-laki tersebut melapor pada polisi. Rahmat dijebloskan ke penjara. Kasihan. Hanya karena janda. Dan laki-laki itu pun hanya sekedar mengobrol di warung milik janda tersebut, sebagai pembeli, sembari minum kopi yang dibelinya.
Tidak apalah. Tidak perlu saya ceritakan semua. Mungkin Anda juga pernah mendengar cerita serupa lebih banyak dari saya. Mungkin kejadian di tempat Anda lebih seru lagi. Kiranya dua cerita di atas sudah cukup sebagai contoh betapa nafsu yang tak terkendali bisa membawa kita pada kesesatan dan bencana. Dan betapa iman yang kuat diperlukan sebagai bimbingan dan tuntunan hidup.
Pepatah lama mengatakan, ‘sepandai-pandai menyimpan bangkai, akhirnya akan tercium juga’. Tidak ada aib yang bisa disembunyikan selamanya. Tidak ada perbuatan yang salah yang selamanya tidak akan ketahuan. Tidak ada kemampuan manusia menyembunyikan sesuatu jika ‘Tuhan ingin menunjukkan’. Dan jika kita menunggu sampai ‘Tuhan menunjukkan’ aib kita, maka kita akan menuai malu, dan tidak jarang, bencana.
0 comments:
Post a Comment