Anda tentu pernah mendengar ceramah agama Islam melalui TV,
atau secara langsung, yang dibawakan oleh seorang kiai kenamaan, yang namanya
sudah terkenal di seluruh negeri ini. Ketika Anda mendengarkan ceramah dari
sang kiai tersebut, apakah Anda mengira beliau menyampaikan ceramahnya dengan
tulus ikhlas, apakah Anda mengira sang kiai sedang berdakwah, menyebarkan agama
Allah, karena Allah Swt semata, tanpa ada motif-motif lain. Kalau demikian
perkiraan Anda, ada baiknya Anda baca pengalaman seorang kiai yang saya
lampirkan di bawah ini.
Saya sendiri pernah mendengar akan adanya kiai-kiai ternama,
yang sering muncul di TV, yang melakukan ceramah seperti seorang artis
melakukan pertunjukan. Kiai-kiai tersebut menuntut bayaran yang mahal, bahkan
lebih mahal dari bayaran artis penyanyi ternama sekalipun. Dan kalau bayaran
yang mereka minta tidak bisa dipenuhi, mereka tidak akan tampil. Harga mati.
Konon bayaran yang diminta sang kiai bisa mencapai
Rp.50.000.000 untuk sekali tampil. Namun harga tersebut bukanlah harga tetap,
bisa berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi sang kiai, dan tempat acara
tersebut dilangsungkan. Bila tawaran sedang ramai—ingat hukum permintaan dan
penawaran—maka tarif sang kiai pun melambung tinggi. Bila tawaran sedang sepi,
tarifnya turun. Dan semakin jauh tempat yang dituju, semakin tinggi pula bayaran
yang diminta sang kiai.
Benarkah bayaran seorang kiai harus demikian tinggi.
Benarkah ilmu sang kiai begitu mahalnya, sehingga banyak orang yang tidak mampu
membelinya—konon banyak panitia penyelenggara acara yang membatalkan ceramah
dari seorang kiai karena bayaran yang dituntut sang kiai demikian tinggi.
Benarkah begitu banyak biaya yang telah dikeluarkan sang kiai untuk menuntut
ilmu sehingga dia menuntut pengembalian yang demikian besar. Bayangkan, jika
sekali tampil sang kiai dibayar Rp.50 juta, dan jika sebulan dia tampil 20
kali, maka penghasilan sang kiai sebulan mencapai Rp.1 milyar.
Apakah sang kiai lupa bahwa dia mendapatkan ilmunya tersebut
juga dari orang lain, dari guru-gurunya, dan dari buku-buku. Mungkin ada di
antara ilmunya tersebut yang diberikan oleh gurunya dengan cuma-cuma, dengan
tidak mengharapkan imbalan, dengan harapan agar dia kelak bisa menyampaikannya
pula pada orang lain dengan tulus iklhlas, dengan tidak memandang imbalan pula.
Mungkin guru-guru sang kiai tersebut malah hidup melarat. Mungkin pula para
penulis buku tersebut tidak berpenghasilan sebesar penghasilan sang kiai. Dan
mungkin para penulis buku tersebut tidak termotivasi oleh uang. Mungkin pula
mereka tidak dibayar.
Di bawah ini adalah pengalaman pribadi Gene Netto, seorang muallaf asal Selandia Baru yang juga sering
diundang ceramah di pelbagai tempat. Tulisan ini saya ambil dari catatan beliau
yang terbit di Facebook, tanggal 28 Desember, 2011. Berikut adalah tulisan Gene
selengkapnya:
Di bawah ada teman yang bercerita bahwa dia pernah undang
ustadz ceramah dan disuruh bayar tarif 50 juta. Saya punya cerita seperti itu
juga.
Saya pernah dihubungi panita yang mau undang saya ceramah. Mereka kaget sekali waktu saya bilang tidak ada tarif untuk ceramah, padahal orang bule. (Dikira bule pasti pasang tarif, dan pasti lebih besar daripada orang lokal.)
Akhirnya, saya berhasil meyakinkan dia bahwa saya benar2 tidak pasang tarif. Dia ragu2 dan kurang percaya. Setelah sudah yakin, dia bersyukur berkali2 seolah-olah kaget sekali dan hampir tidak percaya. Saya juga merasa kaget dengan reaksinya dan tanya kenapa. Dia bercerita tentang seorang ustadz yang pernah diundang untuk mengisi acara di masjid mereka (Maulid Nabi atau setara dengan itu). Setelah nego2 dengan sang manager, dapat harga sekian puluh juta. Walaupun berat, mereka setuju karena sangat ingin menghadirkan tokoh itu. Mereka bayar DP sekian juta. (Kalau tidak salah ingat, 3 atau 5 juta untuk DP).
Tiga hari sebelum acaranya, manager telfon lagi.
“Maaf Bu, ternyata ada undangan lain dari tivi untuk Pak Ustadz, pada hari dan jam yang sama.”
Kata Ibu itu, “So what gitu lho?
Manager menjawab, “Bayaran dari tivi lebih gede, jadi kalau Ibu masih mau kita datang ke masjid Ibu, harus membayar lebih dari tawaran stasiun tivi itu.”
Ibu jadi bingung. Sudah membuat janji, tapi sekarang karena sang ustadz dapat panggilan dari pihak yang bisa bayar lebih banyak, maka manager minta bayaran tambahan dari jemaah masjid. Tentu saja, mereka tidak sanggup, dan mengatakan tidak mungkin bisa ditambah.
Sang manager mengatakan, “Kalau begitu, maka janji hadir sudah dianggap batal dari pihak kami. Dan Pak Ustadz akan terima undangan masuk tivi saja.”
Ibu tanya kapan bisa dapat kembali uang DP mereka.
“Tidak ada uang kembali. Uang DP sudah hangus.”
Jadi uang yang sudah disetor diambil juga, sekaligus mengingkari janji untuk hadir di masjid mereka. Semuanya demi bayaran lebih tinggi dari tivi dan popularitas dari ummat Islam yang tidak tahu ustadz favorit mereka melakukan hal seperti itu.
Mau tahu kenapa saya malas masuk tivi? Ini salah satu sebabnya. Ustadz yang masuk tivi dengan sangat gampang bisa berubah dan menjadi arogan dan cinta harta seperti itu.
RIWAYAT SINGKAT GENE NETTO: Dari Selandia Baru (& Australia ).
Lulusan Universitas Griffith, Brisbane, Fakultas Kajian Asia & Fakultas
Pendidikan. Masuk Islam tahun 1996, di Jakarta. Sudah 15 tahun menetap di Jakarta , & pindah
kerja setiap beberapa tahun. Masih WNA dan pakai visa. Ingin menjadi penulis
buku full-time, tetapi skg harus kerja lagi karena tidak ada dana/sponsor.
Semua saudara ya lain non-Muslim. Masih belajar agama dan belum
merasa sebagai ustadz. Aktivitas utama: Mengajar bahasa Inggris (tidak aktif).
Menulis buku perbandingan agama Islam-Kristen. Belajar agama. Memberikan
berbagai macam konsultasi seperti agama, muallaf, pendidikan, anak, psikologi
anak, kesehatan, parenting, sosial, politik, bisnis, dsb. lewat email, blog,
dan pertemuan pribadi. Ceramah sewaktu2 (tidak secara rutin). Rencana masa
depan: Terbitkan buku pertama, “Mencari Tuhan, Menemukan Allah” (membandingkan
Kristen dan Islam). Menulis buku tentang Islam di Indonesia, tentang pendidikan
di Indonesia .
Membuat buku dan mainan anak, dan membuat produk pendidikan untuk anak (games,
dll). Tetap seperti biasa, setiap hari, membahas persoalan agama, pendidikan,
sosial, politik, dll., dalam bahasa Indonesia di Blog dan Facebook. (http://www.facebook.com/pages/Gene-Netto/321218826597?sk=info)
0 comments:
Post a Comment