Good Morning America--(ABC News) |
Kathryn Tucker, seorang perawat
manula pada perusahaan asuransi Arizona, baru saja berangkat tidur ketika dia
merasa ada rasa sakit yang menyengat di bagian belakang kepalanya di sebelah
kanan sebelum penglihatannya menghilang dan tubuhnya mengalami mati rasa.
Saudara laki-lakinya ketika itu
sedang bersamanya di apartemen Chandler miliknya di Arizona dan segera membawa
dia ke rumah sakit di mana para dokter menganggapnya hanya mengalami migrain
dengan aura. Namun sebenarnya Tucker, yang baru berusia 26, ini mengalami
stroke.
“Saya sangat ketakutan,” kata
Tucker, yang dikembalikan ke rumah dari ruang ICU pada hari itu juga pada bulan
Juli 2012 tanpa diberi pengobatan medis.
“Saya tertidur selama tiga hari
berturut-turut,” katanya. “Kemudian, ketika saya terbangun, penglihatan saya
memburuk. Semua yang saya lihat seperti mengalami distorsi dan hanya satu
dimensi. Saya mengalami kesulitan untuk berjalan.”
Kesehatannya terus memburuk sehingga
akhirnya dia pergi ke sebuah fasilitas perawatan darurat. Dari sana, dia
dirujuk pada seorang dokter ahli saraf yang kemudian mendiagnosisnya mengalami
stroke.
Sembilan bulan kemudian, saudari
kembarnya, Kimberly Tucker, menderita stroke dengan cara yang persis sama,
kecuali dia mengalami rasa sakit di sebelah kiri. Sebelumnya, Kimberly Tucker
telah meninggalkan sekolahnya di Tucson untuk merawat saudari kembarnya tersebut
setelah dia mengalami stroke. Kemudian pada bulan April, peran mereka berganti.
Kedua gadis keluarga Tucker ini bersaudara
kembar dan tidak mempunyai DNA yang sama. Ada sejarah leuarga mereka mengalami
stroke, namun para dokter tidak yakin akan adanya link genetik hingga dilakukan
pengujian lebih lanjut.
Keduanya menderita stroke pada sisi occipital lobe yang berbeda. Occipital lobe adalah organ yang mengririm
input visual dari otak ke retina.
“Sejujurnya, jarang kami
mengevaluasi dua bersaudari yang sama-sama mengalami stroke hanya dalam jarak
beberpa bulan saja,” kata Dr. Joni Clark, seorang ahli saraf vaskular (vascular neurologist) di Barrow Neurological Institute di Phoenix. “Jika
mereka mempunyai sejarah keluarga yang mengalami stroke, ini tidaklah
mengejutkan. Ini cukup sering terjadi.
Stroke merupakan penyebab kematian
terbesar di Amerika Serikat, yang telah membunuh hampir 130.000 orang Amerika
setiap tahunnya, menurut Pusat Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit, yang tengah
memperingati Bulan Stroke Nasional pada bulan Mei.
Sekitar sepertiga kasus stroke
dipercaya terjadi pada orang yang berusia di bawah 65.
Bagi mereka yang berusia di bawah
45, resiko stroke telah meningkat dari 14 hingga 20 persen, menurut Clark.
“Kami perhatikan hal ini terjadi terutama
di kalangan usia muda yang mempunyai faktor-faktor resiko yang biasanya ditemukan
pada orang tua.
“Di sini di Barrow, kami melihat
adanya pasien stroke dalam jumlah yang sangat besar—dan, dalam pengalaman
pribadi saya, yang anekdotal, saya melihat cukup banyak anak muda yang
mengalami stroke,” kata Clark. “Mayoritas terjadi secara spontan.”
Obesitas, yang bisa mengarah pada
diabetes, tekanan darah tinggi dan kolesterol yang tinggi adalah resiko stroke.
“Anda akan terkejut mengetahui
betapa banyaknya anak muda yang tidak melakukan olahraga,” kata Clark. “Ini
menyedihkan, karena peningkatan kasus stroke ini terjadi karena faktor-faktor
resiko stroke yang lama yang baik yang seharusnya tidak terjadi ketika mereka
masih muda.”
Para dokter mengatakan bahwa gaya
hidup berhubungan dengan meningkatnya insiden stroke di kalangan usia muda. Kathryn
Tucker adalah seorang perokok dan telah berhenti menggunakan alat KB hanya
beberapa minggu sebelum dia mengalami stroke. Dia juga merupakan penderita
migrain.
Ditemukan kemudian bahwa Kathryn
Tucker mempunyai PFO, atau patent foramen
ovale, sebuah lubang kecil di dalam jantung yang boleh jadi memberi
kontribusi pada stroke yang dia alami.
“Ada beberapa hal yang kemungkinan
telah secara bersama-sama membuat Kathryn menjadi beresiko,” kata Clark, yang
merawat Kathryn Tucker, tapi tidak saudarinya.
Kathryn Tucker mengatakan bahwa
sekarang prognosisnya “benar-benar baik” sehingga dia berhenti merokok dan
mulai minum pil.
Si gadis kembar tersebut mengatakan
bahwa mereka juga khawatir tentang kebiasaan mereka minum minuman energi yang
mengandung kafein—tiga hingga empat kali seminggu, meski tidak ada bukti medis
yang mengubungkan minuman tersebut dengan stroke.
“Jangan pernah mengira tubuh Anda kebal
terhadap stroke,” kata Kimberly Tucker, yang hingga kini masih menjalani
therapi. “Kita sering mengira kita tubuh kita kebal hingga terbukti kita tidak.
Hal ini mengajarkan pada kita sebuah pelajaran besar bahwa kita tidak dijamin
kesehatan yang hebat dan kita perlu menjaga tubuh kita.”
Kimberly Tucker, tidak seperti
saudarinya, tidak menderita PFO dan
merupakan seroang pecandu lari.
“Pada hari saya mengalami stroke
saya baru saja lari sejauh 5 km,” katanya. “Ketika itu saya merasa selalu sangat
haus dan pulang ke rumah untuk tidur.”
Ketika dia terbangun, Kimberly
Tucker merasa sakit yang menyengat pada kepala bagian belakang sebelah kirinya.
“Penglihatan saya hampir hilang sama
sekali,’ katanya. “Kata-kata saya tidak bisa dipahami dan tidak bisa
mengemukakan pikiran yang lengkap. Tapi saya tahu saya sedang mengalami
stroke.”
Mengingat apa yang telah dialami
oleh saudari kembarnya, dia segera menghubungi 911, kemudian saudari kembarnya,
yang menyuruhnya meminum obat pengencer darah miliknya, sebuah langkah yang
boleh jadi telah menyelamatkan nyawanya.
“Saya segera tahu saya mengalami
stroke karena waktu itu saya mengalami banyak hal serupa dengan yang dialami
saudari saya,” kata Kimberly Tucker. “Dokter mengatakan pada saya bahwa peluang
saya dan saudari saya mengalami stroke di usia yang semuda ini sama dengan peluang
disambar petir dua kali. Mereka mengira saya hanya menderita dehidrasi atau
sengatan panas (heat stroke).
Kemudian. Para dokter menemukan
bahwa Kimberly Tucker menderita arrhythmia, yang boleh jadi
merupakan sebuah faktor yang berkontribusi bagi stroke yang dialaminya.
Sekarang, kedua gadis kembar itu
baik-baik saja setelah menjalani therapi bicara dan rehabilitasi, meski mereka berdua
masih mengalami gangguan defisit penglihatan dan belum diijinkan mengemudi.
Saya perhatikan tubuh saya masih mengalami beberapa kelemahan ketika
saya merasa lelah,” kata Kathryn Tucker. “Namun, saya baik-baik saja, secara
fisik kembali normal.”
“Kami sangat dekat,” kata Kimberly
Tucker tentang saudari kembarnya. “Saya kira kami selalu dekat, tapi kejadian
ini tentu membuat kami jadi lebih dekat lagi. Jujur saja, dialah satu-satunya
orang yang mengerti karena kami berdua sama-sama mengalaminya.” (By SUSAN DONALDSON JAMES | Good Morning America – Wed,
May 29, 2013 12:16 AM EDT)
http://gma.yahoo.com/arizona-twins-suffer-strokes-26-only-months-apart-041650332--abc-news-health.html
0 comments:
Post a Comment