Waktu sejatinya sesuatu yang bersifat eksak. Kita mengetahui satu bulan terdiri dari 28 sampai 31 hari. Atau satu jam terdiri dari 3.600 detik. Waktu juga bersifat melingkupi sehingga penggunaan kata kerja pada bilangan waktu dianggap kurang tepat. Kita pasti telah familier dengan frasa “menyingkat waktu”, termasuk frasa sejenis seperti “membuang waktu” maupun kebalikannya “mengisi waktu”. Dalam adab kesantunan berbahasa kita, bila hendak membuat janji bertemu sering kita awali dengan frasa “apakah ada waktu (untuk bertemu)?”, demikian tulis Febrie Hastiyanto dalam rubrik Laras Bahasa, Lampung Post, 9 Maret 2011. Selengkapnya ....
Namun, menurut hemat saya, waktu bukanlah sekedar ukuran detik, menit (60 detik), jam (60 menit), hari (24 jam), bulan (30 hari), dan seterusnya, yang sudah mempunyai ketetapan (mutlak) dan tidak bisa diganggu gugat, atau dalam hal ini, sebutlah waktu alami. Namun waktu juga menyangkut durasi, atau lamanya sesuatu berlangsung. Dengan demikian, waktu juga merupakan sesuatu yang kontekstual, yang relatif, yang ukurannya bisa berbeda-beda.
Durasi, menurut KKBI, berarti: 1 lamanya sesuatu berlangsung; rentang waktu; 2 Ling lamanya suatu bunyi diartikulasikan; ber·du·ra·si v berlangsung (dl urutan waktu); memiliki rentang waktu: paket acara TVRI ~ 15 menit ini berkisah tt hal-hal yg umum dibicarakan masyarakat.
Dalam konteks durasi, waktu tidak diukur secara mutlak dalam hitungan detik, menit, jam, hari, dst., tetapi diukur menurut kebiasaan dan asumsi masyarakat yang menggunakannya; menurut pengalaman mereka sehari-hari. Waktu penyelenggaraan pesta tidaklah bisa ditetapkan secara mutlak; tepat jam, menit, dan detiknya, tanpa meleset sedikitpun. Waktu penyelenggaraan pesta biasanya diukur dalam satuan waktu ‘lama’ dan ‘sebentar’ menurut ukuran yang relatif.
Frasa ‘menyingkat waktu’, ‘membuang waktu’, atau ‘mengisi waktu’ seperti di atas tentu digunakan masyarakat dalam konteks durasi, atau menyangkut lamanya sesuatu berlangsung, atau lamanya seseorang melakukan sesuatu, yang diukur menurut adat kebiasaan.
Lamanya (durasi) sebuah pidato tidaklah biasa ditetapkan tepat sampai menit dan detiknya, misalnya, seorang pembawa acara berkata, “Bapak Camat kami persilakan menyampaikan kata sambutan dalam waktu 14 menit, 32 detik,” melainkan diberikan waktu dengan ukuran yang relatif; lama atau sebentar, panjang atau singkat. Alokasi waktu yang relatif lama atau sebentar, panjang atau singkat, tersebut tidak pernah diukur dengan waktu alami, melainkan dengan ukuran rata-rata umumnya sesuatu tersebut berlangsung, atau dilakukan. Dan ukuran rata-rata panjang atau singkat atau lama atau sebentar tersebut tentu sudah diketahui oleh mereka yang menggunakannya, sesuai dengan kebiasaan mereka sehari-hari.
Istilah-istilah seperti ‘menyingkat waktu’, ‘mengisi waktu’, ‘menghemat waktu’ seperti di atas tentulah berhubungan dengan waktu sebagai durasi; lamanya, panjang singkatnya, sesuatu dilakukan, dan lamanya, panjangnya, atau singkatnya sesuatu dilakukan sesungguhnyalah bisa disingkat. Pembawa acara yang mengatakan, “Untuk menyingkat waktu, baiklah saya buka acara ini dengan mengucapkan ….”, sesungguhnya dia sedang membicarakan durasi; dia ingin mengatakan, “Tidak perlu berlama-lama, saya buka acara ini dengan mengucapkan ….”
Demikianlah. Dan untuk menyingkat waktu, saya akhiri tulisan ini sampai di sini.***
4 comments:
He-he-he, trims sudah dikomentari. Dibuatkan artikel sanggahan menarik juga. Dikirim ke lampungpost saya kira dapat dipertimbangkan untuk dimuat.
Waktu dan durasi sesungguhnya bukan perspektif yang berbeda. Durasi merupakan satuan lama waktu. Durasi lama atau singkat bersifat kualitatif. Durasi bersifat kuantitatif bila diukur dengan satuan waktu: jam, menit, detik. Dalam contoh kalimat KBBI durasi juga diukur menurut satuan waktu (menit) yang tidak dapat 'disingkat', 'dibuang', atau 'dihemat'. Jadi durasi juga tidak dihitung menurut satuan budaya yang konstekstual.
Bagaimana?
Salam,
http://hastiyanto.wordpress.com/
http://masmpep.wordpress.com/
Hehehe. Makasih Mas udah ngecek ke sini ...:)
Durasi menurut pengertian yang nomer 1, saya kira tidak dalam ukuran menit, jam, dll tapi menurut ukuran 'lama' dan 'sebentar', 'panjang' dan 'pendek'. 'Lama' dan 'sebentar', 'panjang' dan 'pendek' ini diukur menurut kebiasaan masyarakat yang menggunakannya (ada pidato yang panjang dan ada pula yang pendek, menurut masyarakat tertentu.) Ukuran yang 'panjang' dan 'pendek' inilah yang, saya kira, bisa disingkat.
Oke, oke. Kapan-kapan mampir ke blog saya ya. Ada tiga esai tentang bahasa. Bisa dikomentari.
Salam.
Maskasih Mas. Kemarin saya udah mampir, tapi belum sempat kasih komentar. Lain kali saya akan mapir lagi ....
Salam
Post a Comment