Konversi minyak tanah ke gas tidak secara otomatis membuat
semua rumah tangga beralih ke gas. Ada
banyak hal yang menjadi pertimbangan ibu-ibu rumah tangga sebelum memutuskan
beralih ke gas. Kecelakaan kompor gas yang banyak diberitakan di media nasional
beberapa waktu lalu adalah salah satu bahan pertimbangan yang perlu dipikirkan
matang, di samping isu soal harga, yang meski secara ekonomis lebih murah dari
minyak tanah, tapi tetap saja mahal bagi sebagian masyarakat.
Di Krui, Lampung Barat, konversi minyak tanah ke gas tidak
membuat ibu-ibu rumah tangga seluruhnya beralih menggunakan kompor gas,
sebagian malah beralih ke kayu. Ironisnya, rumah tangga yang sebelumnya tidak
pernah memasak menggunakan kayu, kini beralih menggunakan kayu, justru setelah
program konversi tersebut diberlakukan. Sebagian rumah tangga beralih
menggunakan kayu secara keseluruhan, sebagian lain menggunakan kayu sebagian,
dipadukan dengan kompor gas dan minyak tanah.
Program konversi minyak tanah ke gas menjadi dilema bagi
sebagian rumah tangga di wilayah ini. Banyak ibu-ibu rumah tangga yang tidak
siap menggunakan kompor gas, dengan alasan keamanan dan kepraktisan. Penggunaan
kompor gas yang menuntut ketelitian dan kejelian membuat mereka yang terbiasa
ceroboh waswas dan merasa tidak nyaman ketika sedang memasak.
Di samping itu, ketersediaan dan harga gas juga sering kali
mengalami kendala pasang surut. Ketika terjadi kelangkaan gas beberapa waktu
yang lalu, harga gas 3 kg sempat naik hingga Rp.30.000 dari sebelumnya
Rp.18.000, sedangkan harga gas 12 kg melambung menjadi Rp.125.000 dari
sebelumnya Rp.90.000.
Wilayah kota
Krui dan sekitarnya yang berdekatan dengan hutan damar memungkinkan masyarakat
memperoleh kayu bakar dengan mudah dan murah. Setiap hari ada saja dahan mati
yang bisa dijadikan kayu bakar. Sebagian masyarakat mencari sendiri kayu bakar
ke hutan, sebagian lainnya membelinya dari pengumpul dengan harga yang relatif
murah.
Sedangkan masyarakat yang tinggal di pinggir pantai umumnya
enggan mencari kayu bakar ke hutan karena jarak hutan relatif jauh dari tempat
tinggal mereka. Sebagai gantinya, mereka mencari kayu yang terdampar di pantai,
yang hanyut terbawa arus sungai ketika banjir terjadi.
0 comments:
Post a Comment