Dengan film blockbuster Hollywood Transcendence sedang ditayangkan di bioskop, di mana Johny Depp dan Morgan Freeman berselisih pandangan tentang masa depan kemanusiaan, timbul godaan untuk menolak pandangan bahwa mesin-mesin pintar itu hanyalah bagian dari fiksi-ilmiah semata. Tapi mesin-mesin pintar ini bisa merupakan sebuah kesalahan, dan mungkin merupakan kesalahan kita yang paling buruk sepanjang sejarah.
Penelitian tentang Artificial-intelligence (AI) kini mendapat kemajuan pesat. Landmarks masa kini seperti mobil yang bisa menyetir sendiri, kemenangan komputer dalam kuis Jeopardy! di TV dan personal asisten digital Siri, Google Now dan Cortana hanyalah merupakan gejala-gejala perlombaan IT yang dipicu oleh investasi-investasi yang belum pernah ada sebelumnya dan pembangunan yang mempunyai landasan teoritis yang semakin matang. Pencapaian-pencapaian seperti ini mungkin akan menjadi kurang penting dibandingkan dengan apa yang mungkin bisa dicapai dengan AI dalam dekade-dekade mendatang.
Manfaat yang ditimbulkan AI besar sekali; segala sesuatu yang ditawarkan oleh kebudayaan adalah produk dari intelijensi manusia; kita tidak bisa memprediksi apa yang mungkin kita dapat ketika intelijensi ini diperbesar dengan alat yang mungkin terdapat pada AI, tetapi penghapusan perang, penyakit, dan pengentasan kemiskinan tentu akan menjadi prioritas utama dalam daftar semua orang. Keberhasilan dalam mencipta AI akan merupakan peristiwa paling besar dalam sejarah manusia.
Namun sayangnya, manfaat serupa itu boleh jadi juga merupakan proritas terakhir dalam daftar, kecuali kita mempelajari bagaimana cara menghindari resiko-resiko yang mungkin timbul dari AI tersebut. Dalam waktu dekat, militer di berbagai negara dunia kini sedang mempertimbangkan sistem persenjataan otonom yang bisa memilih dan mengeliminasi sasaran; PBB dan Human Rights Watch mendorong diciptakannya kesepakatan melarang senjata seperti itu. Dalam jangka menengah, seperti yang ditekankan oleh Erik Brynjolfsson dan Andrew McAfee dalam The Second Machine Age, AI bisa mengubah perekonomian dan bisa menciptakan kemakmuran yang besar atau kehancuran yang besar.
Melihat lebih jauh ke depan, tidak ada batas fundamental terhadap apa yang bisa dicapai: tidak ada hukum fisik yang bisa menghalangi organisasi partikel-pertikel dalam berbagai cara yang bisa menciptakan komputasi yang jauh lebih maju lagi daripada susunan partikel-pertikel yang ada di dalam otak manusia. Transisi yang eskplosif mungkin saja terjadi, meski caranya berbeda dengan yang ada di dalam film: seperti yang disadari oleh Irving Good pada tahun 1965, mesin-mesin yang mempunyai intelijensi manusia super bisa secara berulang-ulang memperbaiki desain mereka ke arah yang lebih maju, hingga memicu apa yang disebut oleh Vinge sebagai “singularitas” dan oleh peran yang dimainkan Johny Depp sebagai “transcendence”.
Seseorang bisa membayangkan teknologi seperti itu melampaui kecerdasan pasar uang, mengalahkan temuan-temuan para peneliti manusia, mengalahkan kemampuan para pemimpin manusia, dan mengembangkan persenjataan yang bahkan tidak bisa kita mengerti. Sementara dampak jangka pendek dari AI tergantung pada siapa yang mengendalikannya, dampak jangka panjangnya tergantung pada apakah AI itu bisa dikendalikan atau tidak.
Jadi, menghadapi masa depan yang mungkin penuh
dengan manfaat dan juga resiko yang tak terhitung, para ahli secara meyakinkan
melakukan segala sesuatu yang mungkin dilakukan untuk memastikan hasil terbaik,
bukan? Salah. Jika makhluk alien yang superior mengirim pada kita sebuah pesan
yang berbunyi, “Kami akan tiba beberapa dekade lagi,” akankah kita hanya
menjawab, “OK, hubungi kami ketika Anda sudah tiba di sini—kita akan membiarkan
lampu-lampu tetap hidup? Mungkin tidak—tapi beginilah lebih kurangnya apa yang
terjadi dengan AI. Meski kita sedang menghadapi sesuatu yang mungkin terbaik
atau terburuk yang akan terjadi pada kemanusiaan sepanjang sejarah, penelitian
yang sedikit serius didedikasikan terhadap isu-isu ini di luar lembaga-lembaga
non-profit seperti Cambridge Centre for
the Study of Existential Risk, the Future of Humanity
Institute, the Machine Intelligence Research
Institute, dan the Future of Life Institute. Kita semua
harus bertanya pada diri kita sendiri apa yang bisa kita lakukan sekarang untuk
memperbaiki peluang menuai manfaat dan menghindari berbagai resiko dari AI. (Stephen
Hawking , Stuart
Russell , Max
Tegmark , Frank
Wilczek )
Stephen Hawking adalah direktur riset di Jurusan Matematika Terapan dan Fisika Teoritis di Cambridge dan seorang pemenang Anugerah Fisika Fundamental untuk karyanya tentang gravitasi kuantum. Stuart Russell adalah seorang profesor ilmu komputer di Universitas California, Berkeley dan co-author dari buku 'Artificial Intelligence: A Modern Approach'. Max Tegmark adalah seorang profesor fisika di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan penulis buku 'Our Mathematical Universe'. Frank Wilczek adalah seorang profesor fisika di MIT dan seorang pemenang Nobel tahun 2004 untuk karyanya tentang gaya nuklir kuat (strong nuclear force).
http://www.independent.co.uk/news/science/stephen-hawking-transcendence-looks-at-the-implications-of-artificial-intelligence--but-are-we-taking-ai-seriously-enough-9313474.html
1 comments:
saya percaya Alien ADA.....
Post a Comment