Indahnya persahabatan akan tercipta jika ada saling pengertian, saling memahami keadaan. Indahnya persahabatan akan tercipta jika ada keikhlasan, tanpa pamrih. Indahnya persahabatan akan tercipta jika rasa saling memaafkan, tanpa dendam.
Indahnya persahabatan adalah apa yang dirasakan Benu pada Brian.
Benu adalah orang kampung asli, sedangkan Brian adalah orang Amerika, tepatnya Hawaii. Pertemuan mereka terjadi karena Brian datang ke kota Benu, sebagai turis.
Kesukaan Benu berbicara bahasa Inggris telah mempertemukan mereka, pertama kali, di tempat Brian menginap, di sebuah penginapan kecil, sekelas losmen.
Benu memang suka hang out di situ, untuk mempraktikkan bahasa Inggrisnya. Setiap ada turis menginap di sana, dia pasti datang, untuk sekedar menyapa halo, atau kalau si turis ada waktu banyak, dan suka berbicara, mengobrol panjang lebar, tentang apa saja, tentang dunia ini. Kadang-kadang, pembicaraan melebar sampai masalah-masalah politik, ekonomi, iptek ,dsb, yang tidak sepenuhnya dimengerti oleh Benu.
Jika pembicaraannya panjang lebar, Benu lebih banyak mendengarkan, dan berpura-pura mengerti, sehingga sering kali si turis bertanya, “Can you follow?” Biasanya Benu menjawab, “Yes”, dan kadang-kadang juga “No,” sambil tertawa. Tak apalah, hitung-hitung melatih listening.Memang sulit memahami sepenuhnya native speaker yang berbicara kepada kita seperti dia berbicara pada ibunya sendiri. Tapi Benu bersyukur mereka mau berbicara padanya. Dan, kebetulan, turis-turis bule yang berkunjung ke kotanya pada enak diajak berbicara.
Hasil dari kesukaan Benu berbicara bahasa Inggris ini cukup signifikan. Pertama kali berbicara dulu, dia sempat kaget, mendapati betapa jelek pronunciation-nya. Kini, keadaannya semakin membaik. Dulu, dia tidak bisa melafalkan p, f dan v dengan baik. Maklum, sewaktu sekolah, dia tidak pernah memperhatikan masalah itu, karena dia kira tidak penting. Baru setelah dia berbicara dengan native speaker, dia menyadari betapa pentingnya pelafalan yang benar. Lafal “v” yang diganti dengan “p” tidak akan dimengerti oleh native speaker. Benu pernah mengalaminya, ketika dia melafalkan kata “novel” menjadi “nopel”, “free” menjadi “pree”, “fun” menjadi “pun”, dsb.
Kini, tak jarang tulis bertanya “Where do you learn English?,” padanya, demi menyadari betapa bagusnya bahasa Inggris yang dia punya, dibandingkan dengan orang-orang lain di kotanya, tentu saja.
***
Sejak kedatangannya yang pertama kali dulu, sekitar lima tahun lalu, setiap tahun, bahkan setahun dua kali, Brian datang ke kotanya Benu.
Berbeda dengan turis-turis lainnya, Brian ini betah membawa barang banyak. Semua yang bisa dia angkut, dia bawa, mulai dari gelas minum, saringan teh, sampai kotak pendingin minuman yang ukurannya sebesar baskom pun dia bawa. Bahkan, bukan hanya barang-barang keperluannya sendiri yang dia bawa. Pernah, dulu, dia membawa puluhan kacamata baca, yang dia beli seharga satu dollar di Hawaii, untuk dibagi-bagikan pada orang kampung.
Pernah pula dia membawa satu koper besar pakaian dan dibagi-bagikannya secara gratis, pada siapa saja yang dia temui.
Setiap kali datang, dia membeli VCD player untuk disambungkan ke pesawat TV di kamarnya, untuk menonton film dan mendengar musik, di kala senggang.
Untuk Petti, pacarnya, sudah tak terhitung apa saja dan berapa yang pernah dia berikan. Dia pernah membantu Petti merehab rumahnya. Dia pernah memberi Petti uang untuk modal usaha buka warung. Dia pernah membelikan anak Petti yang masih di SD sepeda. Dia pernah membantu ibu Petti. Pokoknya, sudah tak terhitung.
Tapi dasar cewek matre—tepatnya janda matre—Petti tak pernah berhenti meminta, hingga suatu saat terjadi keributan besar di antara keduanya, entah gara-gara apa, mungkin karena Petti meminta uang lagi, pada saat Brian sedang mabuk, mungkin. Kemudian, setelah keributan itu, mereka berdua putus, tak saling temu lagi. Brian berhenti bertanya tentang Petti. Petti pun berhenti bertanya tentang Brian. Tak masalah bagi Petti, toh, dia sudah mendapat banyak.
***
Benu adalah orang pertama yang dikenal Brian di kota ini, yang terhitung sebagai teman, setelah Di, si manajer hotel. Kemudian ada Abe yang juga jadi teman Brian. Lalu Petti yang kemudian jadi pacarnya.
Benulah yang pertama kali mengantar Brian ke segala penjuru di wilayahnya, mencari ombak yang cocok untuk berselancar, ke warung makan, ke pasar, dengan sepeda motor bututnya, hingga akhirnya Brian bisa menemukan jalan sendiri. Tidak ada yang didapat Benu untuk semua itu selain sebuah kamera digital usang dua mega pixel, dan beberapa potong pakaian. Tapi tak apa bagi Benu, toh, dia melakukan itu dengan ikhlas. Dari semula niatnya memang bukan untuk mencari uang, tapi membantu, sembari belajar bahasa Inggris.
Benu jugalah yang menjadi penerjemah untuk Brian–dengan sekuat tenaga tentunya–jika ada hal-hal penting, termasuk menerjemahkan percakapan antara dia dengan Petti, termasuk menerjemahkan pertengkaran mereka.
Benu memang tidak suka meminta-minta, meski pun dia merasa berjasa. Juga ketika Brian akan kembali, saat mana, biasanya, dia membagi-bagikan barang-barang yang dia punya; VCD playeruntuk Dir, si manajer hotel, HP untuk room boy, iPod untuk Abe, dan lain-lain, misalnya.***
0 comments:
Post a Comment