Lalat

www.maricopa.gov
Lalat adalah masalah sanitasi yang tak pernah selesai, tampaknya. Di mana-mana ada lalat; di rumah, di pasar, di sekolah, dan bahkan di rumah makan. Kehidupan sehari-hari kita seperti tak lepas dari lalat, dikerubungi lalat, dan terancam oleh lalat. Betapa tidak, lalat adalah sejenis serangga konon bisa membawa penyakit.

Lalat telah lama dikenal sebagai pembawa penyakit. Di antara penyakit yang paling penting adalah disentri, diare kolera, tifus, diare anak-anak atau diare musim panas, sakit mata, TBC dan cacar. Selain itu, diperkirakan ada sekitar 25 penyakit lain yang dapat ditularkan oleh lalat, termasuk cacing kremi, cacing gelang dan cacing pitaSeekor lalat dapat membawa 4.000.000 bakteri pada tubuhnya dan lebih dari 28.000.000 di dalam perutnya. (maricopa.gov)

Lalat menyukai tempat-tempat yang kotor dan bau. WC yang tidak bersih pasti ada lalatnya. Begitu juga dapur, kamar tidur, ruang tamu, pasti ada lalat jika kebersihannya  tidak terjaga. Pasar atau warung yang jorok pastilah ada lalatnya pula, yang tentu membuat suasana jadi tidak nyaman.

Dan suasana tidak nyaman dan jorok itu akan lebih terasa jika lalat-lalat itu berada di warung makan atau di rumah makan. Bayangkan jika nasi yang akan Anda makan, atau lauk, atau minuman Anda dihinggapi lalat, pasti akan timbul perasaan jijik. Dan akan lebih jijik lagi jika Anda bayangkan bahwa lalat-lalat tersebut telah hinggap di WC sebelum mereka singgah di hidangan yang akan Anda makan, misalnya.

Dan hingga kini, kemungkinan Anda akan menemui lalat di warung makan atau di rumah makan masih besar. Di mana-mana, warung makan dan rumah makan masih banyak lalat. Bukan hanya warung makan sekelas warteg di pinggir jalan, rumah makan berkelas yang sering dikunjungi para selebriti pun masih ada lalatnya. Mungkin kalau warung makan pinggir jalan masih bisa dimaklumi, tempatnya yang jorok dan pengelolanya yang ceroboh memang tempat ideal bagi lalat berkoloni. Tapi kalau rumah makan kelas menengah, yang berada di tempat yang eksklusif, dengan bangunan yang bagus, ternyata masih ada lalatnya, tentu hal itu tidak bisa ditolerir.

Sebuah rumah makan di Ibu Kota sebuah provinsi yang cukup bagus, cukup berkelas, yang sering dikunjungi para selebriti adalah sebuah contoh. Rumah makan yang dengan bangga memajang foto-foto selebriti Ibu Kota yang pernah makan di sana, di dindingnya, ini ternyata tidak bisa mengatasi masalah lalat. Hidangannya yang cukup sedap dan menarik jadi kurang menggugah selera karena dihinggapi lalat. Pelanggan jadi tidak nyaman karena harus berjuang mengusir lalat sambil makan. Usaha mereka menarik pengunjung dengan menata ruangan dengan menarik dengan taman dan tanaman yang asri jadi ternodai oleh lalat-lalat yang berkeliaran. Lalat dan suasana yang menarik menjadi sebuah kontras yang memilukan.

Lalat tentu identik dengan tempat-tempat yang kotor dan bau. Jika warung makan ada lalatnya, itu berarti warung makan tersebut kotor dan bau. Tempat yang bersih dan tidak bau tidak akan ada lalat karena tidak ada daya tarik bagi lalat untuk berkunjung.

Tidakkah pengelola warung makan dan rumah makan menyadari hal ini. kebersihan seharusnya menjadi sebuah investasi yang tak ternilai bagi mereka. Tidak ada gunanya tempat yang mewah dengan gedung yang bagus kalau banyak lalatnya. Tidak ada gunanya makanan yang enak, pelayanan yang ramah, suasana yang sejuk, kalau lalat-lalat masih berkeliaran. Yang pertama-tama perlu diperhatikan oleh pengelola warung makan dan restoran adalah masalah kebersihan, baru kemudian hidangan dan pelayanan.

Ini pulalah yang sering dikeluhkan oleh wisawatan asing yang berkunjung ke tempat-tempat terpencil, seperti di Krui, Lampung Barat ini.

Seorang wisatawan pernah mengeluh pada saya bahwa dia kapok makan di sebuah warung makan (dia menyebut sebuah nama) karena warung makan tersebut banyak lalatnya, sehingga dia pindah ke rumah makan lain, yang ternyata masih ada lalat juga, meski lebih sedikit.

Mungkin itulah sebabnya wisatawan sekarang lebih suka mengelola makanan mereka sendiri. Kamp-kamp wisatawan (surf camps) sekarang lebih suka menyediakan masakan mereka sendiri untuk para tamunya daripada membiarkan tamunya makan di luar. Kini tidak ada lagi turis yang tinggal di kamp yang makan di luar. Alasannya tentu selain makanan di kamp lebih sedap, kebersihannya pun lebih terjaga. Tapi bukannya tidak mungkin mereka ingin mencoba masakan di luar, yang asli setempat, sebagai variasi. Pasti lama-lama mereka bosan juga dengan masakan kamp yang setiap hari mereka makan, tapi apa daya hidangan di luar ternyata jorok dan banyak lalatnya.

Sebagai antisipasi ke depan hendaknya ini dipikirkan oleh pengelola dan pemilik warung makan. Kalau tidak, Anda akan kecele dan tidak dapat keuntungan apa-apa dari kunjungan wisawatan itu.***

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger