Uji Kompetensi, Apa pula Itu?

Mungkin begitulah pertanyaan yang timbul di benak para guru ketika mendengar berita bahwa mulai tahun 2011 ini, pemerintah berencana melaksanakan uji kompetensi bagi guru-guru yang telah lulus program sertifikasi (sudah bersertifikat). Artinya, guru-guru yang sudah lulus program sertifikasi guru dalam jabatan, atau sudah bersertifikat, akan diuji kembali kompetensinya. Apabila mereka tidak lulus dalam ujian ini, maka mereka diharuskan mengikuti pendidikan dan latihan (diklat). Setelah diklat selesai, mereka diharuskan mengikuti uji kompetensi kembali. Dan apabila mereka tidak lulus dalam uji kompetensi yang kedua ini, maka mereka akan direkomendasikan untuk dihentikan tunjangan profesinya, dan diberhentikan sebagai guru.

Pemerintah rupanya tak kehilangan akal untuk memajukan pendidikan di tanah air kita ini. Uji kompetensi ini adalah program ke-dua yang dijalankan untuk peningkatan mutu pendidikan, setelah program sertifikasi guru yang diragukan efektifitasnya itu. Dan program ke-dua ini pun, sebagaimana program yang pertama, tentu memakan biaya, waktu, dan tenaga yang tidak sedikit. Kalau dijumlahkan, dana, waktu, dan tenaga yang dicurahkan untuk pelaksanaa kedua program tersebut sudah bukan alang kepalang besarnya.

Program yang kedua ini mungkin adalah koreksi dari program yang pertama, dengan kata lain, program yang pertama dianggap tidak berhasil guna dalam meningkatkan mutu pendidikan. Akankah program yang ke-dua ini berhasil meningkatkan mutu pendidikan kita, tentu kita berhak meragukannya pula.  

Sama dengan program yang pertama, program yang ke-dua ini pun menganggap guru sebagai komponen yang paling krusial, yang paling menentukan mutu  pendidikan, yang harus segera diperbaiki, yang kalau tidak, maka akan hancurlah dunia pendidikan kita.

Padahal, kita sudah sama-sama mengetahui bahwa guru bukanlah unsur utama sebagai penentu kualitas pendidikan. Unsur yang utama adalah murid itu sendiri sebagai bahan mentah. Baik atau tidaknya, bermutu atau tidaknya sebuah produk, tentu lebih banyak ditentukan oleh bahan mentahnya. Mana ada sekolah unggulan, RSBI, SBI, yang berani menerima siswa yang asal, yang tidak unggul. Itu artinya guru sebenarnya tidak berdaya dalam menghasilkan produk pendidikan yang bermutu dengan sendirinya, tanpa bahan mentah yang berkualitas. 

Naïf jika dikatakan bahwa pendidikan akan bermutu jika gurunya bermutu. Pendidikan akan bermutu jika semua unsur yang terlibat dalam pendidikan itu bermutu, dan guru adalah salah satu bagian dari unsur tersebut.

Mengkoreksi mutu guru semata tanpa diikuti dengan koreksi atas mutu unsur-unsur yang lainnya, seperti input, kurikulum, fasilitas, sistem pendidikan, dll tidak akan banyak berhasil guna dalam peningkatan mutu pendidikan. Dan dalam hal ini, input adalah yang terpenting. Input dunia pendidikan kita sejauh ini masih rendah karena merupakan produk dari masyarakat yang secara sosial ekonomi belum maju.

Tampaknya, program yang ke-dua ini adalah semata wujud dari ketidakrelaan pemerintah atas program peningkatan kesejahteraan guru yang telah direalisasikan melalui pemberian tunjangan profesional setelah guru lulus uji sertifikasi.

Berbeda dengan program remunerasi bagi pegawai departemen yang lain yang ditujukan semata-mata untuk menghindari korupsi, program peningkatan kesejahteraan guru melalui pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan disertai tuntutan peningkatan mutu guru yang dramatis, yang kadang-kadang melampaui kemampuan guru itu sendiri, yang boleh jadi melampaui ambang ‘passing grade’ dalam test penerimaan mereka sebagai guru dahulu.

Tidak fair jika pemerintah menuntut mutu guru dalam jabatan yang melebihi ambang ‘passing grade’ mereka untuk diterima sebagai guru dahulu. Kalau pemerintah mau menuntut mutu lebih, mengapa mereka dulu diterima dengan standar yang ‘kurang’, misalnya.

Program sertifikasi guru dalam jabatan, uji kompetensi guru, atau apa pun itu tentu baik untuk meningkatkan mutu guru, tapi ancaman pencabutan tunjangan dan penghentian pekerjaan sebagai guru adalah teror yang menciptakan suasana tidak tenang.

Saya setuju dengan salah seorang tokoh pendidikan Lampung yang mengatakan bahwa pendidikan harus berlangsung dalam suasana yang tenang, dalam koran ini beberapa waktu lalu.

Meningkatkan mutu diri adalah kodrat setiap makhluk hidup. Tidak ada makhluk hidup yang secara sadar tidak ingin berusaha meningkatkan mutu dirinya. Tapi suasana yang tidak tenang tentu tidak kondusif untuk itu.***

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger