Melongok Pusat Penangkaran Penyu di Lampung Barat


PENYU terancam punah. Jumlahnya, dari waktu ke waktu, cenderung menyusut. Hal ini terjadi karena karena adanya perburuan penyu oleh manusia, untuk dimakan dagingnya, atau telurnya. Kebiasaan penyu mengubur telurnya di pasir, di pinggir laut, memudahkan masyarakat menemukannya. Apalagi, belakangan ini, jumlah penduduk yang tinggal di dekat pantai, semakin banyak.

Data tahun 2006 menunjukan, empat jenis penyu yang biasa mendarat di pesisir Lampung Barat tinggal 165 ekor saja, yang terdiri atas penyu hijau 30 ekor, Penyu sisik 30 ekor, penyu belimbing 15 ekor, dan penyu lekang 90 ekor. (tribunlampung.co.id/26 Juli 2009).

Kepala Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Barat Imam Pujono mengatakan, hasil survei tahun 2008, populasi penyu indukan di sepanjang pantai pesisir Lampung Barat hanya tinggal 400 ekor. (Lampung Post, Kamis, 14 januari 2011). 

Untuk itu, pemerintah telah mendirikan Balai Konservasi Laut Daerah Kabupaten Lampung Barat, yang salah satu tujuannya adalah untuk melindungi penyu dari kepunahan. Di samping itu, Balai Konservasi Laut ini juga bertugas melindungi lumba-lumba, terumbu karang, dan ekowisata bahari.

Dari 7 jenis penyu yang ada di dunia, 5 di antaranya hidup dan berkembang biak di Kabupaten Lampung Barat. Kelima jenis penyu ini adalah 1) Penyu Sisik (Erethmochelys Imbricata) 2) Penyu Hijau (Chelonia Mydas) 3) Penyu Belimbing (Dermochelys Coreacea) 4) Penyu Lekang (Lepidochelys Olivaceae) 5) Penyu Tempayan (Caretta Caretta).

Kelima jenis penyu inilah yang coba dilindungi oleh Balai Konservasi Laut, Kabupaten Lampung Barat. Untuk itu Balai Konservasi tersebut telah membentuk sebuah sebuah Kelompok Penangkar Penyu yang berafiliasi dengan mereka, yang anggotanya terdiri dari masyarakat setempat. 



Menurut Pak Akhyar ketua Kelompok Penangkar dan Pelestari Penyu, Pekon Sukamaju, Muara Tembulih, Kecamatan Ngambur, Kabupaten Lampung Barat, yang berafiliasi dengan Balai Konservasi ini, sejauh ini mereka hanya mengusahakan menangkar tiga jenis penyu. Penyu Hijau dan Penyu Belimbing agak sulit ditangkar karena kedua jenis penyu ini tidak mau makan pur seperti penyu-penyu lainnya. “Penyu Hijau dan Penyu Belimbing cuma mau makan ikan yang dipotong kecil-kecil”, katanya. “Kita kewalahan kalau setiap hari harus menyediakan ikan untuk penyu-penyu itu”, tambahnya. “Itulah sebabnya, dalam kolam penangkaran ini hanya ada Penyu Lekang, karena penyu ini mau makan pur, jadi tidak terlalu sulit menangkarnya,” katanya. Sedangkan Penyu Tempayan dan Penyu Sisik waktu itu masih kosong.
Di dalam kolam penampungan penyu itu, memang cuma terdapat Penyu Lekang, terpisah dalam dua bak. Beberapa ekor Penyu Lekang umur dua bulan, dalam satu kolam, dan dua ekor Penyu Lekang umur sepuluh bulan, di dalam kolam yang berbeda. “Penyu Sisik dan Penyu Tempayan sudah kami lepas. Sedianya penyu-penyu ini siap dilepas pada umur enam bulan. Tapi dua ekor yang berumur sepuluh bulan ini sengaja saya tahan, sebagai contoh”, kata Pak Akhyar.
Ternyata penyu umur sepuluh bulan itu tidaklah terlalu besar, cuma sebesar telapak tangan orang dewasa. Entah bagaimana perkembangannya kalau mereka hidup di alam bebas.

Kolam penangkaran ini terletak dalam gedung khusus yang dikunci, supaya aman dari tangan-tangan jahil.

Tak jauh dari gedung penangkaran ini, di pasir pantai, terdapat dua petak berpagar bambu kira-kira berukuran 2 x 3 meter, tempat menetaskan telu-telur penyu.

“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Kita mengharapkan partisipasi masyarakat”, kata Pak Akhyar. Pak Akhyar dan kelompoknya mengharapkan kesadaran masyarakat untuk menyerahkan telur-telur penyu yang mereka temukan pada kelompoknya, untuk ditetaskan dan ditangkar. Untuk itu, sebagai penghargaan, Pak Akhyar dan kelompoknya akan membeli separuh dari telur-telur penyu itu seharga Rp.2.000 sebutir, sedangkan separuh sisanya diminta kesediaan masyarakat untuk memberikannya secara gratis sebagai bentuk partisipasi mereka. “Tanpa ada kesadaran masyarakat yang demikian, sulit untuk melestarikan penyu-penyu ini”, tambahnya.

Dari mana Pak Akhyar dan kelompoknya mendapatkan dana untuk membeli telur-telur itu, dan untuk memberi makan penyu-penyu yang ada dalam penangkaran, inilah yang menarik. Selama ini Pak Akhyar dan kelompoknya mendapat suntikan dana dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. Tapi mulai tahun 2010 ini dana itu distop.

“Mereka mengharapkan kita mandiri”, katanya. Mandiri berarti mereka harus mencari dana sendiri, dengan memberdayakan fasilitas yang ada, atau bila perlu, merogoh kantong sendiri, sebuah cara yang miris mengingat Pak Akhyar dan anggota kelompoknya yang lain bukanlah orang-orang berduit. Pak Akhyar adalah seorang pensiunan guru, sedangkan anggota kelompoknya yang lain hanyalah petani biasa.


Di dalam kompleks Balai Konservasi seluas 2.164 meter persegi ini, memang ada sebuah penginapan yang terdiri dari empat kamar, yang bisa disewakan, untuk para peneliti, turis, atau siapa saja yang berminat mengisi liburannya di sini. Tarifnya tidak mahal, hanya Rp.50.000 untuk satu kamar pribadi, dan Rp.100.000 untuk satu kamar berombongan. Tapi jarang sekali ada orang mau menginap di sini. Kalau tidak ada rombongan peneliti, tidak ada yang menginap. Menurut Pak Akhyar, belum tentu sebulan sekali ada yang menginap di sini. Oleh karena itu Pak Akhyar dan kelompoknya mengharapkan uluran tangan para dermawan yang peduli lingkungan atau siapa saja yang berminat untuk menyumbang, selain tentu saja mengharapkan partisipasi masyarakat untuk menyerahkan telur-telur penyu yang mereka temukan secara cuma-cuma. 

Namun partisipasi masyarakat saat ini masih sangat kecil. Belum ada masyarakat yang secara sukarela menyerahkan telur-telur penyu di sini secara gratis.

Kasi Konservasi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, Marintan, yang saya hubungi melalui telepon, tadi pagi, mengatakan bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi tidak berhak menghentikan anggaran untuk Balai Konservasi Laut Kabupaten Lampung Barat. Itu semua kebijakan dari pusat. Mungkin dana itu dialihkan untuk kepentingan lain, katanya.***





comment 3 comments:

Melinda Suwandi on December 17, 2012 at 12:48 PM said...

Saya sedang mencari tempat untuk menjadi relawan ekologi. Bagaimana cara mencapai tempat ini? Apakah ada nomor telepon Pak Akhyar yang bisa dihubungi?
melindadrg@yahoo.co.id

Hasim said...

Termika kasih atas kunjungan Anda. Tapi... dulu memang saya sempat punya nomernya Pak Ahyar, tapi sekarang hilang. Untuk itu Ibu bisa menghubungi Dinas Perikanan dan Kelautan Lapung Barat atau Provinsi Lampung.

Handra Wansyah on April 12, 2013 at 1:18 AM said...

kami dari segenap pengurus penangkar penyu suka maju pekon muara tembulih ingin memberitahukan kepada para pengunjung bahwa dari tahun 2012 sudah diadakan penggantian kepengurusan,bagi para pengunjung silahkan hubungi langsung ketua kami yang baru yaitu Bpk. Wardana Telp (082376092101)

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger