TEMAN saya bercerita, suatu kali dia bertemu turis bule, di kapal penyeberangan Merak-Bakauheni. Tentu dia tidak melewatkan kesempatan itu untuk ‘merampok’ si turis ke dalam percakapan bahasa Inggris, sebagaimana yang selalu dia lakukan setiap kali bertemu turis bule. Meski bahasa Inggrisnya hancur, tentu itu bukan halangan. Hanya dengan begitulah dia bisa memperbaiki kemampuannya bercakap-cakap dalam bahasa Inggris.
Memang benar, kalau mau lancar berbicara bahasa Inggris, kita harus mempraktikkan bahasa itu dengan bule yang merupakan native speaker, terutama untuk melatih bunyi-bunyi f, v, th, sh yang tidak ada dalam bahasa Indonesia. Belajar bahasa Inggris setinggi apapun tidak akan membuat kita mampu berbicara secara komprehensif kalau kita tidak pernah berlatih dengan native speaker, karena sering kali, cara kita berbicara bahasa Inggris di sekolah, atau di perguruan tinggi, lain dengan cara native speaker berbicara. Seorang pembelajar bahasa Inggris yang hanya belajar berbicara dengan orang Indonesia akan terperangah mendapati cara native speaker berbicara langsung kepadanya, dan si native speaker pun akan terperangah mendengar si pembelajar tersebut berbicara bahasa Inggris yang tidak satu kata pun dia mengerti.
Memang benar, kalau mau lancar berbicara bahasa Inggris, kita harus mempraktikkan bahasa itu dengan bule yang merupakan native speaker, terutama untuk melatih bunyi-bunyi f, v, th, sh yang tidak ada dalam bahasa Indonesia. Belajar bahasa Inggris setinggi apapun tidak akan membuat kita mampu berbicara secara komprehensif kalau kita tidak pernah berlatih dengan native speaker, karena sering kali, cara kita berbicara bahasa Inggris di sekolah, atau di perguruan tinggi, lain dengan cara native speaker berbicara. Seorang pembelajar bahasa Inggris yang hanya belajar berbicara dengan orang Indonesia akan terperangah mendapati cara native speaker berbicara langsung kepadanya, dan si native speaker pun akan terperangah mendengar si pembelajar tersebut berbicara bahasa Inggris yang tidak satu kata pun dia mengerti.
http://www.kaskus.us |
Karena tidak menemui kotak sampah, si turis tersebut memasukkan bungkus permen yang dia makan ke kantong celananya. “Saya merasa tersentil ketika melihat hal itu”, kata teman saya, menyadari bahwa dia selalu buang sampah sembarangan. Begitu disiplinnya sang bule untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat, sehingga sampah tersebut dia masukkan ke kantong celananya. Bandingkan dengan kebiasaan kita yang suka membuang sampah sembarangan, bahkan ketika melihat kotak sampah pun.
Perbuatan si turis bule di atas kapal tersebut bukanlah hal aneh. Saya juga sering menemui turis lain berbuat demikian, jika tidak ada kotak sampah, atau jika kotak sampah jauh dari jangkauan, mereka memasukkan sampah-sampah yang mereka hasilkan ke dalam kantong plastik, untuk kemudian membuangnya di tempat yang semestinya. Saya tidak pernah menemukan turis yang membuang sampah sembarangan, melempar puntung rokok dari jendela misalnya, atau membuang abu rokok sembarangan, seperti yang sering kita lakukan.
Lain halnya dengan kita. Sampah bagi kita bukan urusan penting yang memerlukan perhatian khusus. Jarang kita yang benar-benar peduli tentang sampah, dan punya kesadaran untuk mengatasi masalah sampah ini. kalau pun kita membuang sampah di kotak sampah, itu karena ada yang melihat. Ketika tidak ada yang melihat, siapa yang sudi memasukkan sampah ke kantong pakaiannya.
Di satu sisi, memang kalian lebih bersih. Kalian mandi dua kali, bahkan tiga kali sehari. Berganti pakaian setiap hari, bahkan sampai dua tiga kali sehari. Tapi di sisi lain, kalian juga membuang sampah sembarangan. Kulit pisang, plastik, puntung rokok berserakan di mana-mana, bahkan di sungai, kata seorang turis pada saya. Saya langsung teringat sebuah sungai kecil di kota saya yang airnya keruh dan jorok oleh sampah.
Dalam hal ini, kita harus mengakui bahwa orang bule lebih disiplin dari kita soal sampah dan menjaga kebersihan lingkungan. Bule lebih mempunyai kesadaran daripada kita bahwa membuang sampah dan menjaga kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab setiap makhluk yang ada di bumi ini, bukan hanya tanggung jawab tukang sampah.
Isu kebersihan lingkungan ini juga berkaitan erat dengan pariwisata. Setiap kali saya bertanya pada turis-turis bule itu apa yang mesti dilakukan untuk memajukan industri wisata di tempat saya, mereka menjawab, yang pertama kali harus kamu lakukan adalah menjaga kebersihan lingkungan, alias jangan membuang sampah sembarangan. Lihatlah di pantai-pantai, di sungai-sungai, di pinggir jalan, sampah di mana-mana, bahkan kotoran manusia. Siapa yang mau datang kalau keadaannya seperti ini. untuk apa mereka datang jauh-jauh kalau hanya mau melihat kotoran. Tidak usah usah berpikir dulu tentang sarana dan prasarana atau manajemen, tetapi pikirkan dulu bagaimana menjaga lingkungan tetap bersih. Kalau lingkungan bersih, turis-turis itu akan datang sendiri, meskipun tidak ada promosi lewat mass media. Kamu tahu kan promosi dari mulut ke mulut itu lebih terpercaya, kata mereka. Semua turis berkata begitu setiap kali saya bertanya.
Kiranya masalah menjaga kebersihan lingkungan ini adalah masalah kesadaran dari diri kita masing-masing. Tidak ada gunanya ribuan petugas kebersihan yang selalu siap siaga jika ada jutaan dari kita yang tidak mempunyai kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan. Contohlah si bule yang memasukkan sampah ke kantong celananya, bahkan ketika tidak ada yang melihat sekalipun.***
0 comments:
Post a Comment