Dari Pelayan Menjadi Miliarder; Kisah seorang Pembantu Artis


Kalau memang rejeki, dia tidak akan lari ke mana-mana. Begitu pula, kalau memang rejeki, tidak usah ngoyo, karena dia pasti Anda dapatkan. Seperti halnya Indra Tamang. Kisah hidupnya seperti dongeng. Seperti Cinderella yang berubah dari seorang Upik Abu menjadi seorang puteri, pacar sang pangeran. 

Indra Tamang yang memulai hidupnya dari seorang petani miskin di Nepal, berubah menjadi seorang elite yang bergaul dengan orang-orang kaya dan terkenal, kaum selebriti, dan sosialita. Tidak hanya itu, dia kemudian, menjelma menjadi seorang miliarder—untuk konteks Indonesia—karena mewarisi seluruh harta kekayaan dua seniman bersaudara Charles Henri Ford dan Ruth Ford. Ruth Ford bahkan menyerahkan seluruh hartanya untuk Indra yang notabene adalah pembantunya, dengan tidak meninggalkan sepeserpun untuk anak kandung dan cucunya.

Simak kisahnya yang menarik, yang menghebohkan media-media di Amerika, awal bulan lalu. Dan bagaimana reaksi Anda, jika Anda Shelley Scott anaknya Ruth Ford yang tidak mendapatkan warisan apa-apa demi Indra sang pelayan ini.

Indra Tamang dulunya adalah seorang petani remaja di sebuah desa di Nepal yang tidak ada air ledeng dan listrik. Dia belajar menulis dan membaca hanya dengan orang tuanya di rumah mereka yang terbuat dari batu dan tanah liat yang beratap jerami sebelum mendapatkan sebuah pekerjaan di hotel di ibukota negeri tersebut Kathmandu.

Tetapi setelah bertemu dengan seorang pelanggan hotel yang kaya dan berpengaruh, si anak muda ini mulai berkeliling dunia, bertemu dengan orang-orang seperti Andy Warhol, John Lennon dan Patti Smith, dan hidup di New York, Paris dan pulau Creta di Yunani.

Hampir empat dekade kemudian, keberuntungan datang lagi: seorang wanita dari Manhattan mewarisi Tamang seluruh hartanya—termasuk dua apartemen di gedung Dakota yang terkenal di belakang Central Park dan koleksi lukisan surealis Rusianya.

Secara keseluruhan, selama 36 tahun, Ruth Ford and saudara laki-lakinya Charles Ford menaruh kepercayaan pada “Indra darling—begitu dia memanggil pria yang sekarang berusia 57 ini—untuk ikut serta mengurus kegiatan mereka di tiga benua. Dia pernah hadir di apartemen yang dia warisi sekarang, berjaga-jaga sepanjang waktu ketika kesehatan Ruth Ford semakin memburuk.

Ruth Ford kemudian meninggal dunia pada usia 98, tidak mewarisi apa-apa pada putrinya yang tinggal terpisah dan dua orang cucunya.

Jadi, bagaimana seorang remaja dekil dan miskin yang hanya bisa bicara bahasa Nepal berubah menjadi seorang warga dunia kelas elite—dan sekarang, seorang multimiliuner?

Dia mulai sebagai seorang pelayan yang keahliannya menata meja makan mendapat perhatian khusus dari seorang tamu hotel—seorang penulis kelahiran Mississippi, fotografer dan aktifis gay cultural yang berusia pertengahan 60 Charles Henri Ford. Dia mempekerjakan Tamang pada tahun 1973, pertama sebagai pembeli sayur mayur dan pengambil surat dengan sepeda untuk rumahnya di Kathmandu, kemudian merangkap sebagi tukang masak. Akhirnya, si artis bohemian ini mengajari Tamang cara menggunakan kamera dan menjadikannya seorang foto asisten.

Dia menjadi semacam anak pengganti—seorang pembantu umum yang ikut serta dalam setiap petualangan Ford dan orang-orang dekatnya. Pada satu ketika, Ford, Tamang dan seorang kawan mengendarai sebuah minibus Volkswagen dari Istanbul ke Kathmandu melalui Iran, Afganistan, Pakistan dan India.

Di Paris, di rumah yang juga merupakan sebuah studio di Ile Saint-Louis, di sanalah Tamang belajar bahasa Perancis. Dan di sebuah rumah di pulau Creta, anak muda teman si laki-laki Amerika ini belajar sedikit bahasa Yunani dari nelayan setempat.

Di New York, mereka tinggal di sebuah apartemen kecil di Dakota, empat lantai di atas saudara perempuannya Charles Ford yang nomer empat, Ruth Ford. Ruth Ford adalah seorang bekas aktris, model, sumber inspirasi para seniman dan penulis seperti William Faulkner, dan janda dari aktor Hollywood Zachary Scott.

Imigran Nepal ini turut serta dalam pesta-pesta pora yang diikuti atau diselenggarakan oleh dua bersaudara ini, memotret orang-orang beken yang kemudian diterbitkan dalam bukunya Charles Ford dan dipamerkan di galleri Manhattan. Tamang juga membantu Ford memotret untuk profil orang-orang terkenal.

Tahun-tahun berlalu, perhatiannya beralih dari Charles Ford ke saudara perempuannya yang sedang sakit, yang kehilangan penglihatan dan pendengarannya; ironisnya Charles Ford meninggal dunia duluan, tahun 2002.

Pada tahun-tahun belakangan, Tamang selalu siap sedia memenuhi panggilan Ruth bila diperlukan bahkan ketika dia sedang berada di rumahnya di Queens dengan anak istrinya. Dia mengabaikan liburan keluarga untuk mengurus segala keperluan surat menyurat dan perlengkapan di rumah Ruth, mengurus surat wasiat dan mengawasi rumah Ruth, meskipun Ruth punya pembantu.

Setelah ibunya meninggal dunia, Shelley Scott anak Ruth, menerima “sebuah penyelesaian damai” yang dirunding melalui pengacara untuk harta peninggalan ibunya, kata Arnie Herz, pengacaranya Scott. Tamang setuju dengan resolusi ini, yang rinciannya tetap dirahasiakan, kata Herz.

Shelley Scott “sangat senang” dengan Tamang, kata Herz, dan dia “secara pribadi tidak menerima sepeser pun dari penyelesaian damai itu, karena dia memberikan seluruhnya pada Tamang.”
Ibunya mengirim Shelley ke sekolah asrama ketika dia masih kecil, dan dari sinilah perpisahan mereka mulai, kata Herz.

“Ibunya adalah seorang sosialita, yang sering bersama-sama dengan orang-orang kaya dan terkenal, dan saya punya kesan bahwa anak ini tidak menerima tingkat kasih sayang orang tua yang semestinya”, kata Herz.
Sekarang, kata Herz, Shelley Scott hidup sederhana, tetapi bahagia, dan dia tidak berminat menuntut ibunya.”
Tidak juga Tamang.

“Antara Charles dan Ruth dan saya, ada persahabatan,” kata Tamang “Saya bukan Cuma seorang pembantu; hubungan kami lebih dari sekedar itu.”

Ketika Charles Ford dan Ruth Ford meninggal dunia, terpisah tujuh tahun, Tamang menyelenggarakan sebuah acara do’a menurut agama Buddha masing-masing untuk keduanya di Queens—pertama untuk Charles, yang menganut filosofi Buddha, kemudian untuk Ruth, setelah pemakamannya yang menurut gereja keuskupan.
Tamang berkata dia tidak pernah mencari pekerjaan lain, meskipun gajinya sangat kecil dan dia tidak bisa menghidupi keluarganya jika istrinya tidak bekerja. Aset keluarga Ford kebanyakan dalam bentuk property dan karya seni, dan bukan dalam bentuk uang, kata Tamang.

Orang mengira dia sekarang kaya, tetapi sampai harta-harta tak bergerak itu dijual, kemudian dipotong dengan pajak harta warisan yang tinggi, “Saya tidak punya lebih banyak uang dibandingkan dulu,” katanya. “Saya masih harus hidup bekerja, membayar cicilan rumah. … Dan bersantai sejenak.”

Lalu dia menambahkan, sambil tertawa, “Kita tidak berbicara mengenai ratusan juta dolar seperti bintang musik rock!”

Apartemen tiga tempat tidur milik Ruth dipasarkan seharga $4,5 juta. Koleksi benda seni termasuk hasil karya seniman Pavel Tchelitchew—seorang Rusia yang merupakan partner Charles untuk jangka waktu yang lama dan meninggal dunia tahun 1957.

Lukisan potret Tchelitchew tentang Ruth Ford yang terjual pada bulan April di Sotheby dengan harga hampir $1 juta, termasuk sasaran utama para pembeli. Lelang barang seni lainnya dijadwalkan pada hari Kamis (3 Juni 2010) di Paris, diikuti oleh tiga lelang di Manhattan pada tahun berikutnya.

Tamang sedang berusaha sembuh dari berita-berita sensasional yang mengejutkannya pada awal bulan Mei lalu.

“Si Pelayan Menang”, tulis Wall Street Journal dalam laporannya membongkar kisah warisan tersebut, yang diikuti oleh liputan media lain yang membuatnya jengah dan bingung, teleponnya berbunyi tiada henti.
Pada hari-hari ini, kesenangannya yang utama adalah mengantar anak perempuannya, Zina yang berusia 10 tahun ke sekolah, dan menjemputnya di sore hari.

Zina mempunyai dua saudara tiri dewasa yang tinggal di Nepal—anak-anak Tamang dari istrinya yang pertama, yang meninggal dunia tahun 1986. Istri pertama Tamang ini tidak pernah meninggalkan Phakkel, desa mereka yang berpenduduk beberapa ribu jiwa, dua jam perlanan ke arah barat daya Kathmandu.

Tamang sering mengunjungi keluarganya selama tahun-tahunnya di rantau dan mengirim uang untuk anak dan istrinya dan lima adik-diknya. Dia memindahkan dua kakak perempuannya ke Amerika Serikat dua belas tahun yang lalu, begitu dia kawin lagi dan mempekerjakan seseorang untuk membantu mereka.

Pada saat-saat rindu kampung halaman, rasanya ingin segera pulang, katanya, “tapi kemudian saya berkata pada diri sendiri, ‘bahagialah di mana kamu berada.’”

Dia bertemu dengan istrinya yang sekarang Radhika, pada tahun 1990-an di Washington.
Dan sekarang, mereka sedang merenungkan masa depan mereka.

Dia berharap bisa mengarsipkan hasil-hasil karya Ford, tulisan dan film-film, dan menyelenggarakan pameran-pameran foto—milik Ford dan miliknya sendiri.

Tamang berkata dia berterimakasih pada warisan bangsa Nepal yang miskin tetapi kaya itu, yang mengajarinya bahwa “jika kamu bekerja dan kamu jujur dan tidak mengkhianati kepercayaan orang, mungkin sesuatu keberuntungan akan menghampiri Anda.”

Dan dia menambahkan serangkaian terima kasih yang pada orang-orang yang mewarnai sepanjang perjalanan hidupnya.

“Saya berterima kasih pada ibu saya dan ayah saya karena telah melahirkan saya ke dunia ini,” katanya. “Dan juga terima kasih kepada, Mississippi, yang telah memberikan Charles pada saya. Dan terima kasih pada dia dan Ruth yang telah membuat saya menjadi seorang warga New York!”

“Dan terima kasih Amerika.”

Sumber: yahoo.com–By VERENA DOBNIK, Associated Press Writer–Wed June 2, 3:46 pm ET

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger