Piala Dunia di Desa

Setiap kali event Piala Dunia sepakbola datang—empat tahun sekali—yang saya rasakan adalah kegetiran. Pada saat orang-orang bisa menikmati pertandingan sepakbola terbesar di jagad ini dengan nyaman, duduk di depan pesawat TV sambil ngopi dan makan kacang goreng, saya justru pusing memikirkan masalah teknis; soal mengakali TV supaya bisa diajak kompromi.


Bukan hanya saya, tetangga-tetangga saya pun demikian. Sihir Piala Dunia ini memang luar biasa, mampu menggerakkan orang sedunia ke arah yang berbeda 180 derajat. Orang yang tadinya nggak pernah nonton stasiun TV luar negeri, jadi nonton stasiun TV asing setiap hari. Orang yang tadinya berencana pergi ke suatu tempat, malah nangkring di depan TV. Orang yang biasanya tidur nyenyak di tengah malam, malah begadang, bikin ribut di malam buta. Orang yang tadinya tidak hobi nonton bola, dan tidak pernah membicarakan sepakbola, jadi hobi, dan bicara sepakbola setiap hari. Anehnya, hal seperti ini tidak terjadi pada piala liga. Bukan hanya saya, teman-teman saya juga tidak tertarik menonton piala liga, apalagi sampai begadang. Tapi kalau Piala Dunia, semuanya jadi mania.

Saya pikir alangkah enaknya tinggal di kota, di mana stasiun-stasiun TV Indonesia punya stasiun relay masing-masing; tinggal pencet tombol TV, pilih chanel yang menyiarkan sepakbola, beres, lalu ongkang-ongkang, sambil ngerokok dengan nyaman tanpa takut ada gangguan. Kalaupun ada gangguan, paling-paling gangguan non-teknis, seperti buang air besar, atau diomeli istri karena membuat gaduh. Tapi bagi orang di daerah terpencil seperti saya, nonton sepakola Piala Dunia adalah sebuah perjuangan.

Seperti diketahui, sudah beberapa tahun ini, di wilayah yang tidak ada stasiun relay TV swasta, di mana siaran TV swasta ditangkap melalui antenna parabola, setiap siaran sepakbola Piala Dunia berlangsung, siaran sepakbola yang disiarkan oleh stasiun TV Indonesia selalu hilang, pas detik-detik kick-off, atau beberapa saat sebelum kick-off. Hal ini tentu sangat menjengkelkan. Betapa tidak, siaran TV itu hilang hanya ketika siaran sepakbola berlangsung, setelah itu, muncul lagi, pas pertandingan sepakbola tersebut usai.

Seolah-olah ada orang yang memang sengaja menghilangkan siaran tersebut (mungkin memang ada). Inilah yang saya tidak mengerti, ada kepentingan apa sehingga siaran tersebut dihilangkan dengan sengaja. Apakah orang desa tidak boleh menonton sepakbola Piala Dunia, ataukah ada alasan lain yang membuat ini terjadi. Saya harap ada orang yang bisa menjelaskan hal ini; mengapa terjadi diskriminasi yang sedemikian kejam, mengapa orang desa diperlakukan berbeda dan mengapa orang desa tidak boleh menonton sepakbola Piala Dunia. Mengapa siaran yang ditangkap melalui antenna parabola hilang, sedangkan yang ditangkap melalui stsiun relay tidak hilang.

Ini penting karena orang desa juga punya hak yang sama dengan orang kota. Bukankah orang kota juga tidak membayar untuk menyaksikan siaran itu. Taruhlah orang desa tidak bisa menyaksikan siaran TV lainnya, tanpa antenna parabola, tetapi beri kesempatan orang desa menyaksikan siaran Piala Dunia melalui antenna parabola, karena kesempatan ini cuma empat tahun sekali.

Ini juga penting karena mengakali antenna parabola untuk menangkap siaran luar negeri yang menyiarkan Piala Dunia itu tidak mudah.

Setiap empat tahun sekali, orang-orang desa harus menyetel antenna parabolanya; mengarahkan siaran ke stasiun TV luar negeri. Celakanya, siaran luar negeri juga sering di-hack (dihilangkan). Betapa tidak jengkel, berjam-jam kita menyetel antenna parabola, dan ketika kita berhasil mendapatkan stasiun TV asing yang dimaksud, dan tune on di sana dengan pedenya, satu jam sebelum pertandingan dimulai, ternyata yang kita dapatkan adalah layar hitam, pas pada saat acara akan dimulai. Mendapati hal ini, tidak jarang, orang yang punya penyakit darah tinggi, menendang pesawat TV-nya.

Tadi pagi saya cek antenna parabola saya, ternyata sekrupnya sudah karatan; tidak bisa diputar. Maklum tidak pernah diputar sejak empat tahun lalu. Terpaksa saya harus menonton di tempat tetangga, dan ini tidak akan mudah apabila tetangga saya ternyata mengalami masalah yang sama dengan saya, dan berpikir akan menonton di tempat saya.

Kalau demikian, saya harus berpikir untuk menonton di rumah tetangganya tetangga saya, atau tetangganya tetangganya tetangga saya itu, ini pun kalau mereka tidak mempunyai masalah yang sama dengan saya. Oh, Piala Dunia ….***

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger