Tahun 2012 Tahun Terbaik Sepanjang Sejarah


The Spectator 15 December 2012—Mungkin tidak seperti kelihatannya, namun tahun 2012 adalah tahun terbaik dalam sejarah peradaban dunia. Kedengarannya mungkin berlebih-lebihan, namun terbukti demikian adanya. Belum pernah sebelumnya kelaparan jadi berkurang, penyakit jadi berkurang dan kemakmuran bertambah seperti pada tahun 2012 ini. Meski negara-negara Barat masih tetap dalam keadaan kelesuan ekonomi, namun kebanyakan negara-negara berkembang mengalami kemajuan, dan penduduknya terangkat dari garis kemiskinan dengan kecepatan tertinggi dari yang pernah ada. Angka kematian akibat perang dan bencana alam juga turun. Kita sedang hidup dalam jaman keemasan.
Namun jika kita mendengarkan para politisi kita akan mendapatkan kesan yang berlawanan—tentang dunia yang berbahaya, kejam di mana keadaan yang buruk menjadi lebih buruk lagi. Hal ini, dalam satu sisi, memang adalah pekerjaan para politisi: menyoroti berbagai masalah dan mencoba yang terbaik yang bisa mereka lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Namun kemajuan terbesar dalam hal kemanusiaan datangnya bukan dari politisi, tapi dari orang kebanyakan. Pemerintah di seluruh negara di dunia tampaknya terpaku pada apa yang oleh Michael Lind, pada halaman 30 (on page 30), gambarkan sebagai sebuah area ‘turboparalysis’—all motion, no progress (hanya gebrakan saja, tidak ada bukti kemajuan). Namun di luar pemerintah, kemajuan itu tampak spektakuler.

Ambil contoh kemiskinan global. Pada tahun 1990, PBB mencanangkan (announced) Tujuan Pembangunan Millenium, yang mana yang pertama adalah mengurangi angka kemiskinan mutlak hingga separuhnya pada tahun 2015. Baru terungkap tahun ini target tersebut sebenarnya telah tercapai pada tahun 2008. Namun pencapaian tersebut tidak diumumkan secara resmi, mungkin karena hal itu tidak dicapai berkat program pemerintah manapun di dunia ini tapi karena  percepatan pertumbuhan kapitalisme global. Membeli mainan plastik murahan made in China benar-benar membantu untuk mengatasi kemiskinan. Dan bagaimana dengan ketidaksetaraan global? Hal ini, pula, kini menurun dibandingkan dengan jaman manapun dalam abad modern ini. Globalisasi berarti dunia ini bukan hanya menjadi lebih kaya, namun juga menjadi lebih fair.

Mereka yang pesimistis akan mengatakan bahwa kita tidak bisa mempertahankan pertumbuhan  ekonomi dunia tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan. Tapi ketika ekonomi negara kaya tumbuh sebanyak 6 persen dalam tujuh tahun terakhir ini, konsumsi bahan bakar fosil di negara-negara tersebut malah turun sebanyak 4 persen. Capaian yang luar biasa (dan, lagi, tidak dilaporkan) ini tidak ada hubungannya dengan green taxes (cukai yang dikenakan pada produk-produk yang menimbulkan polusi lingkungan) atau wind-farms (pembangkit listrik tenaga angin). Capaian itu semata karena meningkatnya permintaan konsumen akan mobil-mobil dan pabrik-pabrik yang lebih efisien.

Dan bagaimana dengan kekhawatiran bahwa minyak bumi suatu saat akan habis? Para menteri telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menemukan sumber daya-sumber daya baru yang hampir mustahil bisa dieksploitasi. Namun terbukti, para insinyur di Amerika telah menemukan cara-cara baru dalam menambang bahan bakar fosil. Terbobosan yang luar biasa dalam teknologi perekahan hidrolik (“fracking”) ini mengisyaratkan bahwa, meski penduduk dunia kian bertambah—dari satu miliar menjadi tujuh miliar dalam dua abad terakhir ini—sesungguhnya kita sedang hidup dalam kelimpahan (abundance) energi.

Kemajuan yang dicapai dalam bidang pengobatan dan teknologi berarti bahwa penduduk dunia kini hidup lebih lama. Rata-rata usia harapan hidup di Afrika mencapai 55 tahun pada tahun ini. Sepuluh tahun lalu, baru 50 tahun. Jumlah orang yang sekarat karena AIDS telah menurun selama depalan tahun terakhir ini. Kematian akibat malaria turun seperlimanya dalam tempo setengah dekade.

namun di sisi lain, alam masih berpotensi menimbulkan malapetaka. Badai yang menerjang Pesisir Timur Amerika bulan Oktober lalu membuktikan hal itu. Namun kecepatan pemulihan keadaan setelah bencana di New York City sungguh menunjukkan sebuah kemampuan bertahan yang hebat. Manusia tidak bisa mengendalikan cuaca, namun ketika negara-negara dunia tumbuh semakin kaya, mereka bisa melindungi diri dari bencana dengan cara yang lebih baik. Angin badai rata-rata menewaskan 2.000 orang di Bangladeh namun kurang dari 20 orang di Amerika. Hal itu bukan karena angin badai di Amerika lebih lunak; tapi karena Amerika mempunyai lebih banyak uang untuk menanggulanginya. Ketika negara-negara berkembang menjadi semakin kaya, kita bisa mengharap kematian akibat bencana alam jadi berkurang—dan ekstrapolasi yang sama dari PBB dalam hal prediksi ancaman naiknya permukaan air laut bagi Bangladesh juga mengatakan bahwa, dalam tempo dua atau tiga generasi mendatang, negara itu akan sama kayanya dengan Inggris.

Perang telah menjadi alat pembunuh manusia nomer satu sepanjang sejarah. Namun di sebagian besar dunia saat ini, sebuah generasi sedang tumbuh dengan tidak banyak pengetahuan tentang hal ini. Institut Riset Perdamaian di Oslo mengatakan angka kematian akibat perang turun dalam dekade terakhir ini dibandingkan periode manapun dalam abad lalu. Apakah kita sedang hidup dalam sebuah periode perdamaian yang penuh anomali, ataukah bayangan resiko dari bencana nuklir yang demikian mengerikan itu telah menjadi alat pencegah perang yang efektif, apapun itu manusia tampaknya tidak lagi menjadi musuh terbesar bagi sesamanya.

Natal di Inggris tidak akan ada tanpa adanya tantangan: harga-harga naik (meski banyak anak-anak yang akan bersyukur secara diam-diam atas kenaikan 70 persen dari harga tunas kol (Brussels sprouts). Negara tersebut boleh jadi sedang berada di titik tengah dari sebuah dekade keruntuhan ekonomi, namun modal sosial dan budaya negara itu jarang menjadi lebih tinggi—sulit memikirkan suatu saat di mana moral nasional mereka sekuat ketika berlangsungnya Jubilee dan Olimpiade. Dan bahkan dalam jaman resesi sekalipun, orang Inggris mendapatkan manfaat dari kemajuan dalam bidang pengobatan. Rata-rata kematian bagi kanker paru-paru dan kanker payudara turun lebih dari sepertiganya selama 40 tahun terakhir ini. Musim dingin yang menusuk masih menimbulkan korban jiwa di negara tersebut, namun jumlah yang tewas akibat musim dingin setiap tahunnya terus turun hingga separuhnya selama paruh terakhir abad lalu. Korban tewas akibat musim dingin sekarang adalah 24.000—masih terlalu tinggi dalam konteks negara maju, namun sudah terdapat perbaikan. Harapan idup orang Inggris secara nasional, yang adalah 78 tahun satu dekade lalu, akan mencapai 81 tahun tahun depan.

Limapuluh tahun yang lalu, dunia bernapas lega atas berakhirnya krisis misil Kuba. Ketika itu pasangan muda suka membicarakan apakah memungkinkan mempunyai anak jika masa depan tampaknya sangat gelap. Tapi kini, di jaman ketika kita sedang merayakan turunnya Cahaya ke dunia, penting diingat bahwa, meski kita masih mempunyai banyak persoalan, namun kekuatan dari perdamaian, kemajuan dan kemakmuran kini tengah berjaya.

This is the first article in the bumper Christmas issue of The Spectator which (as American readers of this blog may not know) is the best-written and most entertaining magazine in the English language. To sample it for free, download a trial for Kindle, iPad or iPhone by clicking here.


http://www.spectator.co.uk/the-week/leading-article/8789981/glad-tidings/

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger