Mengapa Laskar Pelangi dan tetralogi-nya bisa meledak, karena banyak hal-hal baru dalam novel-novel ini yang tidak ditemukan dalam novel-novel Indonesia sebelumnya. Hal-hal baru itu antara lain kejeniusan, detil-detil deskripsi, dan gaya saintifik-nya.
Tak dapat dipungkiri—meskipun Andrea sendiri memungkirinya—Andrea adalah seorang jenius. Dia adalah Master of Economic Science dari Univerisite de Paris, Sorbonne, Prancis, dan Sheffiled Hallam University, United Kingdom, dengan beasiswa dari uni Eropa. Tesis-nya di bidang ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan dari kedua universitas tersebut dan lulus cumlaude. Tesis itu telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. buku itu telah beredar sebagai referensi ilmiah. Hanya orang jenius yang bisa mencapai reputasi seperti itu, apalagi mengingat latar belakang pendidikan dasar dan menengahnya yang serba kekurangan seperti SD Muhammadiyah yang digambarkannya dalam Laskar pelangi.
Kejeniusan itu tampak dalam kepintaran Andrea meramu antara sastra dan sains. Membaca tetralogi Laskar Pelangi seperti mengembara dalam rimba raya sastra dan sains sekaligus. Jangan heran, ketika kita sedang asik dibuai gaya sastra Marah Rusli tahun tigapuluhan di satu halaman, tiba-tiba, kemudian, kita dihadapkan pada teori-teori ekonominya Adam Smith atau teori fisikanya Isac Newton di halaman berikutnya. Cara Andrea memaparkan wawasan saintifiknya sangat meyakinkan, tak ubahnya dengan para pakar sains itu sendiri. Membaca bagian ini seperti membaca buku-buku sains.
Wawasan sains Andrea seperti samudera tak bertepi, meluas menjangkau wilayah mana saja seperti ensiklopedi yang memuat entri dari A sampai Z. Mengagumkan. Ini pertanda Andrea adalah seorang pecinta ilmu sejati. Pertanda dia membaca banyak buku. Bukan hanya memahami buku-buku itu, tetapi dia juga menguasainya. Namun demikian, Andrea selalu merendahkan diri sebagai tokoh Ikal yang mewakilinya. Andrea selalu mengaku prestasinya berada di bawah Lintang, bahkan Arai. Padahal, mungkin, Lintang adalah Andrea itu sendiri.
Kejeniusan Andrea juga tampak dalam kemahirannya membuat detil-detil deskripsi. Deskripsinya akan sebuah peristiwa sangat kuat. Membaca sebuah peristiwa dalam setiap novel Andrea membawa kita seolah-olah berada dalam peristiwa itu sendiri. Terlibat langsung, bukan hanya menyaksikan dari balik dinding. Setiap peristiwa begitu hidup. Apalagi jika kita pembaca mempunyai latar belakang social yang serupa. Saking asiknya membaca deskripsi peristiwa dalam satu bab, kita jadi terbuai oleh deskripsi itu sendiri. Ada pun peristiwa yang diceritakan jadi tidak penting. Inilah rupanya kenikmatan membaca karya Andrea yang pertama—kenikmatan membaca detil-detil deskripsi. Sedangkan alur tidak begitu penting.
Dengan deskripsinya yang panjang lebar tentang orang melayu dalam keempat novelnya ini, Andrea seolah-olah mengajak kita orang melayu menertawakan diri sendiri. Kekonyolan orang melayu digambarkan dengan sangat pas, objektif, fair, dan memikat. Saya sebagai orang melayu merasa seolah-olah merupakan salah satu tokoh yang ada dalam cerita tetralogi ini. Orang melayu yang pemalas, pembual, dan sangat suka bergunjing digambarkan Andrea dengan cara yang menggelitik, dibungkus dalam rasa humor yang cerdas. Tak perlu tersinggung karena itu refleksi diri yang jujur, dan dimaksukan untuk bercanda.
Saya secara pribadi sangat menikmati deskripsi Andrea tentang orang melayu itu karena apa yang digambarkan Andrea di sini sangat dekat dengan kehidupan pribadi saya waktu kecil. Sama dengan Andrea, saya juga berasal dari keluarga serba kekurangan. Saya bersekolah di SD yang kondisinya tidak jauh berbeda dengan SD Muhammadiyah seperti yang digambarkan dalam cerita Laskar pelangi. Saya juga tumbuh dalam lingkungan orang-orang melayu yang karakternya sama persis dengan cerita Andrea. Dan di dalam kelas, prestasi saya juga tidak terlalu buruk. Membaca cerita Andrea bagi saya seperti mengenang kisah masa lalu. Inilah rupanya kenikmatan membaca karya Andrea yang ke dua—kenikmatan mengenang masa lalu.
Sentuhan saintifik dalam setiap cerita tetralogi Laskar pelangi ini adalah nilai plus yang lain. Membaca tetralogi ini sekaligus menambah ilmu pengetahuan kita tentang teori-teori ilmu alam yang mungkin baru bagi sebagian orang. Dan inilah kenikmatan membaca karya Andrea yang ke tiga—kenikmatan menambah ilmu.
Kenikmatan yang ke empat adalah kenikmatan humor. Andrea, sesuai dengan kejeniusannya, mempunyai selera humor yang tinggi dan cerdas. Kecerdasan humor Andrea tampak dalam deskripsinya tentang orang melayu, dan tentang teman-teman dekatnya. Dalam Sang Pemimpi, Andrea menutup mozaik 11 yang berjudul Spiderman dengan sentuhan humor yang sangat sangat menarik.
Tapi ada satu hal yang saya tidak suka dari Andrea. Fantasinya kadang-kadang terlalu liar tak terkendali sehingga menimbulkan penolakan di dalam diri saya. Episode “Tuk Bayan Tula”, dan kisah hilangnya Flo bagi saya sangat mengganggu keutuhan cerita. Kedua episode ini tidak berpijak di bumi, terlepas dari realitas seperti yang digambarkan dalam sepisode-episode lainnya. Tidak masuk akal karena berbau klenik. Kontras dengan bab-bab lainnya yang saintifik. Dari sini, Andrea tampak seperti berkepribadian ganda; di satu sisi sangat saintifik, sedangkan di sisi lain sangat klenik.
Penggambaran tentang kecerdasan Lintang juga sudah sangat berlebihan sehingga cenderung tidak masuk akal. Lintang yang baru duduk di bangku SD Muhammadiyah itu, digambarkan bisa memecahkan soal-soal fisika untuk mahasiswa S1, bahkan mengalahkan sarjana S1. Atau Lintang yang hanya seorang petani kopra, tinggal di pulau terpencil, dan sehari-harinya bergaul dengan monyet, ternyata bisa mendikte seorang master lulus cumlaude dari Universite de Paris, Sorbonne dalam teori-teori fisika untuk membuat kapal dan untuk mengangkat kapal yang sudah ratusan tahun karam di dasar sungai.
Dan hal lain yang saya anggap mengganggu sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman adalah kaitan antara judul dan cerita. Sang Pemimpi ternyata tidak banyak menceritakan tentang mimpi, melainkan tentang suka duka tiga orang siswa bersekolah di SMA, dan taktik mereka mengelabui penjaga bioskop untuk menonton film seks. Edensor saya kira adalah sebuah kisah berlatarbelakang desa kecil yang menawan di Inggis itu. Ternyata adalah kisah suka duka Andrea dan Arai kuliah di Perancis. Maryamah Karpov yang saya kira menceritakan kekonyolan Maryamah yang dijuluki Karpov itu, ternyata kisah tentang Ikal membuat perahu dan berlayar menyusuri selat Karimata untuk mencari A Ling dengan bantuan Tuk Bayan Tula.
Ada pun tokoh Arai dalam Sang Pemimpi, kenapa tidak ada dalam Laskar Pelangi? Bukankah Ikal dan Arai tinggal serumah dan satu angkatan di sekolah. Apakah Arai bersekolah di sekolah lain yang lebih bagus dari SD Muhammadiyah itu? Baik sekali orang tua Ikal, menyekolahkan anak angkatnya di sekolah yang lebih bagus dari sekolah anak kandungnya. Mungkin pertanyaan ini tidak penting, tapi pasti menjadi uneg-uneg juga di hati pembaca, karena tokoh-tokoh lain dalam tiga novel berikutnya, semua ada dalam Laskar pelangi.
2 comments:
Salam.
Ulasan yang sangat bagus.
Setuju dan suka membacanya!
Silaturahmi, Pak Guru. Ayo pilah pilih, tulis, terbitkan, promosikan, dukung, beli buku-buku bergizi ...
Post a Comment