BIADAB, jahat, keji, tidak berprikemanusiaan, primitif, tidak berpendidikan, tolol, adalah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang dilakukan oleh massa warga Desa Adirejo, Jabung, Lampung Timur, terhadap Zainal (17) warga Dusun Gurung, Desa Negara Batin, kecamatan Jabung, Lampung Timur. Bocah belasan tahun yang masih duduk di bangku SMA kelas 1 tersebut mereka keroyok hingga tewas hanya karena mencuri seekor Perkutut.
Seperti yang diberitakan oleh surat khabar harian Lampung Post hari ini, 21 September, 2010, kejadian itu bermula saat anak tersebut terpergok oleh Suandana sedang sedang berusaha mencuri burung perkutut miliknya. Menyaksikan hal itu, Suandana berteriak maling, sehingga hanya dalam hitungan detik, massa berdatangan.
Kemudian, dengan tanpa belas kasihan, massa membabi buta memukuli si pelaku, dengan berbagai senjata, hingga babak belur dan menghembuskan nafasnya yang terakhir di tempat kejadian.
Tubuh sang pelajar SMA itu luka parah. Perutnya robek akibat sabetan senjata tajam. Kepalanya terluka akibat hantaman benda tumpul.
Mengenaskan. Apakah yang ada dalam pikiran massa , orang-orang yang mengeroyok anak ingusan tersebut, ketika melakukan perbuatannya. Apakah mereka berpikir bahwa mereka sedang bertindak sebagai hakim yang adil. Apakah mereka berpikir bahwa mereka bertindak atas nama Tuhan; Apakah mereka berpikir bahwa Tuhan merestui tindakan mereka. Apakah mereka pikir tindakan itu layak sebagai ganjaran perbuatannya yang hanya mencuri seekor perkutut itu. Apakah seekor perkutut memang pantas ditebus dengan nyawa manusia, apalagi dia belum sempat mengambil burung tersebut, yang dengan demikian belum terbukti bahwa dia bersalah.
Tidakkah orang-orang itu—massa pengeroyok itu—berpikir, melakukan introspeksi diri sebelumnya bahwa diri mereka sendiri belum tentu bersih. Tidakkah mereka berpikir bahwa, sebagai manusia mereka juga tidak lepas dari kesalahan. Tidakkah mereka berpikir bahwa diri mereka juga tidak lepas dari dosa, bahkan mungkin dosa mereka lebih besar, lebih besar daripada hanya mencuri seekor perkutut. Saya tidak yakin kalau di antara massa pengeroyok itu ada yang benar-benar bersih dari kesalahan atau dosa sekecil apa pun.
Apakah massa pengeroyok itu sedang mengharapkan semua manusia di bumi ini cool, bersih tanpa dosa, tanpa melakukan kesalahan apa pun, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Naïf sekali kalau begitu. Dan munafik kalau ternyata mereka sendiri juga tidak lepas dari dosa dan kesalahan. Apakah mereka tidak berpikir bahwa di luar sana , ada ribuan orang yang berbuat serupa namun bebas, bukan karena tidak ketahuan, tapi karena masalah itu bisa diselesaikan secara manusiawi.
Kalau mau jujur, ada kejadian serupa di terjadi di mana-mana setiap hari yang berhasil diselesaikan dengan cara yang manusiawi, bukan saja dengan cara berdamai, tetapi juga membawa masalah itu kepengadilan. Penyelesaian kasus secara manusiawi—dengan berdamai atau dibawa kepengadilan—menunjukkan bahwa kita punya kualitas sebagai manusia beradab. Kualitas kita sebagai manusia beradab akan membawa kita hidup berdampingan secara harmonis dengan sesama manusia dan makhluk Tuhan lainnya.
Tidakkah mereka—orang-orang yang mengeroyok itu—menyadari hal ini. Tidakkah mereka pernah mendengar bahwa, nun di sana, ada manusia yang menyelesaikan setiap konflik yang mereka hadapi secara manusiawi dan beradab.***
Tidakkah mereka—orang-orang yang mengeroyok itu—menyadari hal ini. Tidakkah mereka pernah mendengar bahwa, nun di sana, ada manusia yang menyelesaikan setiap konflik yang mereka hadapi secara manusiawi dan beradab.***
0 comments:
Post a Comment