LIBIA tidak pernah menjadi tempat yang nyaman bagi jurnalis asing. Pemerintah negara itu melarang para wartawan mendekat ketika tekanan terhadap Muammar Khadafi semakin meningkat mulai 7 Februari lalu. Dan para pejabat rejim Khadafi menyerang para jurnalis yang mencoba memasuki wilayah yang dikuasai kaum oposisi minggu lalu dengan menyebut mereka sebagai “pelanggar hukum” dan sebagai simpatisan al-Qaeda.
Taktik keliru seperti itu, disertai dengan pidato gegap gempita yang disiarkan melalui televisi pemerintah Libia, tidak berhasil membantu Khadafi mengundang simpati dan membelokkan opini masyarakat. Sehingga rejim tersebut sekarang mencoba memberi penjelasan melalui media barat. Mereka mengklaim bahwa pemerintahan Khadafi tidak melakukan tindakan brutal dalam membubarkan para demonstran (sebenarnya mereka bertindak brutal) dan bahwa Khadafi masih memegang kendali kuat atas pemerintahan negara di Afrika Utara tersebut (yang sebenarnya tidak).
Pada hari Senin kemarin, Khadafi mengeluarkan argumen serupa dalam sebuah wawancara dengan wartawan ABC News Christine Amanpour—wartawan yang tidak asing lagi di kalangan pemimpin otoriter—dan para jurnalis dari Times of London dan BBC. “Semua rakyat saya mencintai saya,” kata Khadafi meyakinkan. “Mereka rela mati untuk melindungi saya.” Anda bisa saksikan wawancara khusus Amanpour di bawah ini.
Meski pemerintahan Khadafi berusaha menarik perhatian dunia dengan tampil di halaman muka surat khabar, namun para jurnalis yang tiba di Tripoli tidak membuat laporan berita yang sesuai dengan retorika Khadafi.
Wartawan New York Times David Kirkpatrick, dalam sebuah artikel utama terbitan hari Minggu kemarin, menggambarkan bagaimana taktik media yang dilancarkan Khadafi menjadi bumerang bagi pemerintahannya sendiri karena “para wartawan asing yang dia undang ke Ibu Kota negara itu menemukan beberapa bagian dari kota itu menantang pemerintahannya secara terbuka. “Pemerintah mencoba menutup-nutupi tanda-tanda adanya kekacauan yang mengarah pada destabilisasi, mereka bahkan mengusir para supir taksi yang berkerumun di dekat wartawan. Namun usaha tersebut tidak berhasil.
“Dalam beberapa hal, berbagai akibat dari spekulasi kolonel Khadafi yang teaterikal tersebut—yang telah membuka tabir bagi para penonton di seluruh dunia yang gegap gempita, meskipun panggung berada dalam situasi mendekati kekacauan—adalah merupakan sebuah metafora yang menarik bagi situasi di negara itu yang semakin goyah,” tulis Kirkpatrick.
Wartawan NBC Jim Maceda mempunyai pendapat sama. Pada acara “Today” hari Senin kemarin, Maceda mencatat adanya “ironi” dalam tindakan Khadafi yang akhirnya mengijinkan media asing masuk ke negaranya tersebut, karena apa yang dia dapat hanyalah kenyataan bahwa para wartawan tersebut menyaksikan pihak oposisi menguasai wilayah sekitar 30 mil di luar kota Tripoli.
“Strategi seperti itu benar-benar sebuah bumerang,” kata Maceda. Dia menambahkan, imej yang tersiar ke dunia saat ini membuat “Khadafi tampak lebih lemah dan semakin tersudut” daripada sebelumnya. Saksikan laporan Maceda dari Tripoli di bawah ini:
Visit msnbc.com for breaking news, world news, and news about the economy
(Photo of Libyan boy in front of graffiti depicting Gaddafi, in Benghazi on Feb. 28, 2011: Hussein Malla/AP)
0 comments:
Post a Comment