Keadaan seperti itu jamak, umum terdapat di mana-mana,
terutama di kalangan guru-guru di daerah pelosok yang jauh dari pusat
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru-guru di daerah seperti ini
biasanya hanya menjalankan tugas-tugas rutin mereka sebagai guru—mengajar,
mendidik, dan melatih—setelah itu selesai tanpa ada agenda untuk mengembangkan
diri; belajar dan meneliti. Apa yang diajarkan pada siswa tahun ini adalah apa
yang mereka berikan pada siswa tahun lalu, apa yang ditanyakan pada siswa tahun
ini juga sama dengan yang ditanyakan pada siswa tahun lalu, bahkan kadang sama pula
dengan beberapa tahun yang lalu.
Lingkungan dan fasilitas di daerah pelosok mungkin merupakan
salah satu faktor mengapa guru enggan mengembangkan diri. Iklim di daerah yang
tidak memungkinkan bagi guru-guru untuk berlomba-lomba meningkatkan pengetahuan,
ditambah dengan minimnya fasilitas penunjang ilmu pengetahuan—seperti jurnal
ilmiah, surat kabar, dan buku-buku—membuat guru-guru tidak termotivasi.
Di daerah umumnya guru-guru bersaing dengan harta, bukan
dengan ilmu. Ketika seorang guru sudah memiliki rumah bagus, maka guru lainnya
berusaha sebisa mungkin memiliki rumah serupa. Ketika salah seorang guru sudah
memiliki mobil, guru-guru lain iri dan berusaha pula memiliki mobil. Tapi
ketika seorang guru memiliki komputer dan akses Internet di rumahnya, tidak ada
guru lain yang merasa perlu memilikinya. Jarang guru di daerah yang
mengalokasikan sebagian uang TPP mereka untuk membeli buku misalnya, apalagi
komputer. Bahkan ada guru bersertifikat yang mengajar dengan hanya mengandalkan
satu buku teks pembagian gratis dari pemerintah, alasannya karena tidak ada
toko buku.
Tapi di era digital seperti saat ini, bukan saatnya
lagi toko buku dijadikan kendala. Dengan jangkauan Internet hingga ke
pelosok-pelosok desa seperti sekarang, semestinya keterbatasan fasilitas
pustaka tidak lagi jadi alasan bagi guru untuk tidak mengembangkan diri.
Apalagi mulai tahun 2013 nanti pemerintah akan
memberlakukan peraturan
bersama Mendiknas dan Kepala Kepegawaian Negara Nomor 3/V/PB/2010 dan Nomor 14
Tahun 2010 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka
kreditnya, di mana, sebagai syarat naik pangkat, guru dituntut
mengembangkan profesionalismenya secara berkelanjutan yang di dalamnya
menyangkut pelaksanaan pengembangan diri, melaksanakan publikasi ilmiah (karya
ilmiah) dan melaksanakan karya inovatif, yang tentu tidak akan bisa dicapai
bila si guru kurang wawasan.
Ke depan, guru di daerah harus pandai-pandai
memanfaatkan fasilitas Internet. Internet adalah solusi tepat bagi daerah
terisolir yang tidak terdapat surat kabar dan toko buku. Dengan Internet
guru-guru bisa men-download
buku-buku, membaca koran, dan bahkan bisa berinteraksi dengan sesama guru di
daerah lain, dan membentuk forum-forum di media jejaring sosial untuk saling
bertukar pikiran atau untuk melakukan kegiatan kolektif seperti MGMP. Ya, MGMP
lewat Internet, mengapa tidak? Ayo guru-guru di daerah, saatnya Anda untuk
bangkit.***
Post a Comment