Peneliti Temukan Kamp Tawanan Jepang yang Kurang Dikenal

This image provided by the University of Idaho shows Japanese internees at the Kooskia Internment Camp during World War II. This little-known internment camp where more than 250 people of Japanese ancestry were held during World War II is being explored for the first time by archaeologists. The Kooskia Internment Camp was located in the Rocky Mountains of north central Idaho, far from population centers. Between 1943 and 1945, some 265 male internees lived at the camp, and helped build scenic U.S. Highway 12 through the rugged mountains. (AP Photo/University of Idaho)
Gambar dari University of Idaho ini menunjukkan para tawanan Jepang yang berada di kamp Kooskia selama Perang Dunia II. (AP Photo/University of Idaho)


Jauh di pegunungan di Idaho utara, bermil-mil jaraknya dari kota terdekat, terdapat setumpuk bukti-bukti dari seporsi kecil sejarah Amerika yang jarang diketahui orang.

Tidak ada bangunan, tanda-tanda atau petunjuk yang menunjukkan apa yang telah terjadi di tempat tersebut 70 tahun yang lalu, namun para peneliti yang memilah-milah tanah di tempat itu telah menemukan pecahan porselen, botol-botol obat lama dan karya seni yang hilang yang merupakan petunjuk lokasi kamp tawanan yang pertama di mana pemerintah AS menggunakan orang-orang keturunan Jepang sebagai tenaga kerja selama Perang Dunia II berlangsung.

Sekarang, sebuah tim peneliti dari Universitas Idaho ingin memastikan bahwa kamp tawanan Kooskia tersebut tidak dilupakan dari sejarah. 

“Kami ingin orang-orang tahu apa yang terjadi, dan memastikan kita tidak mengulanginya kembali,” kata profesor antropologi Stacey  Camp, yang memimpin penelitian tersebut.

Ini adalah sebuah misi penting, kata Charlene Mano-Shen dari Wing Luke Museum dari Asian Pacific American Experience di Seattle.

Mano-Shen mengatakan kakeknya dipaksa masuk kamp di dekat Misoula, Montana, selama Perang dunia II, dan sebagian dari respon negara AS terhadap serangan teroris pada tanggal 11 September telah membangkitkan kembali memori dari para tawanan Jepang. Muslim, katanya pada hari Kamis lalu, “telah dimasukkan dalam daftar FBI dan ditahan dengan cara yang sama dengan mereka menahan kakek saya dahulu.”

Setelah serangan yang mengejutkan atas Pearl Harbour menjerumuskan AS ke dalam perang dunia, sekitar 120.000 orang keturunan Jepang yang tinggal di Pantai Barat dikirim ke kamp-kamp tawanan. Hampir dua pertiga di antaranya adalah warga negara AS, dan banyak di antaranya adalah anak-anak. Dalam banyak kasus, mereka kehilangan segalanya yang telah mereka dapat selama mereka bekerja di AS dan dikirim ke kamp-kamp penjara yang berada di tempat-tempat terpencil yang beriklim ganas.

Penelitian seperti riset arkeologis yang dilakukan di Kooskia (KOO'-ski) adalah vital untuk mengenang apa yang telah terjadi, kata Janis Wong, direktur komunikasi pada Museum Nasional Jepang Amerika di Los Angeles.

Orang harus mampu “untuk secara fisik melihat dan mengunjungi lokasi-lokasi kamp tersebut,” kata Wong.

Situs-situs raksasa di mana ribuan orang ditahan—seperti Manzanar di California, Heart Mountain di Wyoming dan Minikoda di Idaho—sudah cukup terkenal. Namun Camp mengatakan bahkan penduduk setempat pun hanya tahu serba sedikit tentang kamp Kooskia yang kecil tersebut, yang beroperasi dari tahun 1943 hingga perang berakhir dan menampung lebih dari 250 orang sekitar 30 mil dari kota kecil yang bernama sama, dan sekitar 150 mil dari Spokane, Washington.

Kamp tersebut merupakan tempat pertama di mana pemerintah AS menggunakan para tahanan sebagai pekerja, mempekerjakan mereka sebagai kuli dalam proyek pembangunan jalan raya U.S Highway 12, yang melewati area pegunungan yang curam di wilayah tersebut.

“Mereka yang membangun jalan raya tersebut,” kata Camp merujuk pada jalan raya yang menghubungkan Lewiston, Idaho, dan Missoula, Montana.

Laki-laki dari kamp-kamp lainnya datang ke Kooskia secara suka rela karena mereka ingin menyibukkan diri dan mendapat sedikit uang dengan cara bekerja membangun jalan raya tersebut, kata Camp. Sebagai akibatnya, penduduk di sana semuanya laki-laki, dan kebanyakan terdiri dari imigran dari Jepang yang yang baru datang yang belum menjadi penduduk AS ketika itu.

Para pekerja ketika itu bisa menghasilkan $50 hingga $60 sebagai upah, kata Priscilla Wegars dari Moscow, Idaho, yang menulis buku tentang kamp Kooskia.

Kooskia adalah salah satu dari beberapa kamp yang dioperasikan oleh Dinas Naturalisasi dan Imigrasi AS ketika itu yang juga menerima orang keturunan Jepang yang berasal dari negara-negara Amerika Latin, kebanyak dari Peru, kata Camp. Namun kamp tersebut sangatlah kecil dan terlalu terpencil sehingga tidak pernah dikenal sebagaimana kamp-kamp yang besar yang masing-masing menampung sekitar 10.000 orang.  

“Saya mengetahuinya, tapi saya tidak tahu banyak tentangnya,” kata Frank Kitamoto, presiden Komite Memorial Amerika Jepang Bainbridge Island, yang berbasis di Puget Sound, Washington, yang bekerja untuk memelihara kesadaran masyarakat akan adanya kamp tersebut.

Setelah perang usai kamp tersebut dibongkar dan dilupakan. Dengan menggunakan dana dari berbagai hibah, Camp pada tahun 2010 memulai pekerjaan arkeologis untuk pertama kalinya di situs tersebut. Sebagian artefak, seperti porselen pecah dan kancing-kancing baju, berserakan di atas tanah, katanya.

”Untuk menemukan benda-benda di permukaan tanah yang belum dijarah sangatlah langka,” katanya.

Camp memperkirakan pekerjaannya di situs tersebut baru bisa berakhir satu dekade lagi. Timnya ingin menciptakan sebuah gambaran yang akurat akan kehidupan para tahanan di dalam kamp tersebut. Dia juga ingin memasang tanda-tanda petunjuk untuk memberitahu lokasi kamp tawanan tersebut.

Artefak-artefak yang telah ditemukan sejauh ini termasuk pernak-pernik Jepang yang terbuat dari porselen, peralatan gigi dan alat main judi, katanya. Mereka juga telah menemukan karya-kayra seni yang diciptakan oleh para tahanan.

“Meski itu merupakan sebuah pengalaman yang mengerikan, namun orang-orang yang tinggal di dalam kamp-kamp tersebut melawan dengan cara yang menarik,” katanya. “Orang-orang yang tinggal di dalam kamp tersebut mereka-reka cara-cara kreatif untuk menghabiskan waktu ketika itu.”

“Mereka mencoba membuat tempat tersebut sebagai rumah mereka,” katanya.

(NICHOLAS K. GERANIOS July 27, 2013)


http://news.yahoo.com/researchers-uncover-little-known-internment-camp-170350272.html

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger