'Quo Vadis' Kurikulum 2013?


Kontroversi Kurikulum 2013 tampaknya terus berlanjut. Pihak-pihak yang tidak setuju masih terus menyatakan ketidaksetujuan mereka dan meminta agar kurikulum tersebut dievaluasi. Sementara pihak yang mendukung tentu menginginkan kurikulum tersebut tetap dilanjutkan. Pemerintahan Jokowi sendiri sudah memberi isyarat akan membatalkan kurikulum ini dan memberlakukan kembali Kruikulum Berbais Kompetensi (KTSP).

Kurikulum 2013 memang sejak awal, sejak masih dalam tahap persiapan, sudah mendapat banyak tentangan dari para pengamat pendidikan, bahkan dari insan akademis sendiri, dan dari seluruh stakeholder pendidikan.

Kelemahan dasar Kurikulum 2013 adalah bahwa kurikulum tersebut seolah menganggap semua guru dan siswa memiliki kapasitas dan kualitas yang sama di seluruh Indonesia ini. Padahal kenyataannya kualitas guru dan siswa di semua wilayah RI ini berbeda-beda.

Pengamat pendidikan Dharmaningtyas memaparkan secara rinci kelemahan dan kelebihan Kurikulum 2013. Menurut Dharmaningtyas, salah satu kelebihan Kurikulum 2013 adalah bahwa kurikulum tersebut memiliki konsep yang jelas terhadap kualitas lulusan yang ingin dicapai.

Selain itu, menurut Dharmaningtyas, Kurikulum 2013 juga memiliki sisi positif lainnya. Misalnya, paradigma Kurikulum 2013 mengemas mata pelajaran menjadi lebih bermakna dalam kehidupan sehari-hari dengan model pembelajaran tematik integratif dan pendekatan saintifik.

Dalam Kurikulum 2013, muridlah yang dituntut aktif dalam proses pembelajaran, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator. Semua aspek kehidupan bisa menjadi sumber pelajaran. Dengan demikian, diharapkan kurikulum tersebut akan melahirkan manusia pembelajar.

Namun demikian, menurut Dharmaningtyas, Kurikulum 2013 memiliki beberapa sisi negatif. Pertama, Kurikulum 2013 penuh kontradiksi. Kurikulum tersebut bercita-cita melahirkan manusia kreatif, kritis, inovatif, tapi muatannya penuh dengan materi normatif karena ada penambahan jam belajar agama.

Kedua, kurikulum tersebut berharap proses pembelajaran akan berlangsung lebih leluasa, tapi jumlah jam pelajarannya kustru ditambah.

Ketiga, Kurikulum 2013 hanya cocok untuk sekolah yang sudah maju yang guru-gurunya mempunyai semangat belajar yang tinggi, yang masyarakatnya sudah terdidik, yang muridnya mempunyai kemampuan dan fasilitas yang setara, dengan infrastruktur telekomunikasi dan transportasi yang sudah merata sehingga tidak menghambat proses pembelajaran, kata Dharmaningtyas.

Fakta di lapangan, pada sisi implementasinya, Kurikulum 2013 masih menghadapi banyak kendala mendasar, misalnya guru-guru yang tak jua kunjung paham bagaimana menerapkan kurikulum tersebut di sekolah mereka meski mereka sudah berkali-kali mendapat pelatihan, fasilitas belajar yang serba kekurangan, serta yang paling pokok, rendahnya motivasi siswa dalam belajar. Guru yang diharapkan berperan sebagai motivator siswa tidak bisa berbuat banyak menghadapi siswa yang motivasi belajarnya sangat rendah atau hampir tidak ada. Sedangkan motivasi adalah kata kunci keberhasilan Kurikulum 2013.

Bayangkan, mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan menyajikan (5M) adalah napas dari Kurikulum 2013, dan dalam pelaksanannya, muridlah yang melakukan 5M tersebut, bukan guru, sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator, pendamping yang harus siap dengan jawaban-jawabannya jika siswa bertanya.   

Dengan kata lain, siswa sendirilah yang belajar secara aktif di sekolah, guru tidak mengajar mereka. Guru hanya berperan sebagai pendamping dan pendorong.

Bisa kita bayangkan, hal ini hanya akan terjadi di sekolah-sekolah unggulan yang siswanya mempunyai motivasi belajar yang tinggi, mempunyai nalar yang tinggi karena merupakan siswa pilihan, dengan guru berkualitas tinggi karena juga merupakan guru-guru pilihan.

Jangan berharap hal ini akan terjadi di sekolah-sekolah non-unggulan, apalagi di sekolah-sekolah pelosok yang siswanya bukan pilihan, di sekolah-sekolah yang para siswanya umumnya hanya datang ke sekolah karena ikut-ikutan, datang terlambat, sering bolos, dan tidak membawa apa-apa ke sekolah. Kurikulum 2013 jelas bukan untuk mereka. 

Sekolah-sekolah seperti ini umumnya masih berjuang keras menegakkan kedisiplinan; sekadar untuk menyadarkan siswa bahwa mereka ke sekolah adalah untuk belajar. 

Murid-murid di sekolah seperti ini jangankan untuk belajar sendiri, diajari saja mereka tidak mau. Mereka lebih suka tidur dan bersenda gurau di dalam kelas. Mereka masih berada dalam tahap paling awal dari budaya belajar. Mereka masih dalam tahap mendengar, menulis, dan membaca, belum sampai mengamati, menanya, menalar, mencoba dan menyajikan. Jika metode 5M tersebut diterapkan pada siswa sperti ini, niscaya hasilnya akan kacau balau.

Apalagi jika fasilitas di sekolah tersebut masih serba kekurangan. Apa yang bisa diharapkan dari murid yang datang ke sekolah tidak membawa apa-apa; tidak bawa buku dan alat tulis, tidak bawa tas; datang ke sekolah hanya melenggang saja seperti mau pergi ke pantai, dan jika di dalam kelas tidak ada apa-apa selain papan tulis dan spidol?

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger