Pramesthi, Sebuah Kenangan


Pengantar. Meski Anda sudah puluhan kali melewati jalan raya menuju Puncak, Bogor, tapi belum tentu Anda tahu hotel Pramesthi. Hotel Pramesthi adalah sebuah hotel yang indah bergaya klasik yang terletak di tepi sungai dengan pemandangan yang asri. Tidak seperti hotel-hotel lain di jalan raya menuju Puncak, hotel Pramesthi letaknya tersembunyi, tidak terlihat dari jalan raya.

Panas terik di sepanjang jalan raya Ciawi—mungkin itulah nama jalannya—kami terjebak di dalam angkot yang membawa kami menuju Puncak, Bogor. Sopir yang membawa kami berperawakan kecil, berusia sekitar 40-an. Dari logat bicaranya jelas dia adalah orang Sunda, sebagaimana orang-orang lain di dalam angkot yang kami tumpangi tersebut.

Bus travel Elf yang kami tumpangi dari Lampung tak mau membawa kami sampai ke tujuan; hotel Pramesthi, jalan raya Puncak, km 72, Cibogo, Bogor. Katanya lokasi tersebut sudah berada di luar jangkauan. Terpaksa kami harus nyambung pake angkot. Sialnya pula tak ada taxi yang melintas di sepanjang jalan raya yang kami lalui. Satu-satunya taxi yang kami lihat melintas ternyata sudah berisi penumpang.

Sopir angkot yang kami tumpangi tak tahu pasti di mana hotel Pramesthi berada. Tapi dia memastikan angkot yang dia kemudikan melalui jalan raya di mana hotel tersebut berada. Syukurlah, kami tidak salah pilih angkot. ‘Nanti kita lihat,’ katanya ketika kami tanya apakah dia tahu hotel tersebut.

Lalu lintas macet. Cuaca panas. Kendaraan bergerak seperti merangkak. Beringsut-ingsut dalam jarak sekitar sepuluh meter sekali. Penumpang terus bertambah. Suasana di dalam angkot semakin panas. Benar-benar seperti perjalanan ke neraka.

Berkali-kali aku mengutuki situasi dan menyesali mengapa kami tidak menunggu taksi saja. Temanku duduk tepat di belakang sopir. Aku di pojok paling belakang. Suasana makin lama makin panas. Peluh bercucuran membasahi tubuh. Ketika penumpang yang duduk di samping sopir turun. Aku bergegas pindah ke depan, duduk di samping sopir. Lega….

Temanku terus bertanya-tanya di mana gerangan lokasi hotel yang kami tuju baik kepada si sopir maupun pada penumpang angkot. Sialnya, tak ada penumpang angkot yang tahu pasti di mana letak hotel Pramesthi. Si sopir yang wajahnya menjengkelkan itu makin lama terlihat semakin menjengkelkan di mataku. Masa sih dia tak tahu letak hotel itu. Bukankah dia setiap hari melintas di jalan itu….    

Angkot terus melaju. Semakin lama semakin jauh. Melewati bukit-bukit hijau diselingi oleh bangunan-bangunan hotel yang bertebaran di sana sini. Pemandangn menuju Puncak sungguh indah dan nyaman.

Tapi papan nama hotel Pramesthi tak kunjung terlihat. Dan yang membuat kami semakin bingung adalah bahwa nomer-nomer alamat yang tertulis di papan nama di depan gedung-gedung di sepanjang jalan raya menuju Puncak ternyata tidak berurutan. Nomer yang lebih besar sering kali mendahului nomer yang lebih kecil. Ketika saya melihat sebuah papan nama dengan nomer alamat 40, saya menduga nomer alamat selanjutnya adalah 41 atau 42, sehingga saya bisa mengira-ngira berapa jauh lagi jarak yang mesti kami tempuh, tapi yang saya lihat adalah nomer 15.

Si sopir tetap tidak dapat membantu selain memutar-mutar kemudi dan berteriak-teriak ketika ada kendaraan tertahan di depannya.

Kami terus melaju. Hotel demi hotel kami periksa. Tapi tak ada satupun yang bernama Pramesthi. Dan ketika sampai di Puncak, si sopir berkata, ‘Ini sudah di Puncak. Ke sana lagi sudah nggak ada,’ katanya seperti tanpa dosa. Penumpang sudah habis, hanya tinggal temanku dan aku dan seorang anak sekolah. Temanku mengumpat. Aku juga. Sopir sialan….

Turun dari angkot, kami bertanya dengan pemilik sebuah warung. ‘Oalah, ini kan di Cibogo,’ kata si ibu pemilik warung demi membaca alamat hotel yang ditunjukkan temanku. ‘Ini sudah di Puncak, Pak. Sudah kelewatan jauuuhhhh…,’ katanya. Dasar sopir angkot bego….

***

Diklat Peningkatan Nilai UN. Itulah yang membawa kami ke sini, juga para peserta lain dari 9 provinsi; Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Penyelenggara diklat adalah P4TK Bahasa, Jakarta. P4TK Bahasa adalah lembaga diklat untuk guru bahasa wilayah Jawa dan Sumatera. Peserta dari Kalimantan biasanya mengikuti diklat di Makassar, tapi karena Makassar pada waktu itu belum siap, maka mereka dialihkan ke Jakarta. P4TK Bahasa bertugas mendiklat semua guru bahasa; bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Perancis bahasa Mandarin, bahasa Arab, bahasa Korea, dll. Bahkan mungkin bahasa monyet juga ada. Hehehe…. Tapi diklat yang kami ikuti ini hanya untuk guru bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Berhubung karena kampus lembaga tersebut di Jakarta sedang penuh dipakai untuk kegiatan lainnya, terpaksa diklat ini diselenggarakan di Bogor.

Ini untuk yang kedua kalinya saya mengikuti diklat yang diselenggarakan oleh P4TK Bahasa. Diklat pertama yang saya ikuti tahun 2009, di kampus lembaga itu sendiri, di Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Tapi diklat yang pertama itu bukan tentang peningkatan nilai UN, dan berlangsung lebih lama. Diklat yang kami ikuti kali ini berlangsung selama 10 hari, dari tanggal 4-13 November 2013.

Mengapa judulnya Diklat Peningkatan Nilai UN tentu Anda sudah tahu. Ya, kami yang diundang adalah guru-guru bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dari sekolah terpilih. Ya, terpilih. Tapi tentu Anda sudah tahu pula mengapa sekolah kami yang terpilih.

Sekolah kami terpilih tentu karena hasil UN di sekolah kami adalah yang terendah di tingkat kabupaten, tingkat provinsi, dan tingkat nasional. Dan kami adalah guru-guru yang tidak berhasil….

Hm… benarkah kami tidak berhasil. Benarkah yang terendah. Benarkah kami memerlukan diklat ini untuk meningkatkan nilai UN di masa yang akan datang. Hanya Tuhan yang tahu jawabannya. Tapi sepertinya kami tidak memerlukan diklat seperti ini untuk meningkatkan nilai UN. Dan tidak juga guru-guru di sekolah lainnya. Siapapun tahu bagaimana cara meningkatkan nilai UN. Siapapun tahu mengapa nilai UN kami rendah, dan mengapa nilai UN sekolah lain tinggi. Tanyalah pada sekolah-sekolah yang nilai UN-nya tinggi-tinggi itu. Mereka tentu tahu jawabannya.    

Tahun lalu diklat ini diberi judul Diklat Guru Bahasa Indonesia/Bahasa Inggris dengan Nilai UN Terendah tapi karena banyak peserta yang protes, tahun ini judulnya diubah.

***
Materi yang kami terima dalam diklat ternyata tidak jauh-jauh beda dengan diklat-diklat terdahulu yang pernah saya ikuti, yaitu tentang pengajaran listening, speaking, reading dan writing. Tapi fokus diklat ini lebih pada test design, dan item writing alias pembuatan butir soal, selain tentu saja cara membuat RPP. yang baik. Rupanya untuk meningkatkan nilai UN, guru-guru bahasa Inggris perlu ngerti tentang cara membuat soal dan RPP yang baik.

Tapi bukan itu saja. Dalam diklat kami ini, selain micro teaching, kami juga diberi kesempatan mengadakan real teaching. Real teaching diadakan di SMKN 3 Bogor, yang sebelumnya tentu saja sudah ditunjuk oleh P4TK Bahasa untuk kerja sama.

Dan seperti diklat-diklat terdahulu yang pernah saya ikuti, bukan kesulitan dalam memahami materi diklat yang jadi masalah benar, tapi bagaimana menerapkan materi-materi tersebut di sekolah masing-masing, itulah yang jadi tantangan. Sudah jadi rahasia umum bahwa materi-materi diklat seperti ini tidak bisa dengan begitu saja diterapkan di daerah-daerah pelosok, seperti di tempat kami kebanyakan berasal. Banyak guru-guru yang setelah selesai diklat kemudian kembali ke pola masing-masing. Materi diklat yang diterima hanya berguna sebagai tambahan pengetahuan bagi guru itu semata.

Ini bukan karena si guru tidak siap, atau kurang memahami apa yang dia terima dalam diklat, tapi karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk itu. Untuk menerapkan sebuah kurikulum baru, metode baru, atau teknik pembelajaran yang baru tentu saja bukan hanya gurunya yang harus siap, tapi semua komponen dalam unit sekolah harus siap. Dan murid adalah salah satu faktor utama dalam hal ini. Dengan kata lain, sebagus apapun seorang guru mengajar, sehebat apapun si guru menguasai materi pelajaran, kalau murid-muridnya tidak mau belajar, atau tidak siap belajar, atau tidak bersedia diajar tentu tidak akan berhasil. Inilah sebabnya mengapa pendidikan di daerah pelosok relatif kurang berhasil. Inilah sebabnya mengapa nilai UN rendah. 

***
Hotel Pramesthi terletak di tepi sungai berbatu. Di belakangnya terdapat bukit yang asri yang diisi dengan villa-villa, juga milik hotel Pramesthi. Salah satu bangunan utamanya berpola Minang. Konon pemilik hotel ini adalah orang Minang.

Hotel ini mempunyai beberapa blok bangunan utama yang terpisah oleh sungai, yang masing-masing dihubungkan dengan jembatan. Uniknya, pada satu titik sungai ini terbelah, bercabang dua, dan bertemu kembali dalam jarak sekitar 120 meter. Belahan ini berbentuk seperti huruf O, atau menyerupai sebuah pulau kecil. Salah satu blok bangunan utamanya terletak di pulau kecil ini. Oleh pemiliknya, pulau kecil tersebut dibentuk seperti sebuah kapal. Ada tiga jembatan besi sebagai penghubung masing-masing bangunan. Tiga  jembatan ini merupakan jantung utama koordinasi di hotel ini.

Suara gemercik air di batu adalah akustik khas hotel ini.  

***
Hari ketiga diklat kami diberi kesempatan mengunjungi SMKN 3 Bogor untuk studi banding. Perjalanan dari Cibogo ke Bogor dengan bis wisata ber-AC adalah sebuah penyegaran bagi kami setelah merasa terkurung di komplek hotel Pramesthi selama 2 hari. Meski suasana di hotel tersebut sejuk dan menyegarkan, dan ruangan diklat kami ber-AC, tapi karena lokasinya yang terpencil, jauh dari keramaian, tentu membuat kami jenuh juga. Dan perjalanan ini adalah sebuah piknik. 

SMKN 3 Bogor tergolong sekolah yang unggul secara akademis. Sekolah ini pernah beberapa kali menjadi juara LKS tingkat provinsi Jawa Barat. Rata-rata perolehan nilai UN mereka untuk tiga mata pelajaran (matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris) selalu di atas 7. Sekolah ini tergolong besar dengan jumlah murid sekitar 1.500 orang dan guru lebih dari 100 orang, dengan gedung yang megah, dilengkapi dengan edu-hotel.

Kedatangan kami mereka sambut dengan ramah. Tapi sayang niat kami untuk mengadakan observasi, alias mengamati dengan pandangan mata bagaimana cara guru-guru di sini mengajar bahasa Inggris tidak kesampaian karena, kata mereka, kebetulan pada waktu kami tiba semua jam pelajaran bahasa Inggris sudah selesai. Hanya tinggal satu orang guru yang akan mengajar bahasa Inggris, tapi itupun bukan melanjutkan materi pelajaran, melainkan hanya membahas soal-soal UN.

Kecewa. Ya, tapi tak apalah. Sebagai gantinya, kami diberi petuah dan petunjuk oleh guru-guru bahasa Inggris di sana tentang cara-cara mereka mengajar bahasa Inggris. Lumayan, bisa jadi tambahan pengetahuan….

***
Hotel Pramesthi terletak di atas tanah dengan kontur perbukitan. Salah satu unit bangunannya membelakangi bukit kira-kira setinggi gedung tiga lantai. Karena saya dan teman saya tiba belakangan, maka kami ditempatkan di villa di atas bukit tersebut.

Tak apalah. Villa ini sejuk dengan pemandangan yang indah, meski kami harus terengah-engah setiap kali naik turun bukit, dari dan menuju tempat diklat.

***
Range of difficulty, discriminating power, distractors analysis. Itulah istilah-istilah mesti dipahami guru dalam test design, alias membuat soal test. Mungkin ini bukan istilah baru bagi sebagian besar peserta diklat. Tapi tak ayal banyak yang mengalami kesulitan dalam memahaminya, dan mesti dibimbing perlahan-lahan oleh tutor.  

Maklum, kebanyakan guru kan hanya membuat soal berdasarkan pengalaman saja. Jarang ada yang membuat soal berdasarkan hasil analisis. Terlalu ribet dan menyita banyak waktu dan energi. Mana sumbangannya bagi peningkatan mutu pendidikan nggak jelas lagi.

***
Bogor kota hujan. Dan itu terbukti. Selama kami berada di sana hampir setiap hari turun hujan. Tapi kami tidak pernah merasakan hujan yang benar-benar lebat dan berlangsung lama. Hujan lebat hanya berlangsung singkat, selebihnya adalah hujan rintik-rintik. Tapi tak ayal sungai berbatu itu meluap, meski tak besar, dan tak bisa disebut banjir.

***
Test Design selesai, dilanjutkan dengan Designing Lesson Plan dengan tutor yang berbeda. Membuat RPP adalah pekerjaan yang benar-benar membosankan, dan tidak realistis. Jarang ada RPP yang benar-benar direalisasikan di dalam kelas. Kebanyakan guru membuat RPP hanya sebagai dokumen semata. Kalau sudah di dalam kelas, ceritanya jadi lain. Hihihi….

Tutor yang kedua ini cair banget. Suasananya lepas. Tidak ada pretensi apa-apa. Enjoy aja dengan ketawa-ketawa. Bahkan dia ketawanya lebih lepas dari kami peserta. Beda dengan tutor yang pertama yang meski leluconnya lucu juga, tapi dia sendiri nggak pernah ketawa lepas.

***
Salah satu yang menarik pula di hotel Pramesthi adalah para pedagang asongan yang entah mereka tahu dari mana tiba-tiba muncul di depan kami setiap pagi hari sebelum diklat dimulai dan ketika istirahat. Sebenarnya pedagang asongan yang muncul di tempat diklat seperti ini nggak aneh. Selama saya mengikuti diklat di Lampung-pun pedagang seperti banyak muncul. Tapi di Bogor barang-barangnya lebih menarik dan beragam. Sangat cocok dijadikan oleh-oleh. Maka hampir setiap pagi hari sebelum diklat dimulai acaranya adalah shopping….

***
Hari demi hari berlalu, tak terasa waktu 10 hari hampir selesai. Tugas akhir sebelum diklat ditutup adalah real teaching. Kami harus tampil mengajar dalam kelas yang sebenarnya, dengan siswa yang sebenarnya pula, yaitu di SMKN 3 Bogor. Real teaching tentu saja beda dengan micro teaching yang murid-muridnya adalah teman-teman kami sendiri yang tentu saja beda dengan murid yang sebenarnya.

Tugas real teaching dilakukan per kelompok. Satu kelompok terdiri dari enam atau tujuh orang. Jadi tidak semua peserta punya kesempatan tampil mengajar, melainkan hanya perwakilan dari kelompoknya saja. Perwakilan dari kelompok kami adalah seorang ibu guru muda yang mengajar di sebuah SMK di Sukabumi, Jawa Barat. Seorang guru muda yang berpenampilan menarik dan enerjik.

Karena diklat ini bertujuan untuk meningkatkan nilai UN, maka kami harus mengajar di kelas 3. Kelompok kami mendapat topik making reservation. Topik ini sebenarnya enak diajarkan karena ada banyak sekali kesempatan untuk melakukan eksplorasi teknik dan metode dalam menyampaikannya.

Kebetulan SMKN 3 Bogor adalah SMK Wisata yang sudah mempunyai edu-hotel sendiri. Dugaan kami, tentu mereka sudah sangat mahir dalam melakukan dan mengangani reservasi. Untuk itu kami melakukan persiapan yang mendalam di malam hari sebelumnya. Tapi untunglah kami diberi tugas mengajar di jurusan TKJ, bukan di jurusan perhotelan, sehingga kami tidak perlu terlalu banyak memperkaya materi. Tapi rasa was-was tentu tetap ada. Anak-anak Bogor tentu berbeda dengan anak-anak di tempat kami.

Dan ketika saatnya tiba, kami tampil dengan pede. Temanku yang bertugas mengajar juga tidak kalah pede, meski di belakang para siswa ada guru bahasa Inggris yang sebenarnya mengawasi.

Dan benar saja. Proses KBM berlangsung dengan mulus, tanpa kesulitan dan tanpa masalah sama sekali. Anak-anak itu  sepertinya sudah tahu materi yang diajarkan. Mereka langsung nyambung, meski teman kami yang mengajar tidak cukup jelas dalam penyampaiannya. Mungkin mereka sudah pernah belajar materi itu sebelumnya.

Dan, jauh berbeda dengan murid-murid di sekolah asal kami masing-masing, anak SMKN 3 Bogor sangat serius belajar. Meski kelas sempat heboh sebentar dengan tawa dan canda pada tahap perkenalan, tapi hal itu tentu sesuatu yang lumrah terjadi di mana-mana.

Ketika proses KBM berlangsung mereka semua menyimak penjelasan guru dengan saksama. Ketika diduruh maju mereka langsung maju. disuruh bertanya langsung bertanya. Disuruh mengerjakan tugas langsung mereka kerjakan. Tidak seperti murid-murid kami yang jika gurunya sedang bicara mereka juga ikut bicara. Disuruh mengerjakan tugas tidak dikerjakan. Disuruh mencatat tidak mau. Capek dehhh….

***
Rabu, 13 November 2013, pukul 10:30 kami semua berkemas di dalam kamar seusai acara penutupan. Selesai sudah semua kegiatan diklat. Sebagian besar peserta tentu pikirannya sudah tertuju ke kampung halaman mereka masing-masing, tak sabar ingin cepat-cepat pulang, meski ada juga sebagian yang menunda kepulangan mereka ke kampung halaman. Mereka ingin mampir dulu di Jakarta mengunjungi anak dan kerabat.  Maklum, sebagai orang daerah yang berasal dari jauh di luar Jakarta, berkunjung ke Jakarta adalah sebuah kesempatan yang langka.

Peserta dari provinsi yang jauh seperti Kalimantan, Jambi, dan Bengkulu, sudah sejak pagi-pagi sekali meninggalkan hotel. Mereka diberi keistimewaan untuk tidak ikut acara penutupan seperti kami. Uang saku mereka diberikan pada malam hari sebelumnya. Maklum, mereka harus berangkat pagi-pagi untuk mengejar pesawat ke bandara. Perjalanan dari hotel ke bandara sekurangnya membutuhkan waktu 3 jam.

Sedangkan kami yang berasal dari provinsi Lampung, Jawa Barat, Banten, dan DKI harus mengikuti acara penutupan terlebih dahulu. Untuk itu pihak panitia sengaja menahan uang saku kami, karena kalau uang saku kami sudah diberikan pada malam sebelumnya, tentu kamipun akan kabur duluan. Hehehe….

Acara penutupan diikuti dengan upacara bersalam-salaman antar peserta. Meminta maaf kalau ada kesalahan, dan mengatakan sampai jumpa lagi tahun depan. “Jumpa lagi tahun depan? Berarti diklatnya nggak berhasil dong,” kata teman-teman. Bener juga ya. Hihihi….

***
Kerumunan peserta di depan lobi hotel perlahan menyusut. Satu per satu mereka raib dijemput kendaraan yang akan membawa mereka pulang. Tinggal kami berenam. Menunggu jemputan travel yang tak kunjung tiba. Jalan Raya Puncak Bogor sebenarnya memang sudah diluar wilayah antar travel yang kami pesan. Mereka hanya bersedia mengantar penumpang sekitar wilayah Jabotabek. Tapi mungkin karena mereka kekurangan penumpang, maka mereka bersedia menjemput kami.

Pukul 12:30 travel yang akan membawa kami tiba. Kami adalah peserta diklat terakhir yang meninggalkan hotel.

Suasana langsung berubah ketika mini bis yang membawa kami tancap gas. Hotel Pramesthi tertinggal di belakang. Tapi kenangan padanya belum hilang.

Selamat tinggal Pramesthi. Entah kapan kami akan datang lagi….
  



comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger