BERBUKA puasa, apalagi di musim panas, tentu memerlukan sesuatu yang sejuk-sejuk segar, dan dingin jika diberi es. Bosan dengan produk modern yang bisa dibeli di pasar, ada baiknya kita mencoba kembali ke alam, sekaligus mencoba melestarikan alam, khususnya tumbuh-tumbuhan.
Salah satu produk alam yang sederhana yang bisa dimanfaatkan untuk berbuka puasa tersebut adalah cincau. Dalam masyarakat tradisional pedesaan cincau sudah dikenal lama sebagai bahan untuk membuat minuman segar. Setiap bulan puasa, masyarakat pedesaan banyak memanfaatkan cincau untuk berbuka puasa. Proses pembuatannya yang sederhana dan murah, dan sangat tradisonal dengan seluruh bahan-bahannya diambil dari alam, membuat kita akrrab dengan alam, back-to-nature.
Cincau hijau berasal dari dua jenis tanaman yang berbeda. Yakni cincau rambat (Cyclea barbata) dan cincau perdu (Premna oblongifolia). Sementara cincau hitam berasal dari tanaman Mesona palustris atau janggelan (‘gel’ dibaca seperti pada togèl dan gèlèng). Cincau rambat, sesuai dengan namanya merupakan terna berbatang lunak yang merambat dengan cara membelit. Batangnya berwarna hijau tua. Panjang batang bisa mencapai 4 sd. 5 m. untuk mencapai lokasi yang mendapat sinar matahari. Daunnya berbentuk jantung agak bulat, berwarna hijau tua dan dipenuhi bulu halus. Panjang dan lebar daun sekitar 10 cm. Ujung daun meruncing. Cincau rambat selalu berumah dua. Yakni bunga jantan dan betina berada pada dua tanaman yang berlainan. Bunga jantan maupun betina berupa dompolan pada malai kecil yang tumbuh menggantung dari bekas ketiak daun (ruas batang). Buahnya berupa beri yang juga membentuk dompolan dengan butiran lonjong ukuran 0,5 cm.. Ketika muda, buah berwarna hijau dan menjadi putih kecokelatan ketika masak. Di dalam buah ini ada biji berwarna hitam yang bisa disemai.
Secara sederhana proses pembuatan cincau hijau dilakukan dengan meremas-remas daun cincau rambat atau perdu, sambil sedikit demi sedikit diberi air. Air hasil remasan ini disaring dan ditampung dalam wadah. Ampas dibuang dan air remasan daun yang berwarna hijau gelap itu didiamkan dalam wadah sekitar 1 sd. 2 jam sampai menggumpal membentuk agar-agar. Sambil menunggu mengerasnya cincau, kita bisa menyiapkan santan dengan gula merah. Caranya dibuat santan kental yang kemudian direbus bersamaan dengan gula merah. Karena kualitas gula merah yang dijual di pasaran sangat jelek, sebaiknya gula merah itu diiris halus kemudian direbus terlebih dahulu dengan air biasa. Setelah seluruh gula larut, air gula itu disaring untuk membuang kotoran yang terikut dalam gula merah. Baru kemudian cairan gula itu disatukan dengan santan untuk direbus ulang. Cincau hijau yang telah mengeras bisa langsung disendok sedikit demi sedikit, dicampur santan bergula dengan es dan langsung bisa dinikmati.
Selain dengan cara di atas, cincau rambat juga bisa dinikmati tersendiri, hanya dengan menambahkan gula pasir dan es. Cara sederhana ini justru memberi kenikmatan tersendiri karena sensasi rasa dan aroma daun cincau yang khas, murni dan belum tercemar, sehingga terasa lebih alami. Orang-orang desa umumnya menikmati cincau dengan cara sederhana seperti ini. (sumber: Forum Kerjasama Agribisnis/http://foragri.blogsome.com/industri-cincau-hijau-dan-cincau-hitam/)
1 comments:
Yang butuh bibit & daun cincau bisa hubungi kami 082136712513 atau chasiapro@gmail.com @Trims Prabowo Jogja
Post a Comment