http://www.bloggerborneo.com |
Himbauan dunia untuk mematikan listrik selama satu jam pada tanggal 26 Maret kemarin sebagai peringatan Hari Bumi (Earth Hour) tampaknya tidak relevan bagi masyarakat Krui, Lampung Barat, dan mungkin pula untuk sebagian masyarakat wilayah lain. Betapa tidak, masyarakat di wilayah ini hampir setiap hari mengalami pemadaman listrik.
Entah apa yang menyebabkan listrik itu mati hampir setiap hari. Kalau akibat cuaca, seperti yang sering dijadikan alasan (wilayah Lampung Barat bergunung-gunung dan berbukit-bukit, dan aliran listrik banyak yang melewati kawasan hutan pegunungan, yang ketika hujan deras sering terjadi tanah longsor dan banyak pohon tumbang yang memutus aliran listrik), nyatanya ketika cuaca sedang bagus pun listrik tetap mati. Keluhan dan protes sudah sering terdengar di sana-sini, tapi keadaan tak jua kunjung membaik.
“Kita mah nggak usah dihimbau juga udah mati sendiri listriknya. Nggak usah earth hour-earth hour-an, setiap hari kita udah earth hour,” kata Benu, salah seorang anggota masyarakat Krui. Dan earth hour kita bukannya cuma satu jam dua jam, tapi sampai seharian penuh. Pernah pula dua hari berturut-turut. Bahkan pernah pula mencapai seminggu,” tambah Benu.
Ya, memang bagi sebagian masyarakat, di sebagian daerah, mati listrik bukanlah hal yang aneh, bukan pula kejadian yang langka, tapi merupakan kejadian yang tidak asing, dan bahkan rutin. Maka ketika ada himbauan untuk memadamkan listrik selama satu jam, seperti untuk memperingati Hari Bumi kemarin, masyarakat enggan menanggapinya. Dan himbauan itu seolah-olah tidak berlaku bagi mereka, bukan untuk mereka. Dan mungkin tidak perlu benar memberi penyuluhan pada mereka akan pentingnya menghemat energi, karena, salah-salah, hal itu justru akan membuat mereka marah. Kalau tujuan pemadaman listrik adalah untuk menghemat, atau menyelamatkan Bumi, mereka adalah penghemat dan penyelamat Bumi nomer satu.
Tapi mungkin perlu juga untuk menghimbau dan membangkitkan kesadaran mereka akan penghematan energi karena kejadian mati listrik yang mereka alami tersebut bukanlah sukarela, tapi dengan paksaan, atau karena terpaksa. Seandainya listrik tidak pernah mati mungkin mereka tidak akan pernah menghemat, mungkin mereka tidak akan dengan sukarela mematikan listrik pada peringatan Hari Bumi seperti kemarin. Mungkin mereka tidak akan peduli. Kenyataannya, banyak di antara mereka yang lalai, seperti membiarkan lampu listrik menyala di luar rumah di siang hari, atau tidak mematikan pesawat TV sampai pagi, atau membiarkan pompa air bekerja terus meski bak mandi sudah penuh.
Tapi saya yakin kesadaran mereka ada. Kalau pun mereka sering protes, itu karena pemadaman listrik yang mereka alami sudah terlalu sering, hampir setiap hari, bukan satu jam, dua jam, tapi bahkan sampai seharian penuh dan berhari-hari. Seandainya listrik mereka tidak pernah mati seperti halnya di kota-kota besar, saya yakin mereka akan dengan sukarela mematikan listrik pada saat peringatan earth hour. Jangankan suma satu jam, sehari penuh pun mereka bersedia.***
0 comments:
Post a Comment