Susahnya Mendisiplinkan Diri

Betapa sulit menegakkan peraturan di negeri ini; tidak cukup hanya peringatan, tidak cukup hanya sanksi, tidak cukup hanya hukuman.

Sudah cukup banyak kita saksikan pelanggaran displin dalam kehidupan kita sehari-hari, baik di lingkungan formal maupun nonformal. Di lingkungan formal, banyak pegawai yang melanggar peraturan alias indisipliner; korupsi, bolos, desersi, misalnya. Sedangkan di lingkungan nonformal jumlahnya tentu lebih banyak. Coba tengok di sekitar Anda, pasti banyak orang yang membuang sampah sembarangan, mencorat-coret fasilitas umum, merusak fasilitas umum, dan tentu saja melanggar peraturan lalu lintas.

Anehnya, peraturan yang tujuannya untuk keselamatan diri kita sendiripun—seperti mengenakan helm untuk  pengendara sepeda motor—masih kita langgar pula. Padahal aturan menggunakan helm adalah untuk keselamatan kita sendiri. Namun demikian, jarang di antara kita yang menggunakan helm karena kesadaran dari dalam diri kita sendiri. Umumnya kita menggunakan helm karena didesak oleh polisi.

Ada pula cerita unik dari berita TV yang saya tonton beberapa hari yang lalu. Kereta ekonomi Jabodetabek kewalahan mengatasi para penumpang yang duduk di atap kereta. Duduk di atap kereta tentu saja bertentangan dengan kebijakan perum KA. Atap kereta tidaklah disediakan untuk para penumpang. Dan pihak perum KA sudah berkali-kali memperingati penumpang akan hal ini. Namun tidak membuahkan hasil. Jumlah penumpang yang duduk di atas atap tidak berkurang.

Mungkin karena sudah putus asa, sebagai the last resort, perum KA menyemprot para penumpang di atas KA yang sedang melaju dengan cairan berwarna. Tentu dengan tujuan agar mereka jera dan tidak akan mengulangi duduk di atas atap KA lagi. Bayangkan jika setiap hari pakaian Anda terkena noda warna yang tidak bisa hilang, tentu dalam beberapa minggu saja pakaian Anda akan habis. Wajar bila kemudian Anda jera duduk di atap KA lagi.

Ini adalah tindakan yang paling konkret sekaligus yang paling primitif yang pernah dilakukan orang modern untuk menegakkan aturan di jaman modern ini, pada orang-orang yang relatif berpendidikan, dengan harapan tindakan yang konkret akan lebih mudah dipahami apabila cara persuasif tidak lagi bisa dijalankan.

Seharusnya kita malu. Mengapa cara-cara yang lebih manusiawi tidak lagi mempan untuk menyadarkan kita sehingga harus ditempuh cara-cara seperti yang iasa diberlakukan pada hewan.

Tapi apa lacur, bukannya jadi malu atau jera, para penumpang tersebut malah balik mengamuk dan merusak alat semprot yang dipasang di sisi rel KA tersebut.

Pelajaran yang bisa kita petik dari cerita di atas adalah bahwa tidak ada, atau belum ada,  cara yang ampuh untuk membuat masyarakat menjadi disiplin. Atau mungkin lebih tepat dikatakan tidak ada cara ampuh yang bisa membuat masyarakat kapok. Atau dengan kata lain cara-cara yang ditempuh selama ini tidak ada yang efektif, baik cara yang manusiawi maupun cara yang hewani.

Mungkin kita telah kehilangan sense of human kita. Mungkin kita tidak lagi bisa membaca tanda-tanda isyarat. Mungkin kita tidak bisa lagi mengerti persuasi. Dan kalau demikian adanya, mungkin yang perlu diubah adalah sarananya, bukan manusianya.

Mungkin yang perlu dilakukan adalah menghilangkan peluang pelanggaran itu terjadi.

Orang duduk di atas atap KA tentu karena mereka merasa nyaman melakukan itu. Dan tidak ada kuasa apapun yang bisa menghalangi kenyamanan mereka itu, di jaman merdeka ini. Tidak ada cara yang bisa menghalangi selama hal itu masih mungkin mereka lakukan. Selama mereka masih mempunyai peluang untuk melakukan itu.

Mungkin yang perlu dilakukan adalah menghilangkan kemungkinan dan peluang itu, dengan cara membuat atap KA menjadi tidak nyaman untuk diduduki, misalnya.

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger