Lebih dari 5 juta pria di AS mengalami
depresi setiap tahunnya
Depresi
klinis—pada wanita maupun pada pria—bisa menyebabkan kesedihan dan hilangnya
minat pada sesuatu yang dahulunya menyenangkan. Tapi depresi kadang-kadang bisa
menjelma dengan cara yang berbeda-beda pada orang yang berbeda.
“Meski
gejala-gejala (simptom) yang digunakan untuk mendiagnosa depresi adalah sama
pada pria maupun wanita, namun sering kali keluhan utamanya berbeda antara pria
dan wanita,” kata Ian A. Cook, MD, profesor psikatri Miller Family pada
Universitas California —Los Angeles .
Di
bawah ini adalah 12 tanda-tanda depresi pada pria.
Kelelahan (Fatigue)
Orang
yang menderita depresi mengalami serangkaian perubahan fisik maupun mental.
Mereka bisa mengalami fatigue, dan
juga keterhambatan psikomotor, atau melambatnya gerakan fisik, bicara, dan
proeses pikiran.
Menurut Josh Klapow, PhD, seorang
psikolog klinis dari Universitas Alabama di Birmingham's School of
Public Health, pria
lebih sering mengalami fatigue dan
gejala-gejala fisik lainnya sebagai keluhan utamanya dibandingkan wanita.
Tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit
Masalah
tidur—seperti insomnia, terjaga di dini hari, atau tidur berlebihan—adalah
gejala-gejala depresi yang utama.
"[Sebagian
orang] tidur selama 12 jam sehari dan masih merasa mengantuk atau bolak-balik
di tempat tidur dan terjaga setiap dua jam,” kata Dr. Cook.
Seperti
halnya fatigue, gangguan tidur adalah
salah satu gejala utama yang harus dibicarakan orang yang menderita depresi
dengan dokter yang menangani mereka, kata para ahli.
Sakit perut atau sakit pinggang
Masalah
kesehatan seperti sembelit atau diare, dan juga sakit kepala dan sakit
pinggang, adalah biasa pada orang yang mengalami depresi.
Tapi
pria sering kali tidak menyadari bahwa rasa sakit kronis dan gangguan
pencernaan sering sejalan dengan depresi, menurut kelompok diskusi yang
dilaksanakan oleh National Institute of
Mental Health. Norman Sussman, MD, seorang profesor psikiatri pada NYU Langone Medical Center, mengatakan
bahwa orang yang mengalami depresi pada dasarnya selalu merasa tidak enak
badan.
“Ini
adalah gangguan medis,” kata Dr. Sussman.
Mudah marah (Irritability)
Bukannya
merasa tertekan, pria yang mengalami depresi sering menunjukkan tanda-tanda mudah
marah. “Jika mereka berbicara mengenai sebuah komponen emosional, itu boleh
jadi mengenai rasa sedih dan keadaan mudah marah.” Kata Dr. Cook.
Sebagai
tambahan, kata Klapow, pikiran negatif adalah aspek umum dari depresi. “Pria sering
melaporkan bahwa mereka merasa lekas marah karena mereka mempunyai pikiran
negatif yang konstan,” katanya.
Sulit konsenstrasi
Keterhambatan
psikomotor bisa memperlambat kemampuan seorang pria untuk memproses informasi,
yang dengan demikian membuat pekerjaan mereka atau tugas-tugas lainnya menjadi
tidak beres.
“Depresi
mengenai seseorang yang mempunyai pikiran negatif, hampir seperti sebuah intrusi,”
kata Klapow. “Anda menjadi lambat dan terus menerus berpikir mengenai hal-hal
negatif di dalam hidup Anda. Akibatnya Anda akan mengalami kesulitan
memfokuskan diri pada sesuatu.
“Saya
menggambarkan depresi sebagai sebentuk kegagalan otak yang dapoat dipulihkan (reversible), kata Dr. Sussman. “Ketika
Anda mengalami depresi, sepertinya CPU
[central processing unit] Anda tidak bekerja dengan baik.
Suka membuat ribut (Anger or hostility)
Sebagian
pria mengejawantahkan depresi dengan bersifat kasar, marah, atau agresif, kata
Dr. Sussman. “Seseorang yang menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam
dirinya boleh jadi mencari kompensasi dengan cara menunjukkan bahwa dia masih
kuat dan mampu,” katanya.
Amarah
dan kekasaran berbeda dengan keadaan lekas marah (irritability). “Amarah cenderung merupakan emosi yang kuat,” kata
Klapow. “sedangkan keadaan lekas marah (iritability)
adalah perasaan jengkel (crankiness).”
Dr.
Sussman mengatakan dia juga memperhatikan bahwa pria menjadi kasar ketika
mereka merasa dikucilkan (withdrawn)
sebagai akibat dari depresi yang mereka alami dan merasa tertekan oleh
teman-teman atau keluarga untuk kembali bergaul dengan masyarakat.
Stress
Kaum
pria mungkin lebih cenderung melaporkan gejala-gejala depresi sebagai stress.
Bukannya karena stress-nya yang lebih ketara; tapi karena stress lebih diterima
secara sosial,” kata Klapow.
Menurut
Dr. Cook, stress dan depresi bisa juga berjalan di jalur dua arah. “Adalah
akurat jika dikatakan bahwa merasa stress bisa jadi merupakan sebuah indikator
dari sebuah depresi klinis tetapi bisa juga merupakan bagian dari penyebabnya,”
katanya.
Penelitian
telah menunjukkan bahwa stress yang berkelamaan bisa menyebabkan perubahan-perubahan
di dalam tubuh maupun di dalam otak, yang pada akhirnya bisa mengarah pada
depresi.
Cemas (Anxiety)
Penelitian
menunjukkan adanya sebuah hubungan yang kuat antara gangguan cemas dan depresi.
Pria
boleh jadi tidak lagi lebih cenderung mengalam kecemasan daripada
wanita—nyatanya, gangguan kecemasan dua kali lipat lebih banyak pada
wanita—tapi pria sering kali lebih mudah membicarakan bahwa mereka merasa cemas
daripada merasa sedih, kata Dr. Cook.
Pria
boleh jadi mendiskusikan pekerjaan mereka dan apakah kehilangan pekerjaan tersebut
bisa menghalangi kemampuan mereka mencari nafkah bagi keluarga mereka. “Mungkin
masalahnya lebih mudah berbicara mengenai rasa khawatir dan rasa takut,” kata
Dr. Cook.
Penyalahgunaan zat (Substance abuse)
Penyalahgunaan
zat sering kali menemani depresi. Penelitian menunjukkan bahwa para pecandu alkohol
kemungkinan mengalami depresi dua kali lipat dibandingkan dengan mereka yang
tidak minum minuman beralkohol.
“Ini
bisa terjadi pada pria maupun pada wanita, tetapi menggunakan obat-obatan atau
alkohol untuk menghilangkan perasaan yang tidak enak adalah sebuah strategi
yang akan dilakukan banyak pria daripada mencari pengobatan,” kata Dr. Cook.
“Ada bias kultural tentang
kepercayaan yang berbunyi, ‘saya bisa menyelesaikan masalah ini sendiri
sehingga saya akan menggunakan zat-zat kimia yang saya punya untuk itu,’” kata
Dr. Cook.
Disfungsi seksual
Depresi
adalah alasan umum bagi terjadinya kehilangan gairah dan disfungsi ereksi (ED),
dan merupakan salah satu simptom yang pria enggan melaporkannya. “Masalah
performa bisa berasal dari depresi dan membuat depresi menjadi lebih buruk,”
kata Dr. Cook.
Akan
tetapi, ED boleh jadi merupakan efek dari kondisi kesehatan atau pengobatan
lainnya (termasuk antidepresan), dan ED itu sendiri bukan merupakan pertanda
depresi.
“Rekomendasi
saya yang terutama … adalah bahwa Anda tidak bisa hanya menangani salah satu
simptom saja; itu adalah sekelompok symptom yang saling terkait,” kata Klapow.
Ragu-ragu (Indecision)
“Saya
tidak bisa menghitung jumlah orang yang pernah mengatakan, ‘Saya mempunyai uang
di bank tetapi telefon saya diputus karena saya tidak bisa membayar rekeningnya
atau memutuskan apa yang akan dilakukan dan kapan melakukannya.’ Masalahnya
semakin membingungkan,” kata Dr. Cook.
Sebagian
orang secara alami mengalami kesulitan memutuskan sesuatu, jadi keadaan tidak mampu membuat pilihan seperti
ini mengkhawatirkan apabila itu adalah sebuah kelakuan yang baru.
“Ini
adalah masalah pemrosesan informasi,” dan depresi memperlambat kemampuan Anda
untuk membuat keputusan, kata Klapow.
Pikiran bunuh diri (Suicidal thoughts)
Wanita
lebih cenderung melakukan usaha bunuh diri, tapi kemungkinan pria akan mati
jika mereka mencoba bunuh diri lebih dari empat kali lipat dibandingkan wanita.
Salah satu alasannya adalah bahwa pria lebih cenderung memilih cara yang lebih
mematikan. “Mereka lebih sering menggunakan senjata api dan berhasil membunuh
dirinya sendiri pada percobannya yang pertama,” kata Dr. Cook.
Pria
yang lanjut usia memiliki resiko bunuh diri paling tinggi, dan para dokter
sering kali tidak menangkap gejala depresi pada kelompok pria usia seperti ini.
Faktanya, lebih dari 70% korban bunuh diri orang lanjut usia mengunjungi dokter
mereka beberapa bulan sebelum mereka tewas bunuh diri.
Depresi
bukanlah bagian normal dari proses penuaan bagi pria maupun wanita. (Lisa Zamosky, Health.com, Senin
29 Agustus 2011)
0 comments:
Post a Comment