Untuk Mengatasi Kekurangan Organ Tubuh, Membuatnya di Laboratorium?

Dr. Anthony Atala holds the "scaffolding" for a human kidney created by a 3-D printer in a laboratory at Wake Forest University in Winston-Salem, N.C., on Wednesday, May 8, 2013. The university is experimenting with various ways to create replacement organs for human implantation, from altering animal parts to building them from scratch with a patient's own cells. (AP Photo/Allen Breed)
Dr. Anthony memegang 'kerangka' untuk ginjal manusia yang dibuat dengan
menggunakan printer 3-D di laboratorium di Wake Forest University di Winston-
Salem, N.C., Rabu, 8 Mei 2013/ Photo By Allen Breed

NEW YORK (AP) —Pada saat Sarah Murnaghan yang berusia 10 tahun akhirnya diputuskan harus menjalani transplantasi paru-paru minggu lalu, si gadis kecil tersebut telah menunggu selama berbulan-bulan untuk itu, dan kedua orang tuanya telah memohon agar dia diberi pembedahan yang lebih baik.

Fibrosis kista (cystic fibrosis) yang diderita si gadis cilik tersebut telah membahayakan nyawanya, dan kasus tersebut telah memicu sebuah perdebatan tentang bagaimana mengalokasikan donor organ. Paru-paru dan organ tubuh lainnya untuk transpalantasi adalah langka.

Tapi bagaimana jika memang ada cara lain? Bagaimana jika Anda bisa memesan sebuah organ tubuh buatan di dalam sebuah laboratorium?

Kedengarannya tidak masuk akal. Namun hanya tiga jam berkendara dari rumah sakit Philadelphia di mana Sarah mendapatkan transplantasi, ada seorang gadis kecil lain yang hidup dengan memanfaatkan teknologi jenis baru ini. Dua tahun lalu, Angela Irizarry dari Lewisburg, Pa., sangat membutuhkan  pembuluh darah.

Para peneliti membuatkan sebuah pembuluh darah untuknya di laboratorium, dengan menggunakan sel-sel dari tulang sum-sumnya sendiri. Sekarang si bocah berusia 5 tahun tersebut sudah bisa  menyanyi, menari, dan bahkan bercita-cita menjadi seorang pemadam kebakaran—dan seorang dokter.

Membuat paru-paru dan organ tubuh lainnya untuk kepentingan transplantasi sesungguhnya masih menjadi impian masa depan, namun para ilmuwan kini sedang bekerja untuk mewujudkan impian tersebut. Di Carolina Utara, sebuah printer 3-D bisa membuat prototipe ginjal. Di beberapa laboratotium, para ilmuwan mempelajari cara membuat rangka internal (internal scaffolding) untuk jantung, paru-paru, dan ginjal untuk manusia dan babi untuk membuat implan sesuai pesanan.

Beginilah skenario mimpi itu: Seorang pasien mendonasikan sel-sel tubuhnya, apakah dengan cara biopsi atau boleh jadi dengan cara mengambil darah. Laboratorium kemudian menggunakan sel-sel tersebut, atau sel-sel yang dibuat dari sel-sel tersebut, untuk ditanam pada sebuah kerangka (scaffold) yang dibentuk menyerupai organ yang dibutuhkan si pasien. Kemudian, kata Dr. Harald Ott dari Massachusetts General Hospital, “kami bisa meregenerasi sebuah organ yang tidak akan ditolak oleh tubuh (dan bisa) dibuat sesuai permintaan dan ditransplantasikan melalui bedah, seperti halnya organ donor.

Namun hal itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini untuk organ-organ yang solid seperti paru-paru dan liver. Akan tetapi hal seperti ini sudah pernah dilakukan pada bagian-bagian tubuh yang lebih sederhana, seperti dalam kasus Angela Irizarry di atas, ketika para peneliti tengah mengeksplorasi berbagai kemungkinan dalam hal ini.

Hanya beberapa minggu yang lalu, seorang gadis dari Peoria, Illinois, diberi sebuah saluran pernapasan (windpipe) eksperimental yang menggunakan sebuah kerangka sintetis yang dimasukkan dalam sel-sel inti dari tulang sum-sumnya sendiri. Lebih dari seribu pasien telah menjalani operasi serupa ini.

Lusinan orang kini hidup dengan menggunakan kantung kemih eksperimental yang dibuat dari sel-sel mereka sendiri, dan lebih dari selusin lainnya mempunyai uritrea yang terbuat dari tisu kantung kemih  mereka sendiri. Seorang gadis Swedia yang diberi sebuah pembuluh darah vena yang terbuat dari sel-sel sum-sumnya sendiri untuk mem-bypass adanya penyumbatan di dalam vena liver-nya pada tahun 2011 kini masih baik-baik saja, kata ahli bedahnya.

Dalam beberapa kasus ide pembuatan organ tubuh seperti ini bahkan telah menjadi praktik yang standar. Para ahli bedah bisa menggunakan sel-sel dari tubuh si pasien sendiri, memprosesnya dalam laboratorium, untuk memperbaiki kartilago di dalam lutut. Korban luka bakar diberi kulit pengganti yang dibuat di dalam laboratorium.

Pada tahun 2011, giliran Angela Irizarry memanfaatkan teknologi tisu buatan ini.

Angela dilahirkan pada tahun 2007 dengan jantung yang hanya mempunyai satu bilik pompa yang berfungi, sebuah kondisi yang berbahaya yang membuat tubuh kekurangan oksigen. Perawatan standar melibatkan serangkaian operasi, yang tahap akhirnya adalah implantasi pembuluh darah di dekat jantung untuk menghubungkan sebuah vena dengan sebuah arteri, yang berhasil merangkai kembali saluran (plumbing) organ tersebut.

Para dokter bedah dari Yale University mengatakan pada orang tua Angela bahwa mereka bisa mencoba membuat saluran tersebut dari sel-sel tulang sum-sum. Saluran buatan serupa ini telah berhasil diujicoba pada sejumlah pasien di Jepang, namun Angela merupakan partisipan pertama dalam studi Amerika.

“Memang ada resiko,” kata ibu Angela Claudia Irizarry mengenang. Namun dia dan suaminya menyukai ide bahwa implan tersebut akan tumbuh seiring pertumbuhan tubuh Angela, sehingga tidak perlu diganti di kemudian hari.

Sehingga, lebih dari 12 jam sehari, para dokter mengambil sum-sum tulang dari tubuh Angela dan mengekstraksi sel-sel tertentu, kemudian menanam sel-sel tersebut ke dalam sebuah tabung ramah lingkungan  sepanjang 5 inci, lalu menginkubasinya selama dua jam, dan kemudian mengimplantasi hasil cangkokannya ke dalam tubuh Angela untuk ditanam ke dalam pembuluh darah.

Hampir dua tahun berlalu dan Angela kini baik-baik saja, kata ibunya. Sebelum pembedahan dia tidak bisa berlari datau bermain tanpa menjadi kelelahan dan tubuhnya membiru akibat kekurangan oksigen, katanya. Sekarang, “dia bisa bermain sebagaimana biasa.”

Pendekatan menanam benih dan membuat kerangka (seed-and-scaffold) untuk menciptakan organ tubuh seperti  ini tidaklah sesederhana menanam tanaman di pekarangan rumah. Faktanya, para peneliti yang bertugas menangani kasus Angela tersebut di atas telah melakukan operasi memasukkan pembuluh darah buatan laboratorium ke dalam tubuh manusia selama hampir satu dekade di Jepang sebelum mereka menyadari bahwa mereka sepenuhnya salah dalam hal pemahaman mereka tentang apa yang sedang terjadi di dalam tubuh manusia ketika itu.

“Ketika itu kami selalu menganggap apa yang sedang kami lakukan adalah membuat pembuluh darah dari sel-sel yang sedang kami semaikan ke dalam cangkokan (graft),” kata Dr. Christopher Breuer, sekarang di Nationwide Children's Hospital di Columbus, Ohio. Namun kemudian studi terhadap tikus membuktikan bahwa faktanya, building blocks (pembuluh darah buatan) tersebut merupakan sel-sel yang bermigrasi ke dalam dari pembuluh darah lainnya. Sel-sel yang ditanam ini sebenarnya mati dengan cepat. “Kami pada dasarnya menemukan bahwa kami telah melakukan hal yang benar untuk alasan yang salah,” kata Breuer.

Implan jenis lain juga telah menunjukkan bahwa sel-sel yang ditanam tersebut bisa berfungsi sebagai sinyal yang mengundang sel-sel dari tubuh si resipien, kata William Wagner, direktur McGowan Institute for Regenerative Medicine di Universitas Pittsburgh. Kadang-kadang proses ini berjalan  dengan baik, namun kadang pula bisa menyebabkan timbulnya parut (scarring) atau inflamasi, katanya. Mengontrol apa yang terjadi ketika sebuah implan buatan berinteraksi dengan tubuh adalah sebuah tantangan, katanya.

Sejauh ini, organ-organ tubuh buatan laboratorium yang ditanamkan ke dalam tubuh manusia melibatkan struktur yang cukup sederhana—biasanya terdiri dari lempengan (sheets), tabung dan wadah berongga (hollow containers), menurut catatan Anthony Atala dari Wake Forest University yang laboratoriumnya juga memproduksi kerangka (scaffold) untuk hidung dan telinga. Organ tubuh bagian dalam yang solid seperti liver, jantung, dan ginjal adalah jauh lebih kompleks untuk dibuat.

Laboratorium perintis milik Anthony di Wake Forest kini menggunakan sebuah printer 3-D untuk membuat prototipe ginjal mini, sebagian sama kecilnya dengan uang setengah dolar, dan struktur-struktur lain untuk penelitian. Bukannya menggunakan tinta, printer tersebut menggunakan sebuah scaffold ramah lingkungan serupa gel plus sebuah campuran sel-sel untuk membuat ginjal selapis demi selapis. Atala memperkirakan masih diperlukan waktu selama beberapa tahun lagi hingga organ-organ buatan printer ini bisa digunakan di dalam tubuh pasien.

Strategi pembuatan organ tubuh lainnya yang digunakan oleh Atala dan mungkin pula beberapa laboratorium lainnya dimulai dengan sebuah organ, yang membersihkan sel-selnya dari bagian-bagian kerangka (scaffolding) yang tak terpakai (inert) yang mengikat sel-sel menjadi satu , dan kemudian mengimplantasikan kerangka tersebut dengan sel-sel baru.

“Masalahnya hampir sama dengan ketika kita akan menggunakan sebuah bangunan apartemen, dengan mengeluarkan semua penghuninya … dan kemudian mulai mengisi apartemen tersebut dengan para penghuni baru dalam sel-sel yang berbeda,” kata Dr. John LaMattina dari University of Maryland School of Medicine. Dia kini menggunakan pendekatan tersebut untuk membuat liver. Namun bagian pengisiannya adalah bagian yang paling menantang, katanya.

Salah satu tujuan dari proses tersebut adalah memanusiakan organ-organ tubuh seekor babi untuk kepentingan transplantasi, dengan cara mengganti sel-sel dari organ babi tersebut dengan sel-sel dari manusia.

“Saya percaya masa depannya adalah … sebuah matriks babi yang dibungkus dengan sel-sel tubuh manusia,” kata Doris Taylor dari Texas Heart Institute di Houston. Dia dilaporkan membuat sebuah jantung tikus yang berdetak secara sederhana pada tahun 2008 dengan teknik penggantian sel dan kini mengaplikasikannya dengan berbagai organ.

Laboratoriumnya milik Ott dan laboratorium Yale milik Laura Niklason telah menggunakan proses pergantian sel tersebut untuk membuat paru-paru tikus yang bekerja secara temporer di dalam tubuh  tikus-tikus tersebut. Sekarang mereka tengah memikirkan yang lebih besar, yaitu membuat kerangka paru-paru bagi babi dan manusia di dalam laboratorium. Sebuah kerangka paru-paru manusia, tulis Niklason, terasa seperti segenggam Jell-O.

Pergantian sel juga telah berhasil dilakukan pada ginjal. Ott baru-baru ini melaporkan bahwa ginjal buatan laboratorium tidak bekerja sebaik ginjal reguler pada tikus. Namun, katanya, sebuah organ yang “cukup baik” bisa membuat seseorang menghentikan dialisis (off dialysis). Dia baru saja memulai menguji pendekatan tersebut dengan transpalantasi pada babi.

Ott juga kini sedang berusaha menanam sel-sel manusia pada tubuh manusia dan kerangka jantung babi untuk penelitian laborattorium.

Ada banyak tantangan dalam pendekatan organ buatan ini. Salah satunya adalah bagaimana cara mendapatkan sel-sel yang tepat untuk membangun organ tersebut. Sel-sel yang berasal dari organ tubuh manusia itu sendiri mungkin tidak bisa digunakan atau tidak tersedia. Sehingga Niklason dan lainnya kini sedang menjajaki kemungkinan dilakukannya pemograman ulang genetik sehingga, katakanlah, darah atau sel-sel kulit bisa diubah menjadi sel-sel yang cocok untuk pembuatan organ.

Yang lain meneliti sel-sel inti yang berasal dari sum-sum tulang atau lemak tubuh yang bisa diolah  menjadi sel-sel yang tepat untuk organ tubuh tertentu. Dalam jangka pendek, organ-organ tubuh manusia boleh jadi akan dibuat dari sel-sel donor yang disimpan di laboratorium, dan si pasien penerima organ tersebut masih memerlukan obat-obatan anti-rejeksi.

Berapa lamakah lagi kita harus menunggu hingga tiba waktunya para dokter mulai bisa menanam organ-organ yang solid ke dalam tubuh manusia? Ott berharap bisa menyaksikan ini terjadi dalam tempo lima hingga 10 tahun mendatang. Namun Wagner menganggap Ott terlalu optimistis dan dia mengira waktu 15 hingga 20 tahun adalah lebih realistis. Senada dengan Wagner, Niklason juga meramalkan waktu sekitar dua dekade hingga manusia bisa menggunakan paru-paru buatan yang bisa bekerja dalam jangka lama untuk pertama kalinya.

Namun LaMattina memperkirakan diperlukan  waktu lima hingga 10 tahun lagi hingga manusia bisa menggunakan organ buatan yang menjadi spesialisasi peneltiannya, yaitu liver.

“Saya optimistis,” katanya. “Anda harus optimistis dalam pekerjaan ini.” (By MALCOLM RITTER | Associated Press – Mon, Jun 17, 2013)
___
Michael Rubinkam in Lewisburg, Pa., and Allen Breed in Winston-Salem, N.C., contributed to this story.
___
Online:
Ott lab: http://ottlab.mgh.harvard.edu/
Atala lab: http://www.wakehealth.edu/WFIRM/
___
Malcolm Ritter can be followed at http://twitter.com/malcolmritter
http://news.yahoo.com/ease-shortage-organs-grow-them-lab-073556092.html

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger