Berharap pada Jokowi


Angin perubahan sedang berhembus ke Indonesia dengan dilantiknya presiden Jokowi pada tanggal 20 Oktober 2014 lalu. Tak bisa dipungkiri terpilihnya Jokowi sebagai presiden adalah saat yang ditunggu-tunggu oleh sebagian besar bangsa Indonesia. Ada banyak sekali harapan yang dibebankan rakyat Indonesia pada sosok yang sederhana dan bersahaja ini.

Jauh sebelum terpilih sebagai presiden, Jokowi sudah dikenal sebagai sosok yang sederhana dan bersih dari korupsi. Inilah citra yang sangat disukai oleh bangsa Indonesia sekarang di tengah-tengah maraknya kasus KKN yang menimpa banyak pejabat di negara ini.

Kehadiran Jokowi sebagai presiden RI diharapkan bisa menghapus penyakit KKN yang telah merongrong dan menyengsarakan masyarakat tersebut sekaligus membawa bangsa ini ke arah kemajuan yang sudah lama ditunggu-tunggu. Negara-negara tetangga sudah melejit sementara kita seperti jalan di tempat. KKN ditengarai sebagai salah satu penyebab bangsa ini tak maju-maju.

Maka ketika mimpi itu benar-benar terwujud—Jokowi menjadi presiden—eforia itu seolah tak terbendung. Rakyat menyambut pelantikan presiden Jokowi dengan suka cita dan pesta meriah, sebuah peristiwa yang belum pernah terjadi pada pelantikan presiden manapun yang terdahulu di negeri ini.

Pencalonan Jokowi sebagai presiden adalah sebuah hasil koalisi beberapa partai politik. Konon Jokowi menyebut-nyebut koalisi partai yang mencalonkan dirinya tersebut sebagai koalisi tanpa syarat, yang sempat diragukan oleh beberapa pihak. Tapi sayang koalisi tanpa syarat tersebut ternyata akhirnya bersyarat juga dan sedikit ternoda dengan adanya kompromi dalam penunjukan kabinet.

Komposisi kabinet presdien Jokowi terdiri dari para profesional dan politisi dari beberapa partai pendukungnya. Tapi proporsi politisi lebih sedikit dari profesional. Bandingkan dengan kabinet pemerintahan terdahulu yang sebagian besar adalah politisi partai politik.

Kenyataan bahwa tidak ada satu pun menteri yang berasal dari koalisi oposisi sudah cukup menunjukkan niat baik beliau untuk mengurangi kabinet dari tekanan atau pengaruh partai politik, meski dia masih terlihat tak berdaya menghadapi tekanan dari pimpinan beberapa partai politik yang mencalonkan dia sebagi presiden. Terbukti, 13 dari 34 menteri dalam kabinetnya adalah berasal dari partai politik. Sebuah jumlah yang cukup besar mengingat partai politik pendukungnya hanya terdiri dari 5 partai.

Dengan demikian tentu kita tidak bisa mengharapkan kabinet Jokowi akan terbebas dari pengaruh partai politik sama sekali, tapi setidaknya pengaruh itu bisa diperkecil. 

Jika dilihat dari komposisi parlemen, koalisi Jokowi hanya menguasai 44 persen kursi, sedangkan sisanya, 56 persen dikuasai pihak KMP. Dengan demikian, bisa dikatakan intervensi partai politik pada pemerintahan Jokowi hanya sebesar 44 persen. Sebuah jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan pemerintahan terdahulu di mana hampir semua partai berkoalsisi.     

Tapi dalam menjalankan pemerintahan, satu hal yang juga signifikan adalah lembaga kepresidenan itu sendiri, dan sosok pribadi sang presiden. Sosok presiden yang bisa diteladani kiranya cukup untuk membentuk sebuah pemerintahan yang bersih.

Sosok presiden yang memberi contoh yang baik, yang patut ditiru, dijadikan teladan, adalah modal pembangunan yang teramat besar yang dibutuhkan oleh indonesia saat ini.

Dalam hal ini, kebiasaan berhemat Jokowi yang sudah dia tunjukkan semenjak dia menjadi walikota Solo kiranya merupakan sebuah modal pembangunan yang menguntungkan, sekaligus sebuah formula yang baik dalam hal penghematan dan efisiensi anggaran.

Pola penghematan dan keserhanaan Jokowi kini sudah diikuti para menteri kabinetnya yang dia sebut Kabinet Kerja itu. Para menteri Jokowi tidak memakai mobil dinas baru meskipun anggaran untuk itu tersedia bahkan sudah ditawarkan oleh mantan Presiden SBY. Para menteri Jokwi memakai mobil dinas lama, peninggalan para menteri kabinet SBY.

Dalam skala yang lebih luas, para pejabat daerah, mulai dari Gubernur hingga struktur terbawahnya kini dilarang menggunakan fasilitas VIP dalam perjalanan dinas mereka demi penghematan anggaran.

Di sisi lain, Jokowi telah memberi contoh yang teramat baik, yang bisa dijadikan inspirasi bagi kita semua dan para pejabat di negeri ini. Seperti yang kita ketahui, salah seorang anak Jokowi telah ikut serta dalam seleksi penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) beberapa waktu lalu di daerah tempat tinggalnya. 

Keikutsertaan anak Jokowi ini sungguh merupakan sesuatu yang luar biasa mengingat dia adalah anak presiden.

Betapa tidak. Sebagai presiden Jokowi tentu bisa saja mengangkat anaknya sebagai PNS, bahkan memberi jabatan apapun tanpa harus melalui seleksi kalau dia mau. Tapi itu tidak dia lakukan. Dia menganggap anaknya merupakan seorang warga negara biasa, sama dengan yang lain. Sungguh luar biasa jika dibandingkan dengan kebiasaan para pejabat negeri ini umumnya.

Namun demikian, tentu saja Jokowi tidak bisa memenuhi keinginan semua orang. Rencana kenaikan harga BBM atau pencabutan subsidi BBM di akhir tahun ini sungguh merupakan sesuatu yang tidak populer, yang tidak disukai sebagian besar penduduk negeri ini. 

Di sisi lain, rencana pemerintah Jokowi untuk mengadakan moratorium penerimaan PNS yang digadang-gadang akan berlaku selama lima tahun juga tidak disukai.

Tapi tentu kita masih menyimpan harap dan kepercayaan pada pemerintah Jokowi. Harapan bahwa ada niat baik di balik semua itu, dan kepercayaan bahwa semua rencana itu akan membawa kebaikan dan kesejahteraan bagi kita semua. 

Kenaikan harga BBM tentu saja tidak menguntungkan bagi masyarakat miskin, tapi kalau kenaikan BBM ini berarti pengalihan subsidi dari BBM ke pelayanan masyarakat tentu ada baiknya pula. Siapa tahu dengan dinaikkannya harga BBM ini nanti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial masyarakat akan lebih terjamin. Semoga.
     

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger