Sepakbola Layar Tancap



dok. 
rpibadi)
(foto: dok. rpibadi)

Seperti yang saya tulis kemarin, menonton Piala Dunia di desa mempunyai dinamikanya sendiri, yang berbeda dengan di kota. Jika ada buku khusus yang membahas Piala Dunia sebagai sebuah tontonan, dinamika menonton Piala Dunia di desa bisa menjadi bab tersendiri.

Dari pengalaman pada pertandingan pertama, tadi malam. ternyata, secanggih apapun antenna parabola yang Anda gunakan sia-sia belaka. Anda tidak akan bisa menonton siaran sepakbola yang disiarkan oleh salah satu TV swasta di negeri ini—tidak juga siaran luar negeri. Saya dan seorang teman saya sudah coba cari-cari siaran luar negeri, kalau-kalau ada yang nyantol, ternyata tidak dapat satu pun. Mungkin siaran luar negeri juga di-hack (dihilangkan) sehingga menjadi blank (kosong), pada saat pertandingan akan dimulai, seperti yang terjadi pada siaran TV swasta dalam negeri.

Ternyata, untuk menangkap siaran pertandingan sepakbola kali ini, tidak bisa hanya mengandalkan antenna parabola. Masih diperlukan satu alat lagi, yaitu receiver khusus bola. Tanpa ada receiver khusus bola, jangan harap Anda bisa menyaksikan siaran pertandingan dengan aman.

Saya tidak mengerti mengapa ini terjadi dalam beberapa Piala Dunia belakangan ini. Bukankah dahulu, siaran sepakbola Piala Dunia bisa ditangkap dengan hanya menggunakan receiver biasa. Mengapa sekarang harus menggunakan receiver khusus. Adakah ini hanya sebuah permainan; sebuah cara untuk melakukan receiver khusus bola ini; supaya orang berbondong-bondong membeli receiver khusus bola ini untuk mendapatkan tontonan yang nyaman. Kalau benar demikian, kuasa sekali orang yang menciptakan permainan ini.

Tidakkah mereka sadar bahwa mereka sedang bermain-main dengan penderitaan rakyat kecil yang tak mampu membeli receiver khusus bola itu, mengingat harga receiver ini tidak cukup murah, apalagi untuk ukuran orang desa. Anehnya pula, mengapa ini ditimpakan pada orang desa yang notabene rakyat miskin, yang kebanyakan berada di bawah garis kemiskinan.

Dan ketika ini terjadi secara massal, lihatlah apa yang terjadi tadi malam, ribuan orang di kecamatan Pesisir Tengah Krui, Lampung Barat—yang tak mampu membeli receiver khusus bola—berkumpul, berbondong-bondong menyaksikan layar tancap yang menyiarkan pertandingan pertama Piala Dunia antara Afrika Selatan dan Meksiko; sebuah pemandangan yang meriah, kalau tak mau disebut miris.

Beruntung ada orang yang baik hati, yang memancarkan siaran TV-nya ke layar tancap, sehingga memungkinkan ditonton banyak orang. Beruntung pula malam itu cuaca cerah; kalau hujan, tentu banyak yang tidak nonton. Dan beruntung pula siaran langsung ini berlangsung pas dengan prime time siaran TV di Indonesia, sehingga memungkinkan ditonton banyak orang. Bayangkan jika siaran berlangsung dini hari waktu Indonesia, tentu tidak nyaman jika subuh-subuh nonton layar tancap.

Akankah keberuntungan seperti ini akan terus menyertai para penonton layar tancap tersebut, tentu tidak; ada kalanya cuaca tidak memungkinkan, ada kalanya siaran berlangsung dini hari, ketika cuaca dingin, dan ada kalanya si penyedia tontonan tidak berkenan. Dengan demikian, para penonton layar tancap terpaksa gigit jari.

dok. 
pribadi
dok. pribadi

By the way, jika keberuntungan selalu menyertai, tontonan sepakbola layar tancap ini mempunyai keasikan tersendiri. Ribuan orang yang berkerumun menyaksikan layar seukuran 2 x 2 meter menciptakan suasana yang dinamis.

Suasana yang tercipta nyaris seperti nonton sepakbola yang sebenarnya; di lapangan sepakbola. Ketika bola genting, penonton bersorak riuh. Ketika bola masuk, sorakan penonton tentu lebih riuh lagi, semena-mena, seperti di lapangan sepakbola. Tidak ada yang perlu disegani, karena kita tidak sedang di dalam rumah orang lain; bebas semaunya. Bahkan ada yang sampai jejingkrakan segala. Bukan hanya itu, ketika layar dipenuhi oleh wajah seorang pemain kulit hitam dengan ekspresi yang unik, suasana juga jadi riuh rendah. Ada yang menyoraki, ada yang menertawakan, ada pula yang menggerutu.

Hari pertama belum ada yang jualan. Entah hari ke dua atau ke tiga nanti, mungkin ada yang jualan kacang goreng, air minum, rokok, dll.

Sebenarnya ada pula yang lucu, tetapi tidak dipedulikan oleh para penonton. Layar tancap yang digelar dilapangan, di pinggir jalan raya, bekas bangunan pasar inpres tersebut, ditonton terbalik oleh sebagian besar penonton. Layar ditancapkan di sisi sebelah pertokoan, tidak tepat di tengah-tengah. Untuk mendapatkan pandangan dari depan, penonton harus berada di sisi sebelah pertokoan tersebut. Karena sisi sebelah pertokoan tersebut tidak terlalu luas, maka hanya ada sedikit yang bisa menonton dari depan; sebagian besar penonton justru menonton dari belakang.

Namun hal ini tidak mengurangi keasikan menonton. Meski gambar dari belakang layar agak kurang tajam, dan tulisannya terbalik, penonton tetap enjoy, bahkan lebih meriah dari yang berada di sisi depan layar. Cuma agak lucu sedikit, kalau pemainnya menendang dengan kaki kiri, penonton melihatnya dengan kaki kanan, kalau dengan kaki kanan, terlihat dengan kaki kiri, tangan kiri jadi tangan kanan, tangan kanan jadi tangan kiri, sektor sebelah kiri jadi sebelah kanan, dst.***

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger