Tammy Strobel dan suaminya, Logan Smith, di apartemen mereka yang seluas 400 foot persegi di Portland, Ore. (Leah Nash for The New York Times) |
DULU dia punya segalanya.
Sebuah kamar apartemen dua tempat tidur. Dua unit mobil. Piring gelas yang cukup untuk memberi makan dua lusin manusia.
Namun Tammy Strobel tidak bahagia. Bekerja sebagai project manager pada sebuah perusahaan manajemen investasi di Davis , California , dan berpenghasilan sebesar $40.000 setahun, ternyata dia, sebagaimana pengakuannya hanya terperangkap menjadi “budak pekerjaan”.
Sehingga suatu hari dia keluar dari pekerjaannya.
Terinspirasi dari buku-buku dan blog mengenai tata cara hidup sederhana, Ms. Strobel dan suaminya, Logan Smith, keduanya berusia 31, mulai menyumbangkan sebagian dari harta benda mereka pada badan amal. Bulan-bulan berlalu, sweater, sepatu, buku-buku, pot dan panci, bahkan pesawat televisi mulai dikeluarkan dari apartemen mereka setelah sebelumnya dilakukan perpisahan percobaan dengan menaruh barang-barang tersebut di dalam kamar kloset. Bahkan akhirnya, mereka juga membuang mobil mereka. Merasa tertantang oleh sebuah website yang menantang para konsumen untuk hanya memiliki 100 item barang pribadi, Ms. Strobel mengurangi jumlah pakaian dan alat-alat kecantikannya menjadi hanya 100.
Ibunya menyebut dia gila.
Sekarang, tiga tahun setelah Nyona Strobel dan Pak Smith mulai melakukan pengurangan, mereka tinggal di Portland, Oregon, dalam sebuah studio berukuran 400 foot persegi dengan dapur seukuran sedang. Mr. smith sedang menyelesaikan studi doktoral dalam bidang psikologi; sedangkan Nyonya Strobel dengan bahagia bekerja dari rumahnya sebagai seorang desainer web dan penulis freelance. Dia hanya memiliki empat buah piring, tiga pasang sepatu dan dua panci. Dengan Mr. Smith yang studinya memasuki minggu-minggu terakhirnya, pendapatan Ms. Strobel yang sebesar $24.000 setahun cukup untuk menutupi kebutuhan mereka. Mereka masih tidak menggunakan mobil tetapi mempunyai sepeda. Satu lagi yang mereka tidak punya adalah: utang sebesar $30.000.
Ibunya Ms. Strobel terkesan. Sekarang pasangan ini mempunyai uang untuk berpergian dan untuk menyumbang biaya pendidikan keponakan-keponakan mereka. Dan karena utang mereka sudah lunas, Ms. Strobel bekerja lebih santai, meluangkan waktunya lebih banyak di luar, dan membantu sebagai tenaga sukarela, yang dia lalukan kira-kira empat jam seminggu, pada sebuah program nonprofit yang bernama Living Yoga.
“Pendapat yang mengatakan bahwa untuk menjadi bahagia Anda harus memiliki lebih banyak barang adalah salah,” katanya. “Saya percaya sepenuhnya bahwa kepemilikan barang-barang material tidak serta merta membawa kebahagiaan.”
Ketika Ms. Strobel dan suaminya mengubah kebiasaan belanja mereka sebelum resesi, ribuan konsumen lain harus pula mempertimbangkan gaya hidup mereka, yang kemudian mengakibatkan perubahan dalam pola konsumsi di Amerika serikat.
“Kita sedang beralih dari pola konsumsi yang mencolok—yaitu membeli tanpa pertimbangan—ke pola konsumsi yang terkalkulasi,” kata Marshal Cohen, seorang analis dari grup NPD, sebuah perusahaan konsultasi dan riset ritel.
Di tengah-tengah lemahnya pasar kerja dan perumahan, para konsumen menabung lebih banyak dan berbelanja lebih sedikit daripada sebelumnya selama beberapa dekade, dan para profesional industri memperkirakan trend ini akan berlanjut. Para konsumen menabung sebesar 6,4 persen dari income bersih mereka pada bulan juni lalu, menurut sebuah laporan pemerintah terbaru. Sebelum resesi, rata-rata tabungan mereka sebesar 1 sampai 2 persen dari income bersih selama bertahun-tahun. Pada bulan Juni kemarin, belanja konsumen dan income personal tidak naik dibandingkan dengan bulan Mei, hal ini menyiratkan bahwa ekonomi bangsa Amerika, yang tergantung pada dompet para pembelanja, tampaknya tidak akan segera pulih dalam waktu dekat ini.
Pada sisi baiknya, praktik-praktik yang diadopsi para konsumen dalam merespon krisis ekonomi pada akhirnya akan—seperti yang diisyaratkan oleh sebuah riset terbaru—membuat mereka lebih bahagia. Studi terbaru tentang konsumsi dan kebahagiaan menunjukkan, sebagai contoh, bahwa orang-orang merasa lebih bahagia ketika mereka membelanjakan uangnya untuk membeli pengalaman daripada membeli benda-benda materi, ketika mereka mengangan-angankan apa yang mereka akan beli jauh sebelum mereka membelinya, dan ketika berhenti mencoba melampaui Joneses.
Jika para konsumen pada akhirnya tetap menerapkan pola kebiasaan belanja mereka yang baru itu, maka beberapa taktik yang dilakukan para retailer dan marketers selama masa resesi akan tetap dijalankan sebagai strategi-strategi bisnis. Di antra strategi-strategi itu adalah dengan menawarkan merchandise yang membuat konsumen merasa betah tinggal di rumah dan mencoba membuat para konsumen merasa istimewa dengan memberi mereka akses terhadap event-event eksklusif dan memberikan layanan konsumen yang lebih personal.
Sedangkan gejala pengiritan yang kini melanda adalah sebuah respon sederhana terhadap penurunan ekonomi, beberapa analis mengatakan para konsumen boleh jadi secara permanen mengubah pola belanja mereka berdasarkan apa yang mereka temukan yang benar-benar bisa mebuat mereka bahagia dan puas.
“Ini sebenarnya dalah topik yang belum banyak dibahas akhir-akhir ini,” kata Elizabeth W. Dunn, seorang associate professor pada jurusan psikologi di university of British Columbia , yang merupakan pelaku utama riset mengenai konsumsi dan kebahagiaan.
Konsumsi yang mencolok telah menjadi objek kepuasan pada tahun sekitar 1899, ketika ekonom Thorstein Veblen meneribitkan “The Theory of the Leisure Class,” sebuah buku yang menganalisis, sebagian, bagaimana orang-orang membelanjakan uangnya demi untuk menunjukkan status spsial mereka.
Dan telah menjadi truisme selama berabad-abad bahwa uang berlebih akan membuat hidup lebih mudah. Studi dalam beberapa dekade terakhir tekah membuktikan bahwa uang, sampai pada titik tertentu, membuat orang lebih bahagia karena bisa membuat mereka memenuhi kebutuhan dasar. Putaran riset terakhir adalah, karena tidak ada sebutan yang lebih baik, melulu mengenai efisiensi emosional: bagaimana mencapai puncak kebahagiaan dengan dolar yang Anda dapat. (dari yahoo.com)
Lebih Bahagia dengan Sedikit Harta (2)
Lebih Bahagia dengan Sedikit Harta (2)
0 comments:
Post a Comment