Fakta-Fakta Penting tentang Martin Luther King, Jr.


Posted by By Limoge at 10 January, at 07 : 58 AM

SALAH satu advokat strategi perubahan sosial anti-kekerasan yang paling terkenal di dunia Martin Luther King Jr. adalah benar-benar pecinta damai sejati. Sebagai kenangan untuk mengingat beliau, di bawah ini adalah beberapa fakta penting mengenai beliau yang berjuang keras untuk menjadikan dunia ini sebagai tempat yang lebih baik bagi kita semua ini:
Martin Luther King, Jr., dilahirkan pada tanggal 15 Januari, 1929, di Atlanta, Georgia anak tengah dari Pendeta Martin Luther King, Sr. dan Alberta Williams King.

Ketika lahir, ayah beliau bernama “Michael King”, dan Martin Luther King, Jr., pada mulanya juga diberi nama “Michael King, Jr.,” hingga keluarga itu bepergian ke Eropa pada tahun 1934 dan mengunjungi Jerman. Ayahnya kemudian mengubah nama mereka berdua menjadi Martin Luther untuk menghormati pemimpin Protestan Jerman Martin Luther.
King menyanyi dengan kelompok paduan suara di gerejanya pada premier film Gone with the Wind di Atlanta tahun 1939.

Tumbuh di Atlanta, King masuk sekolah Booker T. Washington High School. Sebagai murid yang berkembang terlalu cepat, dia melompati kelas sembilan dan kelas duabelas dan langsung masuk Morehouse College ketika usianya masih limabelas tanpa lulus secara normal dari sekolah menengah.

King menikah dengan Coretta Scott, pada tanggal 18 Juni, 1953, di pekarangan rumah orang tuanya di Heiberger, Alabama. Mereka mempunyai empat anak; Yolanda King, Martin Luther King III, Dexter Scott King, dan Bernice King.
King menjadi pastur pada Gereja Baptis Dexter Avenue di Montgomery, Alabama ketika usianya duapuluh empat tahun pada tahun 1954.
Terinspirasi oleh kesuksesan Gandhi dengan aktifitas anti-kekerasannya, King mengunjungi tempat kelahiran Gandhi di India pada tahun 1959. Perjalanan ke India ini memberi pengaruh yang mendalam pada diri King muda, memperdalam pemahamannya akan perlawanan anti-kekerasan dan komitmennya terhadap perjuangan Amerika dalam menegakkan hak-hak warga sipil.

King juga disebut-sebut dipengaruhi oleh Jesus, Abraham Lincoln, Benjamin Mays, Hosea Williams, Bayard Rustin, Henry David Thoreau, Howard Thurman dan Leo Tolstoy.
Pada tanggal 1 Desember, 1955, Rosa Parks ditangkap karena menolak memberikan kursinya di dalam sebuah bus di Montgomery, Alabama. Sebagai akibatnya, King membantu mengorganisir Boikot Bus Montgomery. Setelah boikot berlangsung selama 385 hari, situasi menjadi semakin tegang hingga rumah King dibom dan dia juga ditangkap pada sebuah kesempatan. Namun pada akhirnya, Pengadilan Wilayah AS mengeluarkan perintah mengakhiri pemisahan sosial pada semua bus-bus umum di Montgomery.



Pada tahun 1957, King, Ralph Abenarty, dan aktifis hak-hak warga sipil lainnya mendirikan Southern Christian Leadership Conference (SCLC). Kelompok ini didirikan untuk memberi dukungan moral dan mengorganisir kekuatan gereja-gereja kulit hitam untuk melakukan protes anti-kekerasan dalam menegakkan reformasi hak-hak sipil. King memimpin SCLC sampai dia meninggal dunia.

King tampil sebagai cover untuk majalah Time pada tanggal 18 Februari, 1957.



Pada tahun 1959, King menulis The Measure of a Man, yang kemudian merupakan cikal bakal tulisannya yang berjudul What is Man? yang merupakan sebuah usaha untuk membuat sketsa dari struktur politis optimal, sosial, dan ekonomi masyarakat. 
Pada musim gugur tahun 1963, atas perintah tertulis dari Attorney General Rovert F. Kennedy, FBI mulai menyadap telepon King.

King dihadiahi Pacem in Terris Award, sebuah hadiah yang namanya diambil dari sepucuk surat ensiklik dari Paus john XXIII pada tahun 1963 yang isinya meminta agar semua orang berjuang untuk perdamaian.

King, mewakili SCLC, adalah salah satu dari para pemimpin organisasi hak-hak warga sipil yang disebut-sebut sebagai “Big Six” yang instrumental dalam organisasi aksi turun ke jalan di Washington untuk menuntut Pekerjaan dan Kebebasan, yang dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus, 1963. Pada event inilah King menyampaikan pidatonya yang berjudul “I Have A Dream” yang menghebohkan itu.  

Lebih dari seperempat juta orang dari etnis yang berbeda-beda mengikuti event tersebut, yang menyemut mulai  dari tangga Lincoln Memorial hingga National Mall dan di seputar kolam refleksi. Pada saat itu, event tersebut merupakan aksi protes terbesar dalam sejarah Washington.
Pidato King yang berjudul “I Have A Dream” menyihir massa. Pidato tersebut, bersama dengan pidato Gettysburg-nya Abraham Lincoln dan pidato Infamy-nya Franklin D. Roosevelt, dipandang sebagai salah satu pidato paling bagus dalam sejarah oratori Amerika.

Aksi turun ke jalan tersebut, khususnya pidato King, telah membantu menempatkan hak-hak warga sipil pada tempat paling atas  dari agenda politik liberal di AS dan membuka jalan bagi lahirnya Akta Hak-Hak Sipil (Civil Rights Act) pada tahun 1964.
King dihadiahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tanggal 10 Desember, 1964.
Dalam sebuah wawancara dengan Playboy pada tahun 1965, King mengemukakan sebuah pandangan bahwa orang Amerika kulit putih, dan juga orang-orang Amerika lainnya yang kurang beruntung, harus diberi kompensasi atas kesalahan-kesalahan historis yang telah terjadi. King mengatakan bahwa dia tidak mencari sebuah restitusi penuh atas upah yang tidak dbayarkan pada kaum budak, yang dia yakin hal itu tidak mungkin, tetapi dia mengusulkan agar pemerintah mengadakan sebuah program kompensasi sebesar $50 juta selama 10 tahun untuk semua kelompok-kelompok yang dirugikan.

King berusaha mengorganisir sebuah aksi turun ke jalan dari Selma, Alabama menuju Ibu Kota Montgomery, Alabama pada tanggal 7 Maret, 1965. Namun aksi jalan kaki ini dibatalkan, karena terjadi kekerasan antara polisi dan masyarakat dengan para pengunjuk rasa. Hari tersebut kemudian dikenal sebagai Minggu berdarah.

Aksi tersebut akhirnya dilaksanakan secara penuh dan damai pada tanggal 25 Maret, 1965. Sebagai penutup aksi, di tangga gedung dewan di Negara bagian tersebut, King menyampaikan pidatonya yang kemudian dikenal sebagai “How Long, Not Long”. 



Pada tahun 1966, setelah meraih beberapa sukses di wilayah Selatan, King dan yang lain yang tergabung dalam organisasi hak-hak sipil mencoba menyebarkan gerakan ke Utara, dengan Chicago sebagai tujuan pertamanya.




Sebagai sebuah pengalaman edukasional dan untuk mendemonstrasikan dukungan dan simpati mereka bagi orang miskin, King dan pemimpin hak-hak sipil lainnya pindah ke wilayah pemukiman kumuh di sisi sebelah barat Chicago. Akan tetapi mereka menerima perlakuan yang lebih buruk daripada sebelumnya di Selatan, di mana aksi-aksi turun ke jalan yang mereka lakukan mendapat lemparan batu, diteriaki orang banyak dan hampir-hampir menimbulkan kerusuhan.
King, yang mendapat ancaman pembunuhan selama keterlibatannya dalam gerakan hak-hak warga sipil, terkena lemparan bata dalam salah satu aksi turun ke jalan yang mereka lakukan, namun dia terus bejuang memimpin meskipun nyawanya terancam.

Ketika King dan sekutunya kembali ke Selatan, mereka meninggalkan Jesse Jackson, seorang mahasiswa seminari yang sebelumnya telah bergabung dengan gerakan di Selatan, atas nama organisasi mereka.
Mulai tahun 1965, King mulai mengungkapkan keraguannya mengenai peran AS di perang Vietnam.


Pada tanggal 2 Februari, 1965, King ditangkap di Selma, Alabama dalam demonstrasi hak-hak untuk memilih (voting rights).
Pada bulan April 1967, King muncul di Gereja Riverside di New York City—tepat setahun sebelum kematiannya—dan menyampaikan pidato yang berjudul “Beyond Vietnam”. Dalam pidatonya tersebut, dia berbicara keras menantang peran AS dalam perang Vietnam, menuding keberadaan AS di Vietnam adalah “untuk menduduki negara itu sebagai negara jajahan” dan menyebut pemerintahan AS sebagai “pembawa kekerasan terbesar di dunia saat ini”.
Mahkamah Agung mengenakan tuduhan terhadap King melalui pengadilan Birmingham sebagai melakukan demontrasi tanpa ijin. King meringkuk dalam penjara Birmingham selama empat hari.

Pada tahun 1968, King dan SCLC mengorganisir “Kampanye Orang Miskin” untuk mengangkat isu-isu soal keadilan ekonomi. Kampanye tersebut berakhir dalam sebuah aksi turun ke jalan di Washington, D.C. menuntut bantuan ekonomi bagi masyarakat miskin di AS.
Pada bulan tanggal 29 Maret, 1968, King pergi ke Memphis, Tennessee dalam rangka mendukung para pekerja sanitari kulit hitam di lingkungan pekerjaan publik, yang telah berjuang semenjak tanggal 12 Maret untuk menuntut gaji lebih tinggi dan perlakuan yang lebih baik.  
Pada tanggal 3 April, King terlibat dalam sebuah pawai dan menyampaikan kata sambutannya yang berjudul “I’ve Been to the Mountaintop” di Mason Temple, pusat Gereja Kristus sedunia.

King dipesankan sebuah kamar nomer 306 di Lorraine Motel. Pendeta Ralph Abernaty, teman dekat King dan koleganya yang hadir pada pembunuhan itu, menyampaikan kesaksian di bawah sumpah kepada Komite Pilihan Parlemen AS untuk Kasus-Kasus Pembunuhan bahwa king dan rombongannya tinggal di kamar 306 di Lorraine Motel begitu sering sehingga kamar tersebut terkenal dengan nama “King-Abernaty suite”.
Menurut Jesse Jackson, yang juga hadir di tempat pembunuhan tersebut, kata terakhir yang diucapkan King dari balkon sebelum pembunuhannya diucapkan pada seorang musisi yang bernama Ben Branch, yang dijadwalkan tampil malam itu pada sebuah acara yang juga akan dihadiri King: “Ben, pastikan Anda memainkan lagu “Take my Hand, Precious Lord” dalam rapat malam ini. Mainkan dengan seindah-indahnya.”


Pada pukul 6:01, pagi, tanggal 4 April, 1968, sebuah tembakan menyalak ketika king sedang berdiri di balkon lantai dua motel tersebut. Sebuah peluru menembus pipi sebelah kanannya, merobek rahangnya, dan kemudian menembus saraf tulang belakangnya sebelum akhirnya bersarang di bahunya.

Setelah mendapat bedah dada emergensi, King dinyatakan tewas di St. Joseph’s Hospital pada pukul 7:05 pagi.
Otopsi terhadap tubuh King mengungkap bahwa meski usianya baru tiga puluh sembilan tahun, namun jantungnya sama dengan jantung orang berumur enampuluh sembilan tahun, mungkin akibat dari stres selama tigabelas tahun menjalankan garakan hak-hak warga sipil.
Pembunuhan tersebut memicu gelombang kerusuhan nasional di Washington DC, Chicago, Baltimore, Louisville, Kentucky, Kansas City, dan lusinan kota-kota lainnya.
Calon presiden Robert Kennedy sedang dalam perjalan menuju Indianapolis untuk melakukan pawai kampanye ketika dia diberi tahu soal kematian King. Dia menyampaikan pidato singkat di hadapan para pendukungnya yang isinya menyampaikan tragedi tersebut dan mendesak para pendukungnya agar meneruskan idealisme anti kekerasan King.

Presiden Lyndon B. Johnson menyatakan tanggal 7 april sebagai hari berkabung nasional untuk mengenang pemimpin hak-hak sipil tersebut. Wakil Presiden Hubert Humphrey menghadiri pemakaman King atas nama Presiden, karena ada ketakutan bahwa kehadiran Johnson akan menimbulkan protes dan mungkin kekerasan.



Atas permintaan jandanya, khutbah terakhir King di Gereja Baptis Ebenezer dimainkan di acara pemakaman tersebut, sebuah rekaman khutbah “Drum Major”-nya, yang disampaikan pada tanggal 4 Februari, 1968. Dalam khutbah tersebut, King menyampaikan permintaan agar pada pemakamannya tidak disebut-sebutkan hadiah-hadiah dan gelar-gelar kehormatan yang pernah didapatnya, tapi agar disebutkan bahwa dia mencoba “memberi makan si lapar”, “memberi pakaian si telanjang”, “bersikap benar dalam perang (Vietnam)”, dan “mencintai dan berjuang untuk kemanusiaan.”



Teman baik beliau Mahalia Jackson menyanyikan lagu favorit beliau, “Take My Hand, Precious Lord”, pada acara pemakaman beliau.
Kota Memphis segera menyelesaikan pertikaian dengan kemenangan berada di pihak pekerja sanitasi.
Dua bulan setelah kematian King, buronan James Earl Ray ditangkap di Bandara Heathrow London ketika sedang mencoba meninggalkan Inggris dengan menggunakan paspor Kanada palsu.

Pada tahun 1971, King dihadiahi, secara posthumous, Grammy Award untuk Best Spoken World Album untuk pidatonya yang berjudul Why I Oppose the War in Vietnam. Enam tahun kemudian, hadiah Presidensial Medal of Freedom diberikan pada King oleh Jimmy Carter. King dan istrinya juga dihadiahi Congressional Gold Medal pada tahun 2004.

Pada tanggal 31 Januari, 1977, hakim wilayah AS John Smith, Jr., memerintahkan agar semua kopi rekaman dan transkrip tertulis yang dihasilkan dari alat penyidik elektronik milik FBI mengenai King antara tahun 1963 sampai tahun 1968 disimpan di Arsip Nasional dan dilarang diakses publik sampai tahun 2027.
Pada tahun 1980, Departemen Dalam Negeri mengubah rumah masa kecil King di Atlanta dan beberapa rumah di dekatnya menjadi Situs Sejarah Nasional Martin Luther King.

Di Taman Mawar Gedung Putih pada tanggal 2 November, 1983, Presiden Ronald Reagan menandatangani sebuah RUU untuk menetapkan hari libur federal untuk menghormati King. Diselenggarakan pertamakalinya pada tanggal 20 Januari, 1986, hari libur itu disebut Hari Martin Luther King, Jr. Menyusul penetapan oleh Presiden George H.W. Bush tahun 1992, hari libur tersebut diselenggarakan pada hari senin ke tiga bulan Januari setiap tahunnya, mendekati waktu kelahiran King.



Pada tanggal 17 Januari, 2000, untuk pertama kalinya, Hari Martin Luther King, Jr secara resmi diperingati di limapuluh negara bagian AS.



Lorraine Motel, di mana King dibunuh, sekarang menjadi situs Museum Hak-Hak Sipil Nasional.


comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger