www.randomclipart.com |
“Halo, siapa nich?”
“….”
“Kok suaranya lain?”
Percakapan di atas lirih terdengar dari mulut seorang anak kelas satu SMP yang sedang menelepon menggunakan HP. Entah siapa yang dia telepon, dia sendiri pun tampaknya tidak tahu. Tapi dia tidak langsung memutuskan pembicaraan, mungkin dia mengira itu salah satu dari temannya. Mungkin juga dia menyukai setiap pembicaraan melalui HP, apapun itu, dan siapapun lawan bicaranya.
Anak tersebut memang sudah kecanduan HP. Di mana-mana, dan kapan saja dia tidak bisa lepas dari HP. Satu-satunya cara dia mengisi waktu luang adalah dengan memainkan HP, entah itu SMS atau menelepon, mulai dia bangun pagi sampai menjelang tidur di malam hari. Ketika dia bangun pagi, HP-lah yang pertama kali digapainya. Ketika tiba di rumah dari sekolah, HP-lah yang dimainkannya. Menjelang terlelap pun, dia masih menyempatkan diri menelepon.
Percakapan seperti di atas banyak terdengar dewasa ini di kalangan anak-anak, mulai dari anak SD sampai anak SMA. Pemandangan anak-anak menelepon atau memainkan HP pun sudah merupakan pemandangan biasa. Di mana-mana anak-anak banyak terlihat memainkan HP dalam mengisi waktu luangnya, di rumah, di jalan, di sekolah, bahkan di ruang kelas ketika sedang belajar. Bahkan ada pula yang memainkan HP sambil mengerjakan PR.
Anak-anak jaman sekarang sebagian besar waktu luangnya terokupasi oleh HP.
***
Apakah yang penting dari percakapan seperti di atas. Atau lebih konkret lagi, apakah gunanya HP bagi anak-anak seusia mereka. Begitu pentingkah HP sehingga kedua orang tuanya tidak menghalangi—atau malah menyuruh—mereka menggunakan HP, dengan mensuplai pulsa setiap kalinya. Lalu bertambah pula jatah pengeluaran bagi si anak, yaitu jatah untuk membeli pulsa.
Ironisnya, kadang-kadang anggaran belanja rumah tanggapun jadi berkurang demi memenuhi kebutuhan pulsa anak-anak mereka, di samping tentunya pulsa untuk mereka sendiri. Tidak jarang keluarga yang mengurangi makan enak demi untuk membeli pulsa HP mereka dan anak-anaknya.
Ketersediaan dan keterjangkauan teknologi HP dewasa ini memang sudah sangat luas. Ditambah dengan harga HP dan biaya menelepon yang kian lama kian murah membuat HP kini bukan lagi barang mewah. Kini bukan hanya di kota-kota, di desa-desa kecilpun orang sudah dapat memiliki HP dengan mudah, dan dengan murah, yang dengan demikian menjadikan HP seolah-olah sebagai sebuah kebutuhan. Sesuatu yang dulu bahkan tidak pernah mereka pikirkan kemungkinannya.
Pengaruh dari iklan TV tentu juga tidak sedikit. Betapa banyak sinetron dengan adegan anak menelepon ditayangkan di TV. Belum termasuk iklan operator telepon seluler yang sering menggunakan anak remaja sebagi model iklan dan sekaligus model sasaran layanan seluler mereka.
HP yang dulu eksklusif, yang diproyeksikan untuk para pebisnis yang mobil, kini sudah jadi barang murah yang bisa diakses oleh siapa saja bukan hanya businessman, karyawan, atau pejabat, kini nelayan, petani kecil, dan bahkan pengangguran pun mempunyai akses terhadap layanan telepon seluler.
Tapi sehatkah keadaan seperti ini. atau ada sesuatu yang tidak beres yang sedang terjadi di tengah masyarakat.
***
Pada mulanya orang tua menyediakan HP untuk anaknya dengan tujuan untuk memudahkan mengontrol si anak ketika jauh dari orang tuanya. Tapi kini terbukti, HP tidak bisa melakukan apa-apa dalam mengontrol anak. Kasus penculikan anak dan kejahatan lain dengan korban anak-anak masih terus terjadi meski si anak dilengkapi HP.
Yang terjadi adalah justru si anak mengontrol HP yang ditangannya; dia memanfaatkan HP tersebut untuk melakukan hal-hal yang dia sukai, dan mematikannya untuk menghindari hal-hal yang tidak dia sukai. Dan celakanya, hal-hal yang disukai oleh si anak adalah hal-hal yang tidak mendukung pendidikannya. Banyak anak-anak sekolah yang memainkan HP ketika pelajaran sedang berlangsung, dan mematikan HP-nya ketika orang tua mereka menelepon.
Sekelompok anak sekolah sebuah SMK membolos pada jam belajar. Tidak lama kemudian terdengar berita mereka ditangkap polisi karena melakukan tawuran dengan anak sekolah lain. Dari penyelidikan, didapat keterangan bahwa anak-anak tersebut merencanakan dan mengatur tempat tawuran tersebut dengan menggunakan HP.
Kasus-kasus lain seperti anak-anak sekolah yang menyimpan gambar-gambar atau film-fim porno di HP-nya sudah tak terhitung jumlahnya, sehingga banyak sekolah yang melarang murid-murid mereka membawa HP ke sekolah.
HP bukanlah kebutuhan yang mendesak bagi anak-anak. Bahkan jika dipandang dari segi pendidikan, justru lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Jika ingin menyediakan akses internet bagi anak, HP bukanlah pilihan yang tepat. Internet lebih mudah dan lebih murah diakses dengan komputer di rumah, dan lebih mudah diawasi.
Saya kira tindakan sekolah melarang murid-murid mereka membawa HP sudah tepat. Namun hal tersebut tidak akan berarti banyak tanpa dukungan dari orang tua di rumah. Selamatkan anak-anak Anda dari HP***
0 comments:
Post a Comment