Kehidupan di Belakang Tembok Api China

Life Behind the Great Firewall of ChinaHONG KONG—Di sini di Hong Kong, Internet adalah sesuatu yang global. Tapi di sana, di seberang perbatasan, di kota China yang sedang melesat yang bernama Shenzhen, websites internasional yang besar-besar ditutup dalam rangka apa yang disebut-sebut sebagai “Tembok Api China.” ("Great Firewall of China.")

Menyaksikan geliat ekonomi di Shenzen yang bergejolak, sulit dipercaya bahwa Anda sedang berada di sebuah Negara totaliter. Orang-orang China yang saya temui umumnya bosan  mengenai politik. Dan sekali lagi, Shenzen adalah salah satu kota termakmur di China, dan orang-orang yang saya temui berasal dari golongan profesi yang mapan.

Saya terkejut ketika memasuki Coco Park—sebuah pusat perbelanjaan di Shenzen yang sangat mahal sehingga saya tidak bisa membeli kebanyakan barang yang dijual di sana—dan tidak bisa pula mengakses Facebook saya. Di sini di Hong Kong, Facebook adalah sesuatu yang biasa: iklan di KA bawah tanah biasanya mencantumkan fan pages Facebook dari perusahaan yang bersangkutan. Tepat di samping rumah di Shenzen, Facebook dibungkam.

Tembok api China (China's firewall) (yang benar-benar disebut “Perisai Emas”) adalah lebih subtil dari yang mungkin Anda bayangkan ketika pertama kali mendengar hal itu. Saya tidak mengalami kesulitan mengakses situs-situs berita berbahasa Inggris yang kritis terhadap pemerintahan China—sebagai contoh, sebuah artikel yang diterbitkan BBC tentang seorang artis bernama Ai Weiwei yang dilepaskan dari penjara, atau berbagai artikel mengenai pemilu presiden Taiwan. Situs-situs berita cenderung diblokir atau dibuka jika ada event-event besar, menurut beberapa laporan.

Beberapa situs jaringan sosial berbasis luar negeri seperti Facebook, Twitter, dan Foursquare diblokir. Pemblokiran ini tampaknya bukan melulu untuk melindungi orang China dari membicarakan topik-topik kontroversial. Tapi juga merupakan salah satu cara untuk membesarkan situs-situs buatan China yang bisa bermanfaat bagi ekonomi China dan juga bisa dikontrol oleh pemerintah, seperti yang dijelaskan Telegraph. Sebagai contoh, Sina Weibo sebenarnya adalah Twitternya orang China.

MySpace mempunyai kecepatan yang tinggi, dan diijinkan, tapi tampaknya tidak ada yang mau menggunakannya. Pemilik MySpace Rupert Murdoch telah montang-manting untuk membuat situs globalnya menjadi sebuah peoperti Internet “lokal” di China, tapi masih kalah bersaing dengan situs-situs jejaring sosial lainnya yang asli China.

Hubungan China dengan Google sangat tidak nyaman. Google tidak diblokir—tidak benar-benar diblokir. Tapi akses terhadap layanan Google seperti sengaja dibuat lambat, hingga membuat Anda malas menggunakannya.

Pelbagai kalimat juga diblokir dalam pencarian Web. Pemerintah tidak menyukai kelompok meditasi/latihan Falun Gong, misalnya. Ketika saya search “Falun Gong,” bukan hanya tanpa hasil, tapi juga membuat akses saya ke Google jadi tertutup selama sepuluh menit.

The Great Firewall mempunyai banyak celah. Para netizen China yang cerdas lebih suka menggunakan server proxy atau VPNs untuk mengakalinya. Artis Ai Weiwei yang disebutkan di atas mempunyai lebih dari 89.000 follower dalam Twitter. Pemerintah menutup akses ke pelbagai proxy dari waktu ke waktu, tapi yang jelas firewall itu gunanya lebih cenderung untuk membuat akses-akses tertentu menjadi tidak nyaman daripada menghilangkannya sama sekali

Pemerintah juga telah mengijinkan beberapa perusahaan bisnis untuk menggunakan Internet yang tak dibatasi; di JW Marriott, hotel tempat saya menginap di Shenzen, internet di-routed dari Hong Kong. Pekan ini, Engadget melaporkan sebuah taman di sebuah kantor di Chongging juga mempunyai akses internet yang tak dibatasi. perhatikan slide show di bawah ini untuk membuat Anda bergidik melihat dunia di belakang Great Firewall. (By Sascha Segan)


comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger