Kersing, atau ghesing dalam bahasa Krui, adalah salah satu jenis rumput laut berwarna cokelat yang tumbuh di sela-sela terumbu karang di laut yang dangkal. Keberadaan rumput ini nyaris tidak pernah menjadi perhatian masyarakat Krui. Setiap hari ada saja potongan-potongan rumput ini yang berserakan di tepi pantai, di sapu ombak, namun tidak ada yang mempedulikannya. Keberadaannya malah dianggap sebagai sampah yang mengganggu pemandangan.
Kini kersing bisa mendatangkan uang. Masyarakat Krui kini bisa memungut kersing yang berserakan di pinggir laut, atau memetiknya dari sela-sela terumbu karang untuk dijual pada penampung.
tidak sama dengan kades, dan jenis rumput laut lainnya, yang biasa digunakan untuk membuat agar-agar itu, kersing merupakan komoditas baru dalam bisnis hasil laut di wilayah pesisir Krui. Sebelumnya tidak ada yang berniaga kersing di wilayah ini.
Konon, kersing adalah salah satu sumber hayati laut yang bermanfaat sebagai bahan untuk mebuat makanan. Seiring dengan menguatnya gerakan kembali ke alam, penggunaan rumput laut sebagai bahan makanan banyak digunakan sebagai pengganti bahanbaku kimia sintetis yang membahayakan manusia dan lingkungan hidup. Untuk itulah kersing kini ramai diburu.
Konon, kersing adalah salah satu sumber hayati laut yang bermanfaat sebagai bahan untuk mebuat makanan. Seiring dengan menguatnya gerakan kembali ke alam, penggunaan rumput laut sebagai bahan makanan banyak digunakan sebagai pengganti bahan
Di Krui sudah ada pedagang penampung yang siap menampung kersing dalam jumlah besar untuk diekspor. Namun karena belum banyak masyarakat yang mengetahui hal ini, dan karena belum ada orang yang membudidayakan rumput kersing, volume ekspor perdagangan rumput ini belum begitu besar.
Sementara ini kersing dikumpulkan dari masyarakat dalam keadaan kering dengan kadar air sekitar 70%, dengan harga sekitar Rp.700 per kilogram. Pedagang pengumpul kemudian menjualnya kepada penampung. Oleh pedagang penampung kersing kering tersebut kemudian dimasukkan ke dalam karung dan diangkut ke pulau Jawa untuk diekspor.
“Sejauh ini kita masih dalam keadaan awal. Kita baru mau melakukan pengiriman yang pertama. Jadi kami belum bisa memperkirakan berapa jumlah yang bisa kita kirim setiap bulannya. Gudang ini saja masih sementara. Kalau segalanya berjalan lancar, dan suplai semakin banyak, mungkin kita perlu membangun gudang yang lebih besar,” kata Armen pegawai saya temui sedang mengarungkan kersing kering.
Tapi jika dilihat perkembangannya yang cukup cepat, bukan mustahil tidak lama lagi bisnis ini akan membesar. Dan kersing tidak lagi berada di samping.
Kini jika Anda jalan-jalan ke pantai Krui, Anda akan melihat banyak pencari kersing bertebaran ketika laut surut. Kegiatan ini telah pula mengubah pemandangan di pantai Krui dan sekitarnya. Kini, ketika laut surut, bukan hanya para pemancing yang menguasai laut, bersama-sama dengan para pencari siput, kijing, dan gurita, melainkan para pencari kersing telah pula menjejakkan kakinya, mencoba peruntungan bersama yang lain, menambah warna baru kehidupan laut yang memang sudah semarak.
Salah seorang pencari kersing, pak Nurman, mengatakan dia dan anaknya bisa mengumpulkan 2 hingga 3 kuintal kersing basah setiap harinya. “Kalau dijual basah, harganya hanya Rp.100 per kilogram. Tapi kalau dijual kering bisa mencapai Rp.1.000 per kg,” katanya. Tapi berat kersing menyusut secara dramatis ketika kering. 10 kilogram kersing basah bisa menyusut menjadi hanya 2 kilogram ketika kering. Jika sehari pak Nurman bisa mengumpulkan 3 kuintal kersing basah, berarti dia bisa menghasilkan kersing kering sebanyak 60 kg. Jika harga kersing kering Rp.1.000 per kg, dia bisa mendapatkan penghasilan yang cukup untuk menghidupi keluarganya.***
0 comments:
Post a Comment