Sudah sejak tahun 2005, terdengar rencana pemerintah membangun bandara di Krui, Lampung Barat. Namun, sampai saat ini belum ada tanda-tanda pembangunannya akan segera selesai. Meski setiap hari tampak para pekerja sedang mengerjakan bagian-bagian tertentu dari proyek tersebut, namun, tampaknya, tidak banyak membawa kemajuan. Masih diperlukan beberapa tahun lagi untuk proyek tersebut benar-benar selesai.
Dari pengamatan saya hari ini, yang sudah siap baru landasan pacu, sedangkan bagian-bagian yang lain seperti gedung, apron, dan taxi-way, belum ada.
Dari omong-omong dengan pekerja yang sedang melakukan survey pemetaan, di landasan pacu bandara tersebut, hari ini, terbetik khabar, sekurangnya masih diperlukan dua tahun lagi untuk untuk menyelesaikan seluruh bagian, hingga bandara tersebut siap digunakan. “Mudah-mudahan tahun 2011 sudah bisa melakukan penerbangan percobaan”, kata salah seorang pekerja.
Bandara yang memiliki panjang landasan pacu 1014 meter—belum termasuk apron dan taxy-way—ini diproyeksikan siap didarati pesawat sejenis Fokker 32 penumpang, atau Hercules.
Nantinya, keberadaan bandara ini sangat penting untuk kelancaran transportasi, mengingat bandara yang terdekat dengan Krui saat ini—Bandara Raden Intan II—berjarak 7 jam perjalanan darat dari Krui. Dari sisi wisata, keberadaan bandara ini nantinya juga sangat penting.
Betapa tidak, Krui adalah daerah yang sangat potensial di bidang wisata. Sejauh ini, Krui adalah satu-satunya daerah di provinsi Lampung ini yang secara konsisten dikunjungi turis mancanegara dengan masa tinggal dua sampai delapan minggu dengan jumlah yang secara signifikan terus bertambah. Pertambahan jumlah turis ini diikuti dengan pertambahan jumlah penginapan yang secara nyata bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari. Di masa yang akan datang, diproyeksikan, perkembangan wisata di Krui dapat menyamai Bali, mengingat, potensi wisata yang dikandungnya tidaklah jauh berbeda dengan Bali. Bahkan, beberapa wisatawan mancanegara mengatakan, Krui lebih indah dari Bali.
Tanda-tanda ke arah perkembangan wisata itu sudahlah tampak. Tapi sayang, masih ada kendala yang sangat berarti, yaitu lamanya waktu tempuh dari bandara terdekat ke daerah tujuan wisata ini. Inilah yang paling banyak dikeluhkan oleh turis mancanegara.
Bayangkan, mereka sudah menempuh penerbangan paling tidak delapan jam dari negara asal mereka ke Jakarta. Ditambah lagi penerbangan Jakarta-Lampung. Dan ketika mereka harus menempuh perjalanan darat dari bandara Raden Intan II ke Krui selama enam jam dengan kondisi jalan yang, pada saat tertentu, seperti kubangan kerbau, tentu saja mereka sangat lelah dan merasa tidak nikmat. Lalu apalah artinya sebuah perjalanan wisata jika tidak nikmat. Namun demikian, tetap saja banyak di antara mereka yang tidak jera untuk kembali lagi pada tahun berikutnya. Dari sini dapatlah dibayangkan betapa banyaknya calon-calon wisatawan mancanegara yang akan berdatangan jika mereka tidak harus menempuh perjalanan darat Beranti-Krui yang sangat melelahkan itu.
Dari premis di atas, dapatlah disimpulkan bahwa: tidak adanya alat alat transportasi yang efektif menyebabkan kurangnya jumlah wisatawan berkunjung ke Krui. Sedangkan hipotesis yang bisa diajukan adalah: Adanya lapangan terbang di Krui akan meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara maupun lokal. Argumennya adalah sebagai berikut:
Pertama Nilai kurs rupiah terhadap dollar dan mata uang dunia lainnya yang semakin anjlok sangat menguntungkan pemegang mata uang asing itu. Artinya wisatawan mancanegara yang notabene adalah pemegang dollar akan merasa sangat diuntungkan apabila mereka berwisata ke Indonesia.
Kedua. Krui selama ini sudah cukup dikenal oleh dunia internasional; hampir semua akses informasi pernah dan sedang bercerita tentang daerah ini. Selama ini akses informasi tujuan wisata ke Krui sangatlah luas: mulai dari cerita dari mulut ke mulut di antara wisatawan, halaman internet, majalah surf luar negeri, fliers, sampai buku-buku panduan wisata terbitan luar negeri. Dari sini bisa dipresumsikan sudah banyak sekali calon-calon wisatawan mancanegara yang sudah mengenal Krui. Dukungan dari pelaku wisata dalam negeri pun makin luas; seorang peselancar dari Irlandia bercerita; betapa ia terkejut ketika di bandara Soekarno-Hatta dia ditanya oleh supir taksi apakah mau ke Bali ataukah ke Krui.
Ketiga. Tren wisata saat ini cenderung berkembang ke arah wisata selancar. Terbukti dari meningkatnya jumlah wisatawan selancar di setiap tujuan wisata selancar seperti Bali, Lombok, Jawa Barat, Kepulauan Mentawai, Nias, dsb. Di sisi lain, banyaknya anak muda di negara Amerika, Australia, Selandia Baru, Inggris, dll yang tertarik mempelajari selancar, semakin membuka peluang bagi perkembangan wisata selancar.
Khusus untuk Australia, karena jaraknya yang dekat dengan Indonesia, dan karena banyaknya penduduk negeri ini yang menggemari selancar, dan karena selama ini para peselancar Australia sudah merasa at home di Krui, maka tidak diragukan lagi, akan sangat banyak wisatawannya yang berkunjung ke Krui.
Keempat . Karakter masyarakat Krui yang sangat ramah dan welcome terhadap wisatawan asing sangat mendukung perkembangan wisata di daerah ini. Selama ini wisatawan asing selalu memuji keramahan orang Krui. Terbukti selama ini tidak pernah ada wisatawan asing yang bermasalah dengan penduduk daerah ini.
Pada waktu Indonesia mengalami masalah ke amanan yang serius seperti bom Bali, bom Marriot, bom Kuningan, bom Maluku, atau kerusuhan politik, pertikaian antar kelompok, dan berbagai kerusuhan lainnya beberapa waktu yang lalu, wisatawan tetap berkunjung ke Krui.
Kelima . Naluri wisatawan selalu ingin mencari tempat wisata yang baru yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya. Dewasa ini, di Ibukota, banyak kaum ekspatriat tenaga kerja asing yang melaksanakan liburan weekend setiap Minggunya. Tujuan wisata mereka umumnya adalah daerah Jawa Barat dan sekitarnya dengan masa tempuh sekitar tiga sampai lima jam perjalanan darat.
Berdasarkan asumsi bahwa wisatawan asing tidak menyukai perjalanan darat yang melelahkan seperti yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa mereka tenaga kerja asing ini akan akan berpaling ke Krui, mengingat waktu tempuh perjalanan udara Jakarta-Krui tidaklah sampai dua jam.
Diproyeksikan, jumlah wisatawan ekspatriat Ibukota ini akan melebihi jumlah wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan, wisatawan ekspatriat tidak mengenal musim. Berbeda dengan wisatawan mancanegara reguler yang umumnya hanya datang pada waktu musim libur di negaranya, yaitu bulan April sampai Oktober, yang kebetulan bertepatan dengan musim selancar. Wisatawan ekspatriat mengisi setiap liburan akhir pekan. Ini sungguh menggembirakan bagi perkembangan dunia wisata di Krui yang selama ini masih seasonal.
Keenam. Sasaran lain yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan jumlah wisatawan lokal. Saat ini jumlah wisatawan lokal yang berkunjung ke Krui masih sangat sedikit. Ini tidak lain disebabkan oleh masalah transportasi tidak efektif karena terlalu banyak memakan waktu seperti yang saya kemukakan di atas. Sama dengan wisatawan ekspatriat, wisatawan lokal adalah sebuah potensi yang belum tergali dan belum terpikirkan selama ini, padahal jika dikelola dengan profesional dengan sistem transportasi yang efektif, bukanlah tidak mungkin Krui akan menjadi daerah tujuan wisata lokal yang tidak kalah dengan daerah-daerah tujuan wisata yang lain.***
0 comments:
Post a Comment