Kopi Starbucks boleh jumawa sebagai kopi produk pabrikan bercita rasa nomor satu dalam konteks kopi yang dikemas secara modern, akan tetapi dalam kemasan cita rasa tadisional, kopi luwak adalah yang nomor satu. Dari sudut harga pun demikian. Dalam pameran di arena MTQ tingkat provinsi Lampung, di Liwa, Lampung Barat, bulan lalu, kopi luwak dijual seharga Rp.100.000 secangkirnya. Sebuah harga yang teramat istimewa untuk secangkir kopi. Namun, kalah membeli menang memakai, kiranya harga tersebut memang sebanding dengan kenikmatan yang ditawarkannya.
Kopi luwak adalah kopi yang diproduksi dengan bantuan binatang luwak. Luwak adalah sejenis musang, atau musang kelapa, adalah
sejenis binatang menyusui seperti kucing, tetapi lebih besar dari kucing, berkaki pendek, yang biasa keluar malam untuk mencari makan. Binatang ini gemar memakan ayam (sehingga ada peribahasa
musang berbulu ayam), dan buah-buahan.
Buah kopi adalah salah satu jenis buah kegemaran luwak. Tetapi luwak tidak memakan semua bagian, melainkan kulitnya saja yang mengandung lendir yang ranum. Luwak tidak memakan semua buah kopi. Hanya kopi yang sudah matang dan berwarna merah yang dia makan, dan itu pun terpilih yang kualitasnya paling bagus. Itulah sebabnya kopi luwak berkualitas premium, karena terbuat dari buah kopi yang bermutu prima, yang dipilih oleh luwak.
Menurut Wikipedia, buah kopi yang dimakan oleh luwak, kemudian, di dalam perut luwak tersebut, mendapat masukan enzim proteolitik, yang berfungsi mengurangi kandungan asam peptida, dan menambah asam amino. Setelah melewati usus di dalam perut si luwak, kopi yang sudah tinggal bijinya lagi tersebut kemudian dikeluarkan lagi oleh si luwak dalam bentuk kotoran, dalam bentuk biji yang tidak berubah. Kotoran luwak tersebut, setelah dikumpulkan, dicuci, dijemur, dipanggang asap (light roasting) dan direbus, akan menghasilkan kopi yang harum dengan kepahitan yang sudah jauh berkurang, yang kemudian dikenal sebagai kopi termahal di dunia.
Pada saat biji berada dalam sistem pencernaan luwak, terjadi proses fermentasi secara alami selama kurang lebih 10 jam. Prof. Massiomo Marcone dari Guelpg University, Kanada, menyebutkan, fermentasi pada pencernaan luwak ini meningkatkan kualitas kopi karena selain berada pada suhu fermentasi optimal 24 - 260 Celcius juga dibantu dengan enzim dan bakteri yang ada pada pencernaan luwak.
Kandungan protein kopi luwak lebih rendah ketimbang kopi biasa karena perombakan protein melalui fermentasi lebih optimal. Protein ini berperan sebagai pembentuk rasa pahit pada kopi saat disangrai sehingga kopi luwak tidak sepahit kopi biasa karena kandungan proteinnya rendah. Komponen yang menguap pun berbeda antara kopi luwak dan kopi biasa. Terbukti aroma dan citarasa kopi luwak sangat khas. Proses fermentasi tak lazim oleh luwak ini membuat sebagian orang enggan mengkonsumsinya karena jijik atau takut. Padahal menurut Massimo, kandungan bakteri pada kopi luwak yang telah dioven lebih rendah daripada kopi dengan proses biasa (javakopiluwak.com).
Kopi luwak diproduksi terutama di pulau Sumatera, Jawa, Bali dan sulawesi di mana perkebunan kopi masih cukup luas, dan populasi luwak masih banyak. Dengan demikian, produksi kopi luwak sangat tergantung pada jumlah hewan nokturnal ini. Semakin banyak jumlah luwak, maka semakin besar kapasitas produksi.
Sejauh ini, sebagain besar kopi luwak yang dihasilkan di Indonesia adalah produk alam. Kebanyakan petani mengumbulkan kopi luwak dengan berburu kotoran binatang tersebut di sekitar ladang kopi mereka. Meski ada juga petani yang memproduksi kopi luwak dengan cara memelihara binatang tersebut. Akan tetapi tidak banyak yang melakukan ini karena memburu binatang liar tersebut untuk dikandangkan bukanlah hal yang mudah.
Sangat disayangkan, ternyata populasi luwak ini sekarang semakin langka, karena ternyata binatang ini banyak pula diburu untuk tujuan lain, yaitu untuk diambil dagingnya, untuk keperluan pengobatan alternatif . Hal ini tentu merupakan berita buruk bagi industri kopi luwak khususnya, dan diversifikasi industri kopi pada umumnya, di samping bertentangan dengan upaya untuk melindungi satwa liar.
Ke depan, jika tidak ada usaha untuk melindungi hewan-hewan ini, kemungkinan hewan ini akan punah, dan, dengan demikian, kopi luwak pun akan punah; tidak ada lagi yang namanya kopi luwak; anak cucu kita hanya akan mendengar cerita bahwa di bumi kita yang kaya ini pernah hidup sejenis hewan yang bernama luwak, dan pernah ada sejenis kopi yang sangat lezat, yang bernama kopi luwak.
Memproduksi kopi luwak adalah salah satu upaya, secara tidak langsung, untuk melindungi hewan-hewan manis ini dari kepunahan. Dan meminum kopi luwak adalah sebuah tindakan nyata, secara tidak langsung, untuk menyelamatkan binatang yang bernama luwak ini. Dalam secangkir kopi luwak yang Anda minum, terdapat partsisipasi Anda untuk melindungi satwa liar tersebut dari kepunahan.***
0 comments:
Post a Comment