zheraf.blogspot.com |
Selamat Idul Fitri 1431 H. mohon maaf lahir dan bathin.
MUNGKIN benar yang paling menikmati lebaran adalah anak-anak. Lebaran tampaknya memang lebih ditujukan bagi anak-anak daripada orang tua. (Ada pula yang mengatakan, lebaran untuk anak-anak, Idul Fitri untuk orang tua, begitulah kata mereka beda Idul Fitri dengan lebaran).
Di kampung kami boleh dikatakan 99% penduduknya bergama Islam. Di antara sekian banyak penduduk kampung kami hanya ada satu keluarga yang tidak beragama Islam, yaitu sebuah keluarga pendatang dari Sumatera Utara.
Namun bukan berarti keluarga ini mengasingkan diri dari pergaulan sehari-hari karena perbedaan agama itu. (Lagi pula apa perlunya mengasingkan diri hanya karena berbeda agama.) Terutama anak-anak mereka. Anak-anak mereka bergaul sebagaimana biasa dengan kami, tanpa perbedaan apa pun; bermain bersama dan pergi ke sekolah yang sama dengan kami. Dan anehnya, di sekolah mereka juga ikut pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Uniknya pula, mereka tidak kalah dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan kami yang asli beragama Islam. Malah ada yang lebih pintar dari beberapa orang teman kami yang beragama Islam, dalam menghafal do’a-do’a, khususnya. Tapi dalam hal membaca Al-Qur’an mereka memang tidak bisa karena memang mereka tidak pernah belajar untuk itu, meski mereka hapal beberapa do’a shalat dan ayat-ayat pendek.
Itulah yang membedakan, bahwa mereka tidak pernah pergi mengaji seperti kami anak-anak Islam asli, karena orang tua mereka tidak mengijinkan. Di samping itu, mereka juga tidak diijinkan oleh orang tua mereka untuk shalat dan puasa (tentu saja, bukankah shalat dan puasa hanya untuk yang beragama Islam?).
Saya seperti sering menangkap ada konflik bathin di dalam diri mereka, anak-anak itu. Di satu sisi mereka ingin sekali menjadi Islam seperti kami; mereka ingin shalat, puasa dan pergi ke mesjid seperti kami, sedangkan di sisi lain, mereka tidak beragama Islam dan orang tua mereka melarang mereka melakukan itu.
Mereka seperti malu dan rendah diri mendapati keadaan mereka yang bukan Islam seperti kami, sedangkan dari aspek yang lain mereka sama persis seperti kami; sama-sama orang miskin yang tinggal di desa, alias tidak ada keistimewaan apa pun dibandingkan dengan kami. Lain halnya dengan keluarga Tionghoa yang kaya-kaya itu. Mereka tampaknya enjoy dengan keadaan mereka. Mereka juga tidak bergaul dengan kami anak-anak kampung; mereka menjalani kehidupan mereka secara eksklusif, sehingga tampak berbeda dengan kami.
Saya sering berpikir, mungkin anak-anak keluarga tetangga kami itu merasa menyesal telah dilahirkan dalam keadaan yang seperti itu; mungkin mereka merasa dilahirkan dengan orang tua yang salah. Kalau boleh memilih, tentu mereka akan memilih orang tua yang lain; orang tua yang beragama Islam seperti kami; orang tua yang membolehkan anak-anaknya sembahyang dan mengaji; orang tua yang sering diundang menghadiri acara syukuran atau tahlilan; orang tua yang sering ke mesjid, berkopiah hitam setiap hari Jumat; orang tua yang pintar mengaji dan membaca Yasin; bukan orang tua yang mengasingkan diri dalam kehidupan spiritualnya, seperti orang tua mereka. Saya sering menangkap ada perasaan minder di dalam diri anak-anak itu, terutama anak yang perempuan.
Saya sering merasa kasihan dengan anak mereka yang perempuan itu, nampaknya dialah yang paling merasa tersiksa dengan keadaan mereka. Sedangkan anak-anak yang lelakinya, kakak dan adik anak perempuan itu tampak enjoy aja; mereka lebih pandai menguasai keadaan.
Setiap lebaran tiba, anak-anak itu juga merayakannya seperti kami. Mereka berpakaian baru, bersalam-salaman, dan bermain bersama-sama kami. Tidak ada perbedaan apa pun ketika itu. Kami juga tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Kami menganggap lebaran adalah acara bersama untuk bergembira ria memakai pakaian baru, main pestol-pestolan, pergi ke pantai, menonton orkes, dan jajan mencoba makanan-makanan jualan pasar. Mereka menikmati Lebaran sebagaimana kami menikmatinya. Sebuah kebersamaan dan toleransi yang tulus di kalangan bocah.***
Selamat Idul Fitri 1431 H. Mohon maaf lahir dan bathin.
0 comments:
Post a Comment