Jika Anda menonton film Moon,
Anda pasti ingat Helium-3 sebagai zat yang dikirim kembali ke Bumi oleh Sam
Bell, selama tiga tahun masa jabatannya yang berat di pangkalan bulan (lunar base) yang bernama Sarang.
Helium-3 bukanlah penggalan dari cerita fiksi-ilmiah, namun merupakan sebuah
isotop helium yang benar-benar bisa menyediakan semua kebutuhan energi kita di
masa yang akan datang. Dengan tanpa menimbulkan polusi sama sekali.
Helium-3 sedikit berbeda dengan gas yang biasa diisikan
dalam balon ulang tahun anak Anda itu. Melainkan,
Helium-3 adalah sebuah isotop helium yang stabil yang kehilangan muatan netronnya, dengan hilangnya muatan netron
ini maka Helium-3 memungkinkan digunakan untuk memproduksi energi yang bersih.
Bulan mengandung Helium-3 dalam jumlah yang sangat besar pada permukaannya,
namun akankah Helium-3 menjadi jawaban terhadap masalah energi kita di Bumi
ini?
Dua jenis reaksi fusi menggunakan Helium-3
untuk memproduksi energi. Yang pertama menggunakan deuterium (deuterium
adalah hidrogen yang mengandung sebuah netron) yang direaksikan dengan
Helium-3 untuk memproduksi helium dan sebuah proton. Reaksi tipe kedua
menggunakan dua atom helium-3 untuk menciptakan helium dan dua proton. Proton-proton
yang tercipta selama terjadinya reaksi tersebut merupakan permata mahkota dari
fusi Helium-3.
Salah satu bagian terbaik dari reaksi Helium-3 adalah tidak adanya produk
samping radioaktif. Tidak ada netron yang dipancarkan (emitted), dan tidak ada isotop yang tertinggal sebagai produk yang
bisa rusak secara radioaktif. Proton tersebut merupakan sebuah produk samping
yang baik, karena energi yang bersih bisa dimanfaatkan dari proton yang
menyebar ini dengan cara memanipulasinya di dalam sebuah medan elektrostatik.
Reaksi fisi nuklir tradisional menciptakan
panas, yang kemudian bisa digunakan untuk memanasi air. Air yang mendidih
tersebut memaksa turbin-turbin berputar dan menciptakan energi. Di dalam proses
fusi Helium-3, energi diciptakan melalui reaksi itu sendiri, dengan tanpa melibatkan
material radioaktif yang berbahaya bagi generasi mendatang untuk dimonitor.
Proses fusi Helium-3 tidaklah bersifat teroritis melulu—Jurusan
Teknologi Fusi Universitas Wisconsin-Madison telah berhasil melakukan
eksperimen-eksperimen fusi dengan menggabungkan dua molekul Helium-3. Menurut
perkiraan, efisiensi reaksi fusi Helium-3 mencapai tujuhpuluh persen, melampaui
efisiensi pembangkit listrik gas alam dan batubara sebanyak duapuluh persen.
Menemukan Helium-3
Helium-3 ditransmisikan dengan angin surya (solar winds), namun medan
magnetik Bumi mendorong isotop keluar. Karena medan magnetnya sangat kecil,
bulan tidak mengalami hal ini, sehingga memungkinkan Helium-3 terbentuk di
dalam regolith, lapisan batuan dan debu
yang menutupi bulan.
Esksistensi Helium-3 di bulan diverfikasi oleh adanya contoh-contoh yang
didapat dari misi Apollo dan Luna. Ahli
geologi yang berubah menjadi seorang astronot Harrison Smith menerima dan
menganalisis lebih dari 200 pond batuan dari bulan yang diperoleh selama misi
Apollo 17 tahun 1972.
Helium-3 terdapat pula di Bumi kita, namun jumlahnya sangat kecil. Tritium (hidrogen dengan total dua
netron, atau deuterium dengan sebuah
netron ekstra jika Anda lebih suka menyebutnya demikian) secara alami berubah menjadi
helium-3 seiring berjalannya waktu. Dan
helium-3 juga tercipta, cukup unik, sebagai sebuah produk samping dari
percobaan senjata nuklir. Cadangan Helium-3 milik AS hanya 30 kg, jauh lebih
sedikit dari 25 ton Helium-3 yang secara teoritis diperlukan untuk menyediakan
kebutuhan energi untuk sebuah negara seukuran AS selama satu tahun.
Menambang bulan
Memperoleh helium-3 dari regolith
bulan bukanlah perkara mudah. Perkiraan tertinggi konten Helium-3 hanya terdapat
sebanyak 50 bagian (parts) per miliar
di dalam tanah bulan, sehingga untuk mengumpulkan Helium-3 dalam jumlah yang
cukup untuk digunakan dalam reaksi-reaksi fusi di Bumi kita perlu menambang
jutaan ton tanah bulan. Apakah kita akan begitu saja menambang tanah bulan dan
menghancurkan permukaannya untuk mencukupi energi di Bumi kita?
Setelah bebatuan dan tanah bulan tersebut
ditambang, Helium-3 dipisahkan dengan cara memanaskan massa bebatuan dan tanah
bulan tersebut di atas 600 derajat Celsius, yang memerlukan energi dalam jumlah
besar untuk melakukannya.
Sehubungan dengan beratnya upaya dan energi
yang diperlukan untuk menambang, memanaskan, dan mengangkut Helium-3 dari bulan
ke Bumi, maka bisa disimpulkan bahwa helium-3 bukanlah sumber energi yang
murah, namun merupakan sebuah alternatif energi yang bersih, yang mungkin perlu
kita lirik 100 tahun mendatang. Perjalanan yang sering kali ke Bulan boleh jadi
juga akan menumbuhkan industri wisata ke Bulan kelak di kemudian hari, sehingga kita
bisa meminta para wisatawan ke bulan membawa kaleng untuk mengangkut Helium-3 untuk digunakan dalam reaksi fusi di
Bumi.
“Mengklaim” Bulan
Negara pertama (atau kumpulan negara) yang kelak berhasil membangun sebuah
koloni di Bulan dan mulai melakukan penambangan tampaknya akan membuat standar
bagi pengelolaan sumber daya alam di Bulan, khususnya jika eksplorasi dari
belahan dunia Barat memainkan peran sebagai sebuah preseden. Mari berharap negara
tersebut mempunyai motif yang baik, motif yang altruistik—karena kalau tidak
maka kita lebih baik bekerja sama dengan sebuah perusahaan swasta (seperti
dalam film Moon) untuk pergi ke bulan
terlebih dahulu, dengan tujuan untuk memanen sumber daya alam yang ada di sana .
Perusahaan Rusia Energia mengklaim pada tahun 2006 bahwa mereka akan
mempunyai markas di Bulan pada tahun 2015 dan memanen Helium-3 pada tahun 2020.
Namun perusahaan tersebut tampaknya akan gigit jari dan tertinggal dalam
mewujudkan impian mereka tersebut.
Monopoli dalam bidang energi yang bersih akan
membuat negara besar manapun menjadi sebuah negara “ultrapower”—akankah kita
menyaksikan hal ini terjadi di abad depan? Akankah negara pertama yang
membangun sebuah markas di Bulan membagi-bagikan harta karun itu dan membantu negara-negara
berkembang menciptakan sebuah suplai energi yang bersih?
Dan bila cadangan Helium-3 di Bulan kelak masih
terlalu mahal untuk diangkut ke Bumi, tapi satu-satunya satelit alami kita (Bulan)
mungkin suatu hari nanti bisa menjadi sebuah “stasiun bahan bakar” di angkasa
yang menyediakan bahan bakar bagi pesawat-pesawat ruang angkasa yang sedang melakukan
penerbangan, kelak ketika manusia sudah mulai merambah bintang. (BY
Top image courtesy of NASA.
Helium-3 reaction diagram courtesy of the Artemis Project. Additional image courtesy of
Sony Pictures. Sources linked within the article.
0 comments:
Post a Comment