Pembangkit Listrik tenaga Matahari |
MEMBICARAKAN masalah ketersediaan sumber energi yang dapat diperbarui, kebanyakan kita berfokus pada Matahari, karena semua sumber-sumber energi, seperti angin dan biomassa, pada dasarnya berasal dari Matahari. Tapi energi Matahari (solar) mempunyai tantangannya sendiri, karena energi ini paling mudah diubah menjadi panas dan listrik, dan kita tidak bisa menyimpan keduanya pada kepadatan yang cukup tinggi untuk kegunaan seperti transportasi. Itulah sebabnya mengapa timbul banyak sekali penelitian mengenai sesuatu seperti biofuel dan penggunaan listrik untuk memproduksi hidrogen. Masing-masing langkah tambahan ini, akan tetapi, mempunyai kemungkinan inefisiensi yang tinggi.
Masalah-masalah serupa inilah yang membuat sebuah sistem seperti yang digambarkan dalam terbitan Science hari ini menjadi menarik perhatian. Para penulis di dalam terbitan tersebut mendemonstrasikan sebuah alat yang mampu mengambil energi Matahari dan menggunakan energi tersebut secara langsung untuk memecah air, melepas oksigen dan hidrogen. Alat tersebut juga mampu melakukan konversi serupa terhadap karbon dioksida, mengubahnya menjadi karbon monoksida dan oksigen. Sisi baiknya adalah, bahwa alat ini tidak membutuhkan sebuah katalis eksotik; namun, katalis-nya di dasarkan pada cerium, sebuah elemen yang ketersediaannya melimpah seperti tembaga, dan bisa stabil dalam daur ratusan kali.
Bagian struktural dari alat ini sangatlah sederhana. Kebanyakan bagiannya bekerja secara sederhana sebagai lensa fokus, yang mengarahkan cahaya Matahari menuju sebuah jendela quartz transparan dan memasuki sebuah kamar reaksi. Kamar (chamber) ini dirancang untuk refleksi internal, dan keberadaannya cukup efisien sehingga kebanyakan foton-nya bisa ditangkap. “Dimensi-dimensi yang terpilih memastikan timbulnya refleksi-refleksi internal dalam jumlah banyak dan penangkapan energi cahaya matahari secara efisien; absoptivitas yang ditimbukannya melebihi 0,94, yang berarti mendekati batas blackbody ideal,” kata para penulis tersebut.
Ketika diserab, foton-foton tersebut diubah menjadi panas. Temperaturnya meningkat hingga mencapai rata-rata 1400C selama satu menit sampai kemudian mencapai 12500C, sebelum mencapai titik stabilnya antara 1400 hingga 16000C. temperatur-temperatur tersebut cukup panas untuk menyebabkan perubahan kimiawi di dalam katalis, sebuah silinder yang menampung cerium dioksida yang terserap (porous cerium dioxide).
Dengan adanya temperatur yang tinggi dalam daur reaksi tahap ini, cerium dioksida-nya melepas salah satu dari dua oksigen yang dikandungnya. Dengan mengalirkan sebagian dari gas lembam melalui silinder berpori-pori, para penulis itu mampu mendeteksi sebuah aliran oksigen yang deras yang keluar dari alat tersebut, yang berlangsung selama lebih dari satu jam sebelum volumenya turun (volume puncaknya adalah 34ml oksigen per menit dari 325mg sample cerium dioksida).
Ketika produksi oksigen menyusut, alat tersebut bisa diturunkan temperaturnya (9000C) dan sebuah reaktan bisa dipompakan ke dalam kamarnya (chamber-nya). Ketika uap air digunakan, katalisnya akan melepas oksigen yang dikandungnya untuk mengembalikan cerium dioksida. Hal ini akan melepas hidrogen dengan cepat dan efisien; porsi reaksi ini secara tipikal selesai dalam waktu kurang dari 10 menit. Atau, karbon dioksida bisa dipompakan ke dalam, ke tempat di mana karbon monoksida diproduksi.
Alat yang diproduksi oleh para penulis tersebut cenderung akan mengalami penurunan kemampuan dalam seratus siklus pemakaian yang pertama, yang menurut mereka disebabkan oleh terjadinya penyusunan ulang struktur cerium dioksida melalui pemanasan yang berulang-ulang. Ketika materialnya membentuk partikel-partikel yang agak besar, maka performance-nya akan stabil kembali dan akan tetap stabil hinga mencapai 400 siklus.
Namun, tentu saja, ada beberapa kekurangan dari sistem ini. Suplai gas lembam yang mantap diperlukan, dan air dan karbon dioksida yang digunakan sebagai input harus dijaga kemurniannya untuk mencegah zat kimia lain mengendap pada material yang terserap (porous material), dan air murni seringkali merupakan komoditas yang langka yang memerlukan energi yang signifikan untuk memproduksinya. Tapi sistem ini juga memproduksi limbah panas dalam jumlah yang signifikan yang bisa dipanen dan dipergunakan (inefisiensi utama yang ada sekarang adalah panas yang terbuang sia-sia).
Kemampuan untuk mengubah sistem ini antara produksi karbon monoksida dan hidrogen juga masih perlu pembenahan. Kita sudah menggunakan dua ingredient untuk memproduksi methanol, yang bisa diangkut dalam jumlah besar dan digunakan dalam sel-sel bahan bakar, dan ada kemungkinan untuk mengkombinasi kedua ingredient ini menjadi hidrokarbon yang lebih kompleks. Ada pula kemungkinan untuk menggunakannya sebagai bagian dari sebuah sistem sekuestrasi karbon.
Dalam segala hal, para peneliti yang terlibat di sini merancang hardware secara khusus agar mudah diproduksi dalam bentuk bongkahan yang bisa dirangkai menjadi seukuran fasilitas industri. Jadi tampaknya diperlukan sebuah upaya serius untuk mencari sesuatu yang bisa diuji dalam penggunaan di dunia nyata.
Science, 2010. DOI: 10.1126/science.1197834 (About DOIs).
0 comments:
Post a Comment