Tentu tak menyenangkan, dan pasti kurang asoy
…………….. dst
Kalau Anda dibesarkan di wilayah perkampungan yang jauh dari kota, pada akhir tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an, dan kalau selera musik keluarga Anda tergolong ‘payah’, seperti selera keluarga saya, mungkin Anda mengenal syair lagu di atas. Potongan syair lagu di atas—saya lupa judul lagunya—saya ambil dari salah satu lagu dangdut milik grup Awara. Pada masa akhir tahun 1970-an, waktu itu saya masih bocah—ini penting saya catat supaya Anda tidak mengira saya sudah tua—grup musik ini sangat terkenal, disamping Rhoma Irama dan Latief M, tentu saja. Di mana-mana, di kampung-kampung, di seluruh pelosok negeri, lagu-lagu dari grup ini banyak terdengar. Para remaja ketika itu sangat akrab dengan grup musik yang satu ini.
Grup musik Awara—waktu itu namanya OM Awara— yang vokalisnya Ida Laila dan Achmadi—yang sekaligus merangkap sebagai pimpinan—ini banyak mempopulerkan lagu-lagu dangdut—melayu—dengan syair yang rada-rada ngeres, seperti cuplikan lagu di atas. Kalau syair di atas kurang ngeres, coba simak yang berikut ini, yang juga merupakan syair lagu OM Awara yang berjudul “Tangan dan Bibir”,
Yang namanya tangan dalam pacaran
Banyak gunanya dalam dunia remaja
Untuk pegang-pegangan
…….
(selanjutnya tebak sendiri)
Tak pelak, remaja-remaja kampung pada akhir tahun 70-an itu akrab dengan syair-syair ngeres seperti itu. Di mana-mana, dalam pergaulan sehari-hari, banyak terdengar anak remaja, bahkan bocah ingusan, meneriakkan syair-syair lagu seperti itu. Bahkan lagu-lagu seperti itu sering pula dinyanyikan dalam pesta-pesta perkawinan. Seperti tidak ada yang aneh, para remaja ketika itu meneriakkan syair-syair lagu seperti itu di atas panggung, ditonton orang banyak. Dan memang tidak aneh. Buktinya tidak ada yang protes. Anak-anak remaja, orang-orang tua, kakek-kakek, nenek-nenek, bocah ingusan semuanya maklum. Mungkin memang syair lagu harus begitu. Padahal, mereka juga cukup banyak mendengar lagu-lagu pop—dari RRI—yang syairnya tidak seperti itu.
Sepeninggalan Awara, pada tengah tahun 80-an banyak juga ditemui syair-syair lagu dangdut yang ngeres, di antaranya seperti yang di bawah ini,
Cup-cup dicupang
Hai bertanda merah
Kenangan sang pacar
……. Dst
Musik dangdut, atau melayu, memang identik dengan syair-syair lagu dengan gaya bahasa yang gamblang, terus terang, tanpa tedeng aling-aling, dan tanpa kiasan. Lagu-lagu dangdut yang kebanyakan menceritakan babak belurnya orang bercinta, atau malangnya nasib seseorang ini mungkin akrab dengan orang kampung karena hal-hal seperti itu; bahasanya mudah dicerna dan banyak menceritakan kemelaratan hidup, yang dekat-dekat dengan orang kampung. Mungkin itulah—karena sifatnya yang down to earth—musik dangdut sering disebut kampungan.
Adakah pengaruh syair-syair lagu dangdut yang ngeres tersebut terhadap perilaku remaja ketika itu, seperti kenakalan remaja, pergaulan bebas, dekadensi moral—atau apalah istilahnya—dan sebagainya. Mungkin ada. Buktinya kasus-kasus kenakalan remaja seperti hamil di luar nikah, aborsi, pergaulan bebas, ada pula di kampung-kampung ketika itu.
Mungkin kalau orang kota banyak mendapat pengaruh pornografi lewat video, film dan majalah, pada tahun 1970-an itu, orang desa mendapatkannya lewat lagu-lagu dangdut.***
0 comments:
Post a Comment